Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Bahlil: Investor Tiongkok Nekat, Ada juga yang Tidak Taat Aturan

Antara
08/12/2020 13:58
Bahlil: Investor Tiongkok Nekat, Ada juga yang Tidak Taat Aturan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia(ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

KEPALA Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui investor China memang termasuk yang paling berani dan nekad dalam hal investasi. Bahkan, tidak jarang juga menabrak aturan.

"China ini negara yang ngeri-ngeri sedap juga, aku jujur saja. Tapi arah kebijakan kita ke depan, tidak boleh ada satu negara yang mengontrol Indonesia dalam konteks investasi. Kita harus memberikan kesamaan pada negara lain juga," tegasnya.

Kendati demikian, Bahlil mengakui investor China memang termasuk yang paling berani dan nekad dalam hal investasi. Berbeda dengan negara lain seperti Jepang yang banyak pertimbangan dalam berinvestasi.

"Contoh, nikel. hampir semua sekarang smelternya dari China. Tapi memang dari sisi mereka, ini yang paling berani. Kalau Jepang itu terlalu banyak penelitiannya. Negara lain juga begitu. Debatnya minta ampun. Memang yang agak nekad seperti kita orang timur ini, ya investor dari China. Mereka kerja dulu baru mikir," jelasnya.

Bahlil juga mengakui tidak semua investor Tiongkok baik dan taat aturan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya agar bisa mengikat investor Tiongkok dengan perjanjian berusaha yang jelas agar tidak menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak.

"Sekarang tugas kita adalah bagaimana saat mereka investasi, kita harus ikat mereka dalam perjanjian yang clear and clean agar kemudian tidak menimbulkan hal-hal yang tidak berorientasi pada kerugian," katanya.

Mantan Ketua Umum Hipmi itu mengungkapkan, khususnya di sektor pertambangan, memang dibutuhkan investor yang berani karena sektor tersebut tinggi risiko.

"Nah secara kebetulan, yang beraninya lebih ini ya investor dari China. Tapi, jangan juga kita ikuti keberanian ini tanpa mensiasti dengan aturan yang baik. Ini sekarang tugas kita yang harus kita lakukan," katanya.

Namun, dominannya investasi Tiongkok tersebut membuat Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku khawatir jika China menjadi negara yang paling banyak berinvestasi di Indonesia.

Baca juga: Kebijakan di Sektor Energi Terbarukan Bisa Ciptakan Lapangan Kerja

Pasalnya, China menjadi negara teratas dengan pembayaran yang tidak benar (improper payments) dalam survei masalah US-Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) sepanjang 2011-2020.

"Kalau kita melihat US-Foreign Corrupt Practices Act, lokasi improper payment nomor satunya China, disusul Brazil, India, Meksiko, Rusia dan Indonesia," kata Laode dalam webinar bisnis di Jakarta, Selasa.

US-FCPA merupakan Undang-Undang Praktik Korupsi Asing yang melarang perusahaan dan individu AS untuk membayar suap kepada pejabat asing untuk kesepakatan bisnis lebih lanjut.

Dilansir dari laman http://fcpa.stanford.edu/, survei tersebut dilakukan untuk melihat masalah dalam penerapan US-FCPA di mana bagan ranking negara dalam survei tersebut menggambarkan negara-negara tempat suap ditawarkan atau dibayarkan, berdasarkan dugaan dalam tindakan penegakan yang dimulai dalam sepuluh tahun terakhir.

Dengan hasil survei tersebut, Laode mengaku khawatir jika investasi China datang membanjiri Indonesia.

"Saya sangat takut sedikit, bukan sedikit, tapi takut banyak, when Chinese become the biggest investor in Indonesia (kalau China menjadi investor terbesar di Indonesia)," katanya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya