Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Seluruh Fraksi DPR-RI Setujui RUU APBN 2020

Putra Ananda
22/8/2019 17:01
Seluruh Fraksi DPR-RI Setujui RUU APBN 2020
Suasana Rapat Paripurna Masa Sidang I Periode 2019-2020 membahas pandangan fraksi soal RUU APBN Tahun 2020 beserta nota keuangannya.(MI/MOHAMAD IRFAN)

SEPULUH fraksi yang ada di DPR-RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABPN) tahun 2020. 

Hal ini disampaikan dalam rapat paripurna pembahasan RUU APBN 2020 beserta Nota Keuangan dalam masa persidangan 1 tahun 2019-2020 dengan agenda penyampaian pandangan para fraksi yang berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).

"Fraksi Demokrat menyetuji RUU APBN 2020 beserta Nota Keuangannnya untuk dibahas lebih lanjut menjadi UU," tutur anggota DPR-RI dari Partai Demokrat Muhammad Afzal Mahfuz saat menyampaikan pandangannya mengenai RUU APBN 2020 dari pemerintah.

Dalam RUU APBN 2020, pemerintah sendiri telah menetapkan penerimaan negara pada 2020 sebesar Rp2.221,5 triliun. Angka itu terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.861,8 triliun, penerimaan bukan pajak Rp359.3 triliun dan penerimaan hibah Rp500 miliar.

Sementara, untuk belanja negara ditetapkan sebesar Rp2.528,8 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.670 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp858,8 triliun.

Dengan begitu terdapat defisit anggaran di 2020 sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu turun dibanding APBN 2019 yang defisitnya mencapai Rp310,8 triliun.

Melihat hal tersebut, Fraksi Demokrat memberikan catatan bahwa pemerintah diharapkan mampu mempertahankan kemudahan proses investasi permodalan. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk melakukan penghematan belanja dengan mengefektifkan penyaluran subsidi dan bantuan sosial yang tepat sasaran.

Selain Demokrat, Fraksi PAN yang diwakili oleh Abdul Hakam Naja juga memberikan catatan terhadap RUU APBN 2020 dan Nota Keuangan yang telah diserahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang tahunan MPR. Dalam pandangannya Fraksi PAN menilai pemerintah harus bisa meningkatkan angka ekspor untuk menahan laju tingginya angka impor.

"Pertumbuhan impor bahan konsumsi sebesar 2018 tumbuh hingga 22% dan impor bahan modal naik 19,5%. Dengan meningkatnya angka impor tersebut pemerintah harus serius memperbaiki sektor industri sehingga dapat mensubstitusi kebutuhan mengenai bahan baku," tutur Abdul.

Baca juga: Pemerintah Dinilai Konservatif dalam RAPBN 2020

PAN juga memberikan kritik terhadap target pertumbuhan ekonomi 2020 yang ditetapkan sebesar 5,3%. PAN mencermati target tersebut terlalu besar dan sulit tercapai di 2020. Perlu komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi hingga 5,3%.

"Pemerintah harus punya komitmen yang kuat. Sebab berkaca pada realisasi 2015 yang tidak pernah capai target APBN, pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,17%. Untuk itu pemerintah perlu memberikan stimulus belanja konsumsi rumah tangga," tutur Abdul.

Sementara itu, Fraksi PKS memberikan catatan kekhawatiran stagnannya pertumbuhan ekonomi karena rendahanya daya beli masyarakat. PKS juga mengkritisi target penerimaan perpajakan negara tahun 2020 senilai Rp1.861 triliun yang dinilai sulit tercapai karena pemerintah belum serius menangani pendapatan pajak negara.

"Pemerintah dinilai akan kesulitan mengejar target penerimaan perpajakan 2020, harus segera mendorong tax ratio," tutur perwakilan fraksi PKS Andi Akmal Pasluddin.

Sementara itu, menanggapi pandangan dan catatan-catatan anggota dewan terkait RUU APBN 2020 dan Nota Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan bahwa pemerintah saat ini terus memerhatikan kegiatan ekonomi khususnya terkait penerimaan negara dalam bentuk pajak. Sri Mulyani menuturkan pemerintah terus melakukan terobosan-terobosan untuk meningkatkan penerimaan pajak negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani (Dok Media Indonesia/Susanto)

"Karena kalau ekonominya sedang lemah seperti yang sekarang ini terjadi dengan harga komoditas yang menurun ya memang pembayaran pajak oleh para perusahaan-perusahaan yang selama ini sebagai wajib pajak menurun. Namun kita coba terus tingkatkan ekstensifikasinya," ungkap Sri Mulyani. (A-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya