Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Yang Muda yang Bedaya

Gana Buana
26/10/2020 08:26
Yang Muda yang Bedaya
I Wayah Juliantara dan Kris Ayu Madina, founder Bumi Bamboo.(Ist)

  

MENJADI anak muda yang sempat mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri tidak membuat Randi Julian Miranda silau akan gemerlap kehidupan di kota besar. Pemuda asal Kalimantan Barat ini justru ‘pulang kampung’ usai prosesi wisuda di salah satu universitas terkemuka di Australia.

Randi yang punya kenang­an masa lalu tidak mudah ini sadar bahwa tempat kelahirannya justru dieksploitasi oleh pendatang. Sehingga, warga asli pun terpinggirkan, bahkan mengenyam pendidikan terasa amat sulit.

Sejak 2018 silam, Randi pun mulai memberdayakan warga setempat untuk menggali potensi-potensi ekonomi mikro warga asli Pontianak. Dengan bahan baku rotan sebagai sumber daya alam yang melimpah di wilayah Kalimantan Barat, Randi dan warga sekitar memproduksi produk fesyen, mulai dari topi hingga tas, perlengkapan rumah tangga hingga menjual produk organik dari bumi Kalimantan seperti madu hutan.

Dengan label ‘Handel’ Randi pun mampu menembus pasar domestik hingga mancanegara. Berkat kekuatan media sosial, produk-produk Handel pun sudah banyak diekspor ke luar negeri. 

Tidak hanya mengedepankan unsur bisnis dan usaha, bersama ‘Handel’ Randi berusaha mengadvokasi masyarakat Kalimantan Barat untuk sadar atas hak hutan adat. Masalahnya, sering kali konflik politik bermunculan terutama sejak perusahaanperusahaan berdatangan.  Batas-batas hutan adat tempat warga mencari madu, rotan, buah-buahan, bahkan berburu makin lama makin hilang.
Karena itu, pendekatan sosial, budaya, serta ekologi pun dilakukan Rendi untuk memastikan warga asli mendapatkan hak atas ruang hidup mereka. 

“Kita fasilitasi dengan berbagai pelatihan. Coba fasilitasi hak atas legal hutan adat mereka. Orang desa adat itu sekarang seolah menumpang. Nah, ini yang kita sedang lakukan pendekatan holistik. Jadi enggak hanya sosial ekonomi saja tapi ada ekological aspect,” jelas dia.

Randi tidak sendiri. Di belahan Nusantara lainnya ada sepasang pemuda pemudi yang ikut berkontribusi bagi masyarakat sekitar juga. Seperti yang dilakukan I Wayah Juliantara dan Kris Ayu Madina di Lombok Tengah.

Dua founder Bumi Bamboo ini memberdayakan warga sekitar yang tadinya menjadi buruh kasar sebagai pemecah batu menjadi pengrajin bambu. Juli dan Ayu menganggap, potensi para warga pemecah batu bisa lebih dieksplorasi untuk bekerja lebih layak dan aman.

“Awalnya kami melihat pekerjaan yang dijalankan warga di Lombok Tengah, mayoritas ibu-ibu mereka bekerja sebagai pemecah batu. Sambil bawa anak tidak memperhatikan aspek keselamatan,” kata dia.

Untuk itu, bersama dengan Ayu, akhirnya Juli mengajak mereka untuk membuat kerajinan tangan dengan memanfaatkan bambu menjadi berbagai macam perabot rumah tangga. Mulai dari gelas, garpu, sendok bambu, sedotan, hingga sikat gigi. Model yang mereka buat pun sangat sederhana, mudah dibuat namun banyak diminati.

“Pokoknya yang modelnya gampang dibuat tentunya dengan handmade,” ungkap Ayu.

Hingga saat ini, Ayu dan Juli telah memproduksi sekitar 20 jenis barang menggunakan bambu dan limbah sisa pabrik konveksi. Hasil produksi mereka seperti set peralatan makan yang mudah dibawa berhasil menembus pasar mancanegara seperti Amerika Serikat dan Eropa. 

Melestarikan budaya 

Di Pasuruan, Jawa Timur, ada pula Meli Indarto founder dari KaIND tak kalah hebat. Dengan pengalamannya selama lima tahun bekerja di industri fesyen, Meli akhirnya bisa melestarikan budaya tenun, batik, dan ternak ulat sutra yang hampir punah di kampung halamannya.

Padahal, saat itu budaya menenun di Desa Damarjati hampir punah. Hanya tersisa tiga orang senior penenun yang hampir gulung tikar. 

Berkat Meli, warisan ilmu menenun para senior tersebut pun tidak terhenti begitu saja. Saat ini ilmu menenun yang mereka bawa sudah berhasil diadopsi oleh para penenun dan pembatik muda.

“Sudah ada 20-an penenun dan pengrajin batik muda berusia 18-35 tahun yang mulai mewarisi ilmu dari para senior tersebut,” kata dia.

Hasil tenun sutra batik milik Meli, merupakan salah satu slow fashion buatan asli Indonesia yang membanggakan. Betapa tidak, Meli yang kini menguasai pasar luar negeri ikut mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. (Gan/S2-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya