Benang Merah Festival 2025 Siap Digelar

Basuki Eka Purnama
18/7/2025 13:24
Benang Merah Festival 2025 Siap Digelar
Konferensi pers Benang Merah Festival(MI/HO)

BENANG Merah Festival (BMF) 2025 akan berlangsung dari 19-21 Juli 2025 di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan beberapa lokasi lain di Jakarta. Festival yang diinisiasi oleh Komunitas KAHE dan Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini berkolaborasi dengan Jakarta International Contemporary Dance Festival (JICON).

Benang Merah Festival 2025 akan menyajikan pertunjukkan tari, musik, kelas publik, bazar dan pameran karya, pemutaran dan diskusi film, serta diskusi publik. 

BMF 2025 merupakan ruang pertemuan terbuka bagi warga, komunitas, dan gerakan dari berbagai sudut Indonesia, yang selama ini bekerja menjaga dan memperluas ruang sipil-politik melalui seni, gagasan, dan solidaritas.

Benang Merah Festival 2025 menggunakan 'Koreografi Sosial' sebagai paradigma maupun lensa kerja.

Ko-direktur Benang Merah Festival 2025, Eka Putra Nggalu, menyebut program-program di Benang Merah Festival 2025 membuka percakapan dan mengupayakan terciptanya ruang percakapan yang terbuka dan setara dalam melihat kembali dinamika sosial politik kota melalui ragam ekspresi ketubuhan, seni, dan budaya.

Seluruh program BMF 2025 dikerjakan dalam spirit ‘Suar Suara dari Pinggir’ sembari mengusung tema ‘Kebahagiaan Kolektif’ sebagai wacana festivalnya.

“Benang Merah Festival 2025 mengajak kita menenun beragam lapisan pengalaman atas berbagai tubuh dan gerak, atas setiap pengetahuan dan fenomena yang bergerak disekeliling kita,” tegas Rebecca Kezia, kurator BMF 2025.

BMF 2025 juga dirancang sebagai platform kolaboratif dan interaktif, menggabungkan forum kreatif, pertunjukan seni, pemutaran film, kegiatan memasak interaktif, hingga tur jalan kaki sebagai bagian dari ekspresi koreografi sosial. 

Beberapa program yang akan dilaksanakan dalam BMF 2025 di antaranya:

  • Forum "Kebahagiaan Kolektif" bersama Hilmar Farid, Saras Dewi, dan Eka Putra Nggalu — membedah makna kebahagiaan dalam konteks perjuangan dan kehidupan warga.
  • “Dari Kebun ke Meja” oleh Mama Fun (NTT) dan Yudi A. Tajudin — menyatukan pengalaman memasak, berbagi cerita, dan makan bersama sebagai ruang kontemplasi atas rasa dan relasi antarwarga.
  • “Walking Art: Lintasan Prasangka” — tur koreografi sosial dari Cikini menuju Depok, dipandu oleh Ibe S. Palogai dan Aisyah Ardani, sebagai bentuk seni berjalan kaki dan menyusuri kota.
  • Pemutaran film seperti “Altares” karya Brenda Vanegas dan film klasik “Dr. Samsi” hasil digitalisasi arsip Liarsip, dilanjutkan dengan diskusi reflektif.
  • Pertunjukan tari dan musik seperti “A Brief History of Dance” oleh Ary Dwianto,“Torso” oleh Ayu Permata Dance Project, serta “Kabata Tanrasula” oleh Konstelasi Artistik Indonesia

Setiap program dirancang untuk partisipasi publik, menjunjung inklusivitas dan keberagaman pengalaman, tanpa memusatkan perhatian pada satu panggung tunggal.

Semua ruang festival menjadi milik bersama, tempat keberanian, kepekaan sosial, dan solidaritas dirayakan. 

Benang Merah Festival sebagai Sebuah Gerakan Kultural

BMF 2025 bukan sekadar festival seni—ia adalah ruang hidup tempat praktik demokrasi dijalankan secara kolektif dan kontekstual. Festival ini mengangkat isu-isu penting seperti kebebasan berekspresi, kesetaraan gender, hak-hak minoritas, serta keadilan lingkungan.

Dalam keterhubungan lintas wilayah dan konteks, BMF 2025 mendorong tumbuhnya ekosistem sosial yang saling menyokong.

“Ini bukan tentang panggung utama atau nama besar. Ini tentang ruang di mana suara-suara yang tak terwakili bisa tumbuh dan saling menemukan,” ungkap Josh Marcy, ko-direktur BMF 2025.

“Kita merayakan kebahagiaan kolektif, bukan karena segalanya sudah selesai, tapi karena kita memilih untuk terus berjalan bersama sambil terus mengupayakan kebahagiaan kolektif dalam setiap kerja, gerakan, dan komunitas kita,” lanjut Josh. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya