Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
Sebuah studi terbaru dari ilmuwan ahli saraf University of North Carolina di Chapel Hill mengungkapkan hubungan antara intensitas seseorang mengecek situs media sosial (Facebook, Instagram, dan Snapchat) dengan perubahan perkembangan otak fungsional pada remaja atau siswa sekolah menengah antara usia 12 dan 15 tahun,
Penelitian yang dipublikasikan secara daring di JAMA Pediatrics itu menemukan bahwa kebiasaan yang selalu memeriksa media sosial pada remaja dapat dikaitkan dengan perubahan kepekaan otak terhadap penghargaan dan hukuman sosial dari orang lain.
Tim menggunakan pemindaian otak yang disebut pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI), mereka menemukan bahwa anak-anak yang terbiasa memeriksa umpan media sosial pada usia sekitar 12 tahun menunjukkan tingkat kepekaan mereka terhadap penghargaan sosial meningkat dari waktu ke waktu.
"Kita tahu bahwa masa remaja adalah salah satu periode paling penting untuk perkembangan otak. Ia mengalami lebih banyak perubahan dalam reorganisasi kedua setelah yang kita lihat pada masa bayi," kata penulis utama studi Eva Telzer, yang merupakan profesor psikologi dan ilmu saraf seperti dilansir dari Jama Network pada Kamis (5/1).
Masa remaja menjadi periode yang penting dan dramatis bagi perkembangan otak manusia, khususnya di daerah otak yang merespons penghargaan sosial. Secara umum penghargaan sosial tidak terbatas pada situs media sosial, bisa berupa umpan balik tatap muka yang positif dari teman sebaya dalam interaksi sehari-hari. Namun, belakangan penghargaan sosial di kalangan anak-anak muda lebih didominasi melalui sosial media.
Penelitian lain menemukan bahwa beberapa remaja hampir selalu menggunakan ponsel, memeriksa media sosial mereka setidaknya setiap hari. Dalam studi yang dilakukan selama tiga tahun, tim Telzer merekrut 169 siswa kelas enam dan tujuh dengan beragam ras, gender dan berasal dar tiga sekolah menengah negeri di pedesaan Carolina Utara.
Para responden melaporkan seberapa sering mereka memeriksa ketiga platform media sosial tersebut, nantinya para peneliti menggunakan informasi ini untuk membuat skala. Hasil akhir menunjukkan ternyata polanya bervariasi mulai dari kurang satu kali sehari atau hingga lebih dari 20 kali sehari. .
Respons yang merupakan pengguna media sosial biasa melaporkan mereka memeriksa umpan media sosial mereka 15 kali atau lebih dalam sehari, sedangkan pengguna sedang memeriksa antara satu dan 14 kali, dan pengguna nonhabitual memeriksa kurang dari sekali sehari.
Kemudian responden menjalani pemindaian otak fMRI. Mereka menerima pemindaian otak penuh tiga kali, kira-kira dengan interval satu tahun. Hasilnya, remaja yang lebih sering memeriksa media sosial menjadi hipersensitif terhadap umpan balik dari teman sebayanya.
"Temuan tidak menangkap besarnya perubahan otak dan tidak jelas apakah perubahan itu bermanfaat atau berbahaya," jelas Telzer.
Peran Orang Tua
Telzer mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa remaja yang tumbuh terus menerus memeriksa media sosial mereka menjadi sangat sensitif terhadap umpan balik teman sebaya. Otak mereka semakin banyak merespons selama bertahun-tahun terhadap umpan balik penghargaan sosial yang mereka antisipasi.
Sekalipun menemukan ada perubahan, penelitian ini belum bisa memprediksi dampaknya bagi masa depan anak-anak. "Ini berpotensi membuat otak menjadi semakin sensitif terhadap umpan balik sosial dan ini bisa berlanjut hingga dewasa," kata Telzer.
Menurutnya, kepekaan sosial dapat bersifat adaptif dan menunjukkan bahwa remaja sedang belajar berhubungan dengan orang lain. Namun, kondisi ini juga dapat menyebabkan kecemasan sosial dan depresi jika kebutuhan sosial tidak terpenuhi.
Para peneliti melihat, perubahan otak pada remaja bisa mempromosikan perilaku media sosial yang kompulsif atau adiktif. Namun, mereka juga mencerminkan adaptasi yang membantu remaja menavigasi dunia digital yang semakin meningkat.
"Kami tidak tahu apakah ini baik atau buruk. Jika otak beradaptasi dengan cara yang memungkinkan remaja menavigasi dan merespons dunia tempat mereka tinggal, itu bisa menjadi hal yang sangat baik," kata Telzer.
Namun, jika itu menjadi kompulsif dan membuat ketagihan serta menghilangkan kemampuan mereka untuk terlibat dalam dunia sosial mereka, hal itu berpotensi menjadi tidak adaptif.
Akan tetapi, orangtua bisa berperan dalam membantu anak remaja mereka dengan memupuk aktivitas yang membawa kegembiraan di luar kegiatan media sosial, misalnya olahraga, seni, atau menjadi sukarelawan.
HASIL survei yang dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) usia pertama kali remaja di wilayah Jabar yang terlibat dalam hubungan seksual kini semakin muda.
Indonesia menempati peringkat kedua kasus TB terbanyak di dunia. Polusi udara dan lingkungan tidak sehat meningkatkan risiko TB, terutama pada remaja.
Pada anak usia dini—yang masih berada pada tahap praoperasional menurut teori Piaget—, konten absurd berisiko mengacaukan pemahaman terhadap realitas.
Grooming adalah tindakan sistematis yang dilakukan pelaku (groomer) untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan kendali atas korban dengan tujuan eksploitasi, sering kali seksual.
TAWUR ialah fenomena kekerasan yang belakangan ini banyak berkembang di kalangan kelompok remaja yang berasal dari sekolah dan wilayah yang berbeda.
Ketua Pengurus Surau Gadang Darus Salikin, Defri menekankan pentingnya mengenalkan Tahun Baru Islam sebagai identitas dan budaya umat Muslim.
Setelah seharian beraktivitas, ada satu langkah penting yang kerap dilupakan: mencuci kaki sebelum tidur.
Sertifikasi AKL merupakan syarat resmi dari Kemenkes untuk menjamin bahwa alat kesehatan yang beredar memenuhi standar keamanan, kualitas, dan kepraktisan.
Banjir tengah melanda berbagai daerah di Indonesia, tidak terkecuali Jabodetabek. Hal itu menimbulkan dampak yang berbahaya bagi masyarakat, khususnya penyebaran penyakit leptospirosis.
Meskipun merupakan sebuah bencana, fenomena banjir tidak jarang dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain air.
Kesehatan disebut sebagai salah satu ujung tombak kemajuan dan kesejahteraan yang kualitasnya harus maksimal untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Semangka bukan hanya buah penyegar di tengah cuaca panas, tapi juga kaya manfaat bagi kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved