Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Dilema soal Pertumbuhan Ekonomi akan Dihadapi Presiden Terpilih

Nur Aivanni
11/4/2019 19:59
Dilema soal Pertumbuhan Ekonomi akan Dihadapi Presiden Terpilih
Peneliti INDEF M. Nawir Messi(MI/Lina Herlina)

EKONOM senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) M Nawir Messi mengatakan, siapapun yang akan memimpin pemerintahan Indonesia nantinya akan dihadapkan pada dilema mengenai pertumbuhan ekonomi.

"Dilema, pertumbuhan tinggi versus rendah. Kenapa itu menjadi isu besar? Karena ketika kondisi pertumbuhan tinggi, pasti diikuti impor yang bengkak dan diikuti current account deficit dan akan berpengaruh ke nilai tukar (Rupiah)," kata Nawir dalam diskusi, di Jakarta, Kamis (11/4).

Sementara, sambungnya, kalau pertumbuhan ekonomi rendah, itu akan berdampak pada tingkat pengangguran.

"Siapapun rezim yang akan menyetir perekonomian Indonesia tahun ini dan tahun depan, itu pasti akan dihadapkan pada dilema pertumbuhan," katanya.

Oleh karena itu, menurut Nawir, Indonesia butuh pemimpin yang mengetahui kapan saatnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kapan harus menahannya. "Dibutuhkan supir kapan harus ngerem, kapan harus ngegas," katanya.

Baca juga : Faisal Basri: Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang Kamu Dustakan

Secara terpisah, Ekonom Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan bahwa Indonesia memiliki kelemahan di industri penghasil input untuk industri.

"Kalau dia tumbuh cepat, maka industri hilirnya membutuhkan impor yang tinggi. Kalau tumbuhnya tinggi, itu impornya meningkat sehingga terjadi current account deficit (CAD)," kata dia.

Karena itu, menurut dia, ekonomi Indonesia masih belum bisa tumbuh ke angka 6,5% atau 7% lantaran itu bisa menyebabkan CAD membengkak. Itu kemudian berdampak pada jebolnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. "Kita ngga bisa terlalu cepat," katanya.

Namun, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi yang berjalan terlalu pelan pun tidak bagus. Pasalnya, itu akan menyebabkan sulitnya penciptaan lapangan kerja.

"Sebab kesempatan kerja butuh pertumbuhan dunia usaha," ucapnya.

Maka itu, ia lebih memilih pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan agak pelan-pelan tapi berkelanjutan.

"Kalau saya mending alon-alon asal kelakon. 5,1%, 5,2%, 5,3%, yang penting pertumbuhan berkelanjutan," kata dia.

Pertumbuhan ekonomi yang saat ini berada di kisaran 5%, menurut Ari, itu sudah on the track.

"Itu pertumbuhan on the track. Itu yang disebut optimal growth. Apa bisa 6% bisa sekarang? Belum bisa. Kata (pertumbuhan) stagnan itu sebenarnya ngga ada, yang ada optimal," pungkasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya