Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
USIA tidak menghalangi Colette Maze untuk terus berkreativitas. Perempuan kelahiran Juni 1914 ini telah bermain piano selama lebih dari satu abad, dan masih menarik ribuan penggemar di media sosial.
Maze yang lahir sebelum pecahnya Perang Dunia I dan ketika salah satu komposer favoritnya, Claude Debussy, masih hidup, berlatih empat jam sehari dan akan merilis album ketujuhnya, "108 Years of Piano".
Dari apartemennya yang menghadap ke sungai Seine di Paris, musikus Prancis ini bergerak dengan hati-hati di antara tiga piano di ruang tamunya. "Aku masih muda," katanya sambil tersenyum.
"Ada orang yang selamanya muda, kagum dengan segalanya, dan kemudian ada orang yang tidak peduli tentang apa pun dan tidak pernah mencintai apa pun, bahkan laki-laki mereka - dapatkah Anda bayangkan?" dia menambahkan.
Maze adalah guru piano hampir sepanjang hidupnya, dan baru setelah berusia 100 tahun dia mulai membangun basis penggemar yang signifikan melalui halaman Facebook-nya.
Banyak yang terinspirasi oleh kesehatannya yang terus baik dan penolakan untuk melepaskan kenikmatan anggur, keju, dan cokelat tradisional Prancis.
"Dia memberi orang kekuatan - itulah mengapa dia sangat sukses," kata putranya, jurnalis Fabrice Maze, menambahkan dengan bangga bahwa ibunya adalah salah satu dari sedikit orang yang merilis lebih dari 100 album.
Maze mengaku masih ingat suara "Big Bertha", meriam besar yang digunakan tentara Jerman selama Perang Dunia I, tetapi sebagian besar ingatannya berkisar pada instrument miliknya.
"Ketika saya masih kecil, saya menderita asma dan ibu saya bermain biola dengan guru piano saya -- itu akan menenangkan saya," katanya.
"Piano adalah hidupku, temanku. Aku perlu merasakannya dan mendengarnya," tambahnya, sebelum membawakan lagu "Reflections in the Water" karya Debussy.
Maze mulai bermain piano pada usia lima tahun, dan meskipun orang tuanya enggan, dia meraih tempat di Ecole Normale de Musique de Paris ,dengan para guru ternama termasuk Alfred Cortot.
Cortot dikenal karena metode mengendurkan semua otot tubuh - yang dipuji Maze karena menyelamatkannya dari radang sendi. Ketika ditanya rahasia lainnya mengapa tetap sehat, Maze berkata "Saya sering menari. Saya perlu merasakan otot, perut, paha, dan lengan saya. Semuanya harus bergerak." (AFP/M-3)
BILA membicarakan hubungan internasional, kita tak boleh melepaskan segala bentuk implementasi dan instrumen yang menyertainya. Festival de Cannes (FDC) milik Prancis ialah contoh.
Festival budaya urban dan street culture dari Prancis, DRP pertamakali hadir di Summarecon Mall Serpong (SMS) Gading Serpong Tangerang, selama 10 hari mulai 26 Juli hingga 4 Agustus 2024.
Dua brand mode Indonesia yang berpartisipasi dan siap memasuki pasar mode internasional, yaitu Enigma dan Senses.
Kue khas Prancis, Choux au Craquelin, memikat pengunjung Brightspot dengan lapisan atas yang renyah berpola retak dan isian choux yang lembut di dalam.
Mengucapkan “bonjour” saat berada di Prancis sangat penting untuk mendapatkan perlakuan baik.
Pada pelabuhan tua Venesia, kudengar ratapan Toreador yang malang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved