Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Menguak Denominasi Perempuan Sebagai Hantu

Devi Harahap
16/7/2023 16:17
 Menguak Denominasi Perempuan Sebagai Hantu
Para pemain dan sutaradara pertunjkan teater Ariyah dari Jembatan Ancol.(MI/Devi Harahap)

Berbagai sinema atau film horor di Indonesia seringkali menampilkan dan menempatkan citra perempuan secara dominan sebagai sosok yang negatif sebagai hantu.

Terlepas dari aspek narasi dan sinematografinya, hal ini menunjukkan bahwa perempuan masih menjadi unsur dominan dalam ketakutan yang dihadirkan oleh produksi tontonan bergenre horor.

Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation berusaha merekonstruksi peran perempuan dalam tontonan horror melalui pertunjukan teater produksi ke-63 bertajuk Ariyah dari Jembatan Ancol.

Pertunjukan yang terinspirasi dari berbagai versi urban legend yang berkembang tentang sosok Si Manis Jembatan Ancol itu akan dipentaskan pada 27-28 Juli 2023 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM).

Dalam pementasan teater ini, Happy Salma dan Pradetya Novitri bertindak sebagai produser, Joned Suryatmoko dan Heliana Sinaga sebagai sutradara, serta Kurnia Effendi sebagai penulis naskah.

Sementara itu, Titimangsa mengangkat sejumlah aktor dan aktris kenamaan Indonesia untuk menjadi para pemainnya. Aktris Chelsea Islan didapuk menjadi pemeran utama sebagai Ariyah.

Ada pula aktor dan aktris pendukung yang terlibat dalam pementasan antara lain Mikha Tambayong, Ario Bayu, Gusty Pratama, Rahayu Saraswati,  Ririn Ekawati, Lucky Moniaga, Derry Oktami dan Sarah Tjia.  

Happy Salma menyatakan ide dan gagasan teater Ariyah dari Jembatan Ancol ini bermula dari riset tentang hantu-hantu di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan legenda urban.

“Ini pertunjukan yang berani dan kritis. Dua tahun lalu kami melakukan penelitian terhadap hantu di Indonesia, khususnya urban legend,” saat dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/7).

Lebih lanjut Happy ungkapkan lewat kajian-kajian yang telah berlangsung selama dua tahun tersebut, timnya menemukan bahwa ada jenis hantu di setiap daerah itu berbeda dan berkaitan dengan tradisi serta masalah di tempat tersebut.

“Ada program sandiwara sastra dari Aceh hingga Papua, Kami menemukan benang merah bahwa hantu adalah representasi dari perasaan manusia yang tidak bisa tersampaikan sehingga mereka balas dendam, ada banyak hal lain yang bisa digali di sana,” ungkap Happy.

Meskipun Titimangsa Foundation yang sudah berusia lebih dari satu dekade itu tidak pernah mementaskan pagelaran dengan genre teater horor, namun Happy bersama timnya bersikukuh untuk menghadirkannya ke atas panggung.

“Sesuatu yang di masa lampau dan di masa kini adalah satu frekuensi yang sama hanya saja bentuk dan jaraknya yang berbeda. Dalam kisah ini ada representasi sifat baik dan buruk punya keselarasan. Kami ingin memberikan keanekaragaman dari seni teater tersebut, sehingga membangun cerita dari legenda urban,” katanya.

Sementara itu, Joned Suryatmoko mengungkapkan salah  satu kerumitan dari produksi tater ini adalah banyaknya konsumsi masyarakat mengenai cerita hantu sudah sedemikian banyak, mulai dari cerita tradisional sampai misalnya media populer.

“Pengalaman menonton teater akan mengembalikan opini masyarakat pada refleksi pada cerita hantu itu sendiri, apa itu hantu dan bagaimana pertemuan kita dengan hantu,” jelasnya. Pada produksi Ariya yang penting ini adalah kita akan diberi waktu siapa dan apa sebetulnya hantu di zaman modern ini,” ungkapnya.

Sejalan dengan itu, Kurnia Effendi mengaku cukup tertantang dan merasa kesulitan dalam meramu naskah sebab dirinya harus mencari banyak referensi sejarah dan tradisi lisan Si Manis Jembatan Ancol dalam versi yang beragam.

“Kita memposisikan pertunjukan dari banyak konteks dan fenomena sosial. Di produksi Ariyah, siapa dan apa hantu di zaman modern ini, hal itu yang menjadi catatan dalam proses produksi ini,” jelas sastrawan/pernulis yang akarab disafa Kef ini.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa hantu-hantu perempuan di masa lalu selalu membawa dendam, di dalam kisah munculnya si manis jembatan ancol ini kerap kali dilihat dari sisi negatif saat hantu perempuan membuat celaka laki-laki yang berulah.

“Celaka itu sebetulnya kesalahpahaman karena ada indikasi bahwa si manis hanya ingin menyampaikan pesan karena ketika waktu pergi, si ariyah ini lupa pamit sama ibunya, dari situ kami membuat cerita ini dengan membawa pesan pesan yang berbeda dari urban legend yang awal,” ungkapnya.

Menurut Heliana Sinaga Ariyah dari Jembatan Ancol merupakan pertunjukan yang dilandasi oleh gagasan solidaritas atau persaudaraan sesama perempuan. Teks dan penanggulangannya saling berkelindan sehingg ceritanya lebih dinamis dan intens.

“Kita ingin merekonstruksi kembali cerita-cerita hantu perempuan yang gentayangan, yang di menakut-nakuti dan menjerit-jerit dan teriak-teriak. Kita akan coba merepresentasikan hantu yang berbeda,” ungkapnya.

Sinopsis

Dilansir dari keterangan pers, pementasan ini diawali tahun 1817-an di mana Ariyah, seorang wanita yang menjadi jaminan utang ibunya kepada Juragan Tambas. Namun, ketika mereka tidak bisa membayar utang, Ariyah terpaksa menjadi istri muda si Juragan.

Hal ini mendapat pemberontakan dari kekasihnya Karim yang akhirnya berujung pada tragedi dan kematian keduanya. Mayat Ariyah dibuang dari Jembatan Ancol, sedangkan mayat Karim tidak diketahui keberadaannya.

Ariyah yang tidak pernah merasa dirinya mati akhirnya gentayangan mencari kekasihnya dan merasa tidak merasa tenang karena tak sempat meminta maaf dan berpamitan pada ibunya setelah usulnya menjadi jaminan utang berakhir petaka.

Cerita Ariyah kemudian berlanjut ke masa kini. Di era tahun 2023, arwah Ariyah bertemu Yulia, Yudha, dan Tante Mus yang berusaha menghadapi mafia tanah bernama Bos Mintarjo yang mengancam rumah mereka.

Di masa kini, Ariyah yang gentayangan bertemu bersama dengan Yulia, Yudha, dan Tante Mus yang berusaha menghadapi mafia tanah bernama Bos Mintarjo yang mengancam rumah mereka.

Dalam prosesnya, hubungan masa lalu dan aroma kayu manis menjadi kunci dalam memecahkan misteri yang melibatkan cinta, dendam, dan keberanian. Perjumpaan yang tak kunjung ada, perpisahan dengan orang-orang tercinta dan perasaan bersalah adalah hantu yang sesungguhnya.(M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya