Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

KSPI: New Normal? PSBB Saja Banyak Tidak Patuh

M. Ilham Ramadhan Avisena
02/6/2020 19:11
KSPI: New Normal? PSBB Saja Banyak Tidak Patuh
Pedagang kaki lima menggelar lapak di Jalan Jati Baru II, dekat kawasan niaga Pasar Tanah Abang.(MI/Bary Fathahilah )

ISTILAH kenormalan baru (new normal) dinilai membingungkan masyarakat dan berpotensi menimbulkan aktivitas berlebihan, yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan.

"Saat ini saja ketika masih diberlakukan PSBB, banyak yang tidak patuh. Apalagi jika diberi kebebasan," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dalam keterangan resmi, Selasa (2/6).

Pemerintah diminta untuk mengganti penggunaan new normal menjadi physical distancing yang terukur. Hal itu dirasa lebih mudah dipahami masyarakat dan pekerja yang akan kembali beraktivitas dalam waktu dekat.

Baca juga: Sambut New Normal, Kepala Bappenas: Bukan Hal Rumit

Selain itu, perusahaan dapat memberikan libur secara bergilir kepada pekerja untuk mengurangi keramaian di tempat kerja. Dengan begitu, physical distancing yang terukur dapat berjalan dengan baik dan mudah diterapkan.

KSPI berpendapat kebijakan new normal yang dicanangkan pemerintah tidaklah tepat. Ada lima alasan yang membuat wacana tersebut tidak patut direalisasikan. Pertama, jumlah kasus positif covid-19 masih terus bertambah. Kedua, buruh yang tetap bekerja rentan terpapar virus korona.

Baca juga: Mendagri Ajak Kepala Daerah Samakan Narasi New Normal

"Misalnya, di PT Denso Indonesia dan PT Yamaha Music, ada yang meninggal akibat positif covid-19. Begitu juga di Sampoerna dan PEMI Tangerang, dilaporkan ada buruh yang OPD, PDP bahkan positif," jelas Said.

Ketiga, banyak pabrik yang merumahkan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), lantaran bahan baku material impor kian menipis. "Fakta ini menjelaskan new normal tidak akan efektif. Percuma saja menyuruh pekerja untuk kembali masuk ke pabrik. Tidak ada yang bisa dikerjakan akibat tidak ada bahan baku," pungkasnya.

Adapun alasan keempat ialah gelombang PHK di sektor pariwisata, UMKM dan sepinya order pengemudi ojek daring. Bahkan, ancaman PHK terhadap ratusan ribu buruh di sektor manufaktur sudah di depan mata.

Baca juga: Ombudsman: Jakarta Terapkan New Normal, Tenaga Medis Kerepotan

"Seharusnya pemerintah memaksimalkan pemberian bantuan langsung tunai subsidi upah. Bukan meminta bekerja kembali di tengah pandemi yang mengancam hilangnya nyawa,” ucap dia.

Kelima, tanpa new normal masih ada perusahaan yang meminta pekerja untuk tetap masuk. Menurutnya, yang dibutuhkan pengusaha dan pekerja bukan wacana new normal, melainkam regulasi dan strategi untuk memastikan bahan baku industri.(OL-11)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik