Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

DPR Sayangkan Sikap DPD yang Minta Pembahasan Omnibus Law Disetop

Cahya Mulyana
18/4/2020 16:35
DPR Sayangkan Sikap DPD yang Minta Pembahasan Omnibus Law Disetop
Ilustrasi(ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

OPINI DPD RI yang meminta pembahasan RUU Cipta Kerja ditunda sangat disayangkan. Hal itu menunjukan pemikiran yang terjebak pada logika menolak atau menerima tetapi tidak masuk dalam ranah mencerdaskan yakni diskursus yang komprehensif.

"Teman-teman di DPD yang meminta ini dihentikan, sudah terlebih dulu masuk ke materi yang ada dalam draf. Padahal itu baru draf, belum tentu juga akan disepakati dalam pembahasan nanti. Jadi belum apa-apa sudah masuk ke substansi sehingga opininya prematur," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya kepada Media Indonesia, Sabtu (18/4).

Pendapat beberapa Anggota DPD, khususnya yang disampaikan oleh anggota Komite III yang menuntut RUU ini ditunda patut disayangkan. Itu menunjukan pemikiran yang terjebak pada logika menolak atau menerima tetapi tidak ada yang memberikan diskursus lebih.

Mereka yang meminta menghentikan pembahasan juga hanya dengan alasan-alasan yang menurutnya prematur. Opini yang disampaikan DPD akan disediakan ruang resmi dalam proses pembahasan.

Baginya, pembahasan RUU Ciptaker baru berada di tahap-tahap awal. "Ibaratnya, kita baru menapaki anak tangga pertama," pungkasnya.

Wakil Ketua II Komite III DPD RI M Rahman menyampaikan sikap Komite III menyangkut RUU Ciptaker. Menurut dia, Komite III menolak dan meminta DPR RI menghentikan pembahasan RUU ini.

"Komite III berpandangan RUU Ciptaker bertentangan dengan asas otonomi daerah Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD 1945 yang mengakui keberadaan pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota yang menganut asas otonomi seluas-luasnya dan tugas pembantuan," katanya.

RUU ini juga, lanjut dia, melanggar hak asasi warga negara seperti hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, atas atas jaminan kesehatan, hak atas pendidikan yang dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi serta melepaskan kewajiban negara untuk menyediakan dan memberikan hak-hak tersebut kepada swasta atau asing.

RUU Cipta Kerja akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam hal terjadinya pelanggaran, tidak jelas norma hukum mana yang harus diterapkan. "Mengingat norma tentang pelanggaran dan atau sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang yang menjadi muatan RUU Cipta Kerja tersebut beberapa diantaranya tidak direvisi dan atau dicabut," tutupnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya