Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Ekonomi di tengah Pandemi Ditentukan Pilihan Kebijakan Pemerintah

M. Ilham Ramadhan Avisena
08/8/2020 18:38
Ekonomi di tengah Pandemi Ditentukan Pilihan Kebijakan Pemerintah
Penerapan protokol kesehatan di gerai ritel modern(MI/Bary Fatahillah)

TINDAKAN dan kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi covid-19 memiliki dampak yang signifikan pada kondisi perekonomian. Pemerintah sedianya memiliki dua pilihan saat pandemi merebak, yakni melakukan karantina dan melakukan test, tracing and isolation (TTI) secara masif.

Demikian dikatakan Ketua Departemen Ekonomi Center for Strategic International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri dalam diskusi secara virtual, Sabtu (8/8). Bila pemerintah menggunakan opsi pertama, maka perekonomian akan terkoreksi atau tumbuh negatif sangat dalam. Sebab, pembatasan aktivitas sosial maupun ekonomi merupakan syarat mutlak dalam penerapan karantina.

“Ini biasanya dilakukan lockdown dan ini berpengaruh sekali pada perekonomian. Padahal berdasarkan sebuah studi, 80% aktivitas ekonomi masih harus tatap muka dan berinteraksi langsung. Karantina atau lockdown itu juga belum tentu berhasil menekan penyebaran pandemi, karena itu harus dilakukan secara konsisten,” ujarnya.

Banyaknya negara yang memilih untuk melakukan karantina dipastikan pertumbuhan ekonominya minus. Dampaknya terasa pada kondisi ekonomi global yang proyeksi pertumbuhannya belakangan ini acap kali dikoreksi kian dalam ke zona negatif.

Kemudian bila pemerintah menjalankan opsi kedua yakni TII, pelambatan ekonomi bisa jadi tidak akan terkoreksi cukup dalam. Karena, imbuh Yose, aktivitas ekonomi masih tetap bergerak meski tingkatannya tidak seperti dalam kondisi normal.

Akan tetapi diakui Yose, tidak semua negara mampu menjalankan opsi kedua tersebut. Alasannya ialah dibutuhkan sumber daya manusia dan sumber pembiayaan yang luar biasa besar.

“Itu membutuhkan biaya yang mahal. Sayangnya kebanyakan negara tidak memiliki sumber itu, apalagi negara berkembang,”terang Yose.

Baca juga : Penanganan Kesehatan Tentukan Kondisi Ekonomi

Negara-negara yang menjalankan opsi kedua, Yose bilang, memang turut mengalami pertumbuhan negatif. Akan tetapi pertumbuhan negatif itu tidak sedalam seperti yang dialami oleh negara-negara yang memilih mengarantina wilayahnya.

Sebut saja Taiwan dan Korea Selatan, kala pandemi merebak di dua negara tersebut, imbuh Yose, tes masal dan pelacakan orang terindikasi covid-19 gencar dilakukan. Pemisahan antara mereka yang terpapar virus dan warga yang sehat juga secara baik dilakukan keduanya.

“Taiwan, mereka berhasil melakukan TTI dan mengurangii jumlah penyebaran dan pertumbuhan ekonomiya di triwulan II hanya minus 0 koma, Korsel juga hanya 2,9%. Bandingkan dengan negara yang melakukan lockdown, pertumbuhan ekonominya turun hingga double digit, meski memang sekarang sudah sedikit membaik,” ujarnya.

Koreksi pertumbuhan yang tidak terlalu dalam juga terjadi di Indonesia. Sebab, kata Yose, pemerintah Indonesia mengambil jalan tengah dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Meski implementasinya tidak begitu konsisten, tapi itu masih dapat menahan pelambatan ekonomi yang terjadi.

Itu didasari oleh data yang dilaporkan BPS, tercatat ekonomi Indonesia pada triwulan II tumbuh minus 5,32%. Bila dibandingkan dengan negara sebaya (peer country) seperti Amerika Serikat yang minus 9,2% di triwulan II, India minus 6,8%, negara kawasan Eropa minus hampir 15% dan Singapura yang minus 12%, ekonomi Indonesia masih lebih baik.

“Jadi pilihan kebijakan pemerintah itu memberikan dampak terhadap kondisi perekonomian,” pungkas dia. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik