Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Ratusan Relawan ikut Aksi Bersih-bersih Sampah di Sungai Tigris

Adiyanto
11/4/2022 09:00
Ratusan Relawan ikut Aksi Bersih-bersih Sampah di Sungai Tigris
Para relawan memunguti sampah di tepi Sungai Tigris, Irak(Sabah ARAR / AFP)

SEKELOMPOK anak muda di Irak tampak sibuk membersihkan sampah yang menyumbat tepian Sungai Tigris. Para relawan itu merupakan bagian dari sebuah proyek lingkungan yang langka di negara itu. Dengan mengenakan sepatu bot dan sarung tangan, mereka memungut sampah, botol air mineral, kaleng bekas minuman, dan kotak styrofoam berlumpur.

Aksi itu adalah bagian dari kampanye aktivis hijau yang disebut Duta Kebersihan. "Ini adalah pertama kalinya daerah ini dibersihkan sejak 2003," teriak seorang pejalan kaki, merujuk konflik bertahun-tahun sejak invasi pimpinan AS menggulingkan diktator Saddam Hussein.

Perang memang telah berakhir tetapi Irak menghadapi ancaman besar lainnya, sejumlah masalah lingkungan, mulai perubahan iklim dan polusi yang merajalela, hingga badai pasir, serta kelangkaan air.

Sekitar 200 relawan yang bekerja di Baghdad itu ingin menjadi bagian dari solusi, membersihkan sampah dari salah satu sungai besar yang melahirkan peradaban kuno Mesopotamia tersebut.

"Saya sedih melihat tepian Sungai Tigris di negara bagian ini," kata seorang sukarelawan berusia 19 tahun, yang hanya menyebutkan nama depannya, Rassel, kepada AFP, Minggu (10/4). "Kami ingin mengubah keadaan ini. Saya ingin membuat kota saya lebih indah," imbuhnya.

Tugas para relawan ini tidak mudah di negara yang masyarakatnya masih sering buang sampah sembarangan. Tepian sungai Tigris yang populer untuk tempat piknik, biasanya dipenuhi sampah, mulai dari kantong plastik sekali pakai hingga ujung pipa bekas shisha sekali pakai, terutama setelah hari libur. "Ada banyak plastik, tas nilon, dan gabus," kata Ali, salah seorang relawan.

Setelah mengumpulan sampah-sampah tersebut, mereka kemudian menyerahkannya ke Dewan Kota Baghdad untuk selanjutnya dibawa ke tempat pembuangan akhir.

Sungai Tigris yang membelah Kota Baghdad adalah salah satu dari dua jalur air utama Irak, bersama dengan Sungai Efrat. Saat ini, kedua sungai itu terancam tercemar. Sungai-sungai atau anak-anak sungainya dibendung di hulu di Turki dan Iran, digunakan secara berlebihan dan dialiri limbah domestik, industri, serta pertanian.

Sampah yang mengalir ke hilir menyumbat bantaran sungai dan lahan basah serta menjadi ancaman bagi satwa liar, baik darat maupun air. “Ketika air bermuara ke teluk, kantong plastik sering tertelan oleh kura-kura dan lumba-lumba, serta menghalangi saluran udara banyak spesies lain, “ kata sebuah surat kabar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Di Irak, yang telah mengalami konflik selama empat dekade dan kekacauan politik dan ekonomi selama bertahun-tahun, pemisahan dan daur ulang sampah belum menjadi prioritas bagi kebanyakan orang. “Negara itu juga kekurangan infrastruktur yang layak untuk pengumpulan dan pembuangan sampah,” kata Azzam Alwash, kepala LSM lingkungan Irak. "Tidak ada tempat pembuangan sampah yang ramah lingkungan dan daur ulang plastik tidak layak secara ekonomi," katanya.  

Polusi udara

Sebagian besar sampah berakhir di tempat pembuangan terbuka di mana ia dibakar, sehingga menimbulkan gumpalan asap tajam ke udara. Ini terjadi di Rawa Mesopotamia selatan Irak, salah satu delta pedalaman terbesar di dunia, yang dinobatkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada 2016, baik karena keanekaragaman hayati dan sejarah kunonya.

Belakangan ini, kebakaran lahan yang kerap terjadi di luar Kota Souq al-Shuyukh, yang merupakan pintu gerbang ke rawa-rawa, telah menghanguskan ribuan ton sampah di bawah langit terbuka, sehingga menyebarkan polusi hingga puluhan kilometer jauhnya.

"Pembakaran sampah secara terbuka adalah sumber polusi udara, dan bahaya sesungguhnya adalah memperpendek hidup orang Irak. Tapi negara tidak punya uang untuk membangun fasilitas daur ulang," kata Alwash.

Lebih buruk lagi adalah polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran -- pembakaran gas yang keluar selama ekstraksi minyak. Limbah beracun ini telah berkontribusi pada peningkatan penyakit pernapasan dan emisi gas rumah kaca, sebuah fenomena yang dikhawatirkan oleh para pakar iklim PBB.

Menteri Lingkungan Hidup Irak Jassem al-Falahi mengakui dalam komentarnya kepada kantor berita resmi INA bahwa gas beracun dari pembakaran sampah memengaruhi kehidupan dan kesehatan masyarakat.

Namun, sejauh ini hanya ada sedikit inisiatif pemerintah untuk mengatasi masalah lingkungan ini, sehingga proyek-proyek seperti pembersihan Sungai Tigris, menjadi salah satu pelopor.

Ali, sang relawan, berharap upaya mereka akan lebih berdampak jangka panjang dengan membantu mengubah sikap dan perilaku masyarakat. "Beberapa orang telah berhenti membuang sampah mereka sembarangan dan beberapa di antara mereka bahkan bergabung dengan kami," ujarnya. (AFP/M-4)

 

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya