Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Produser dan pendiri Miles Films, Mira Lesmana, mengatakan produser harus bisa memanajemen ego dan mengorganisasi kerja kolaboratif kru film.
Bagi produser Mira Lesmana, peran produser bukan sekadar mengucurkan dana dalam produksi film. Tapi, lebih penting lagi produser menjadi orang yang memimpin jalannya produksi film dan bisa memanajemen dari masing-masing divisi kru film.
Produser Mira Lesmana mengatakan dalam sejarah film Indonesia, pada mulanya produser film lebih lekat merujuk pada para pemodal yang mendanai produksi film. Bahkan, ketika ia menempuh pendidikan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), tidak ada jurusan produser, melainkan manajemen produksi.
Menilik dari sejarah tersebut, anggapan produser adalah orang yang mendanai film pun masih melekat. Padahal, bagi Mira peran produser menjadi lebih sentral karena ia adalah orang yang bertindak sebagai nahkoda dalam membuat film.
“Produser adalah orang pertama yang harus ada di produksi film. Dia yang pertama yang memutuskan suatu film harus diproduksi. Ketika menjadi produser film, harus tahu film yang mau dibuat. Termasuk untuk marketnya, mikirin cara mengkomunikasikannya, dan pemasarannya,” kata Mira Lesmana dalam Master Class: Produksi Film yang menjadi rangkaian Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2022, Jumat, (25/2).
Produser film Paranoia itu melanjutkan, keterampilan yang harus dimiliki bagi produser adalah mampu memanajemen ego dari setiap kru yang terlibat. Mulai dari sutradara, sinematografer, aktor, dan kru lain.
“Karena film itu ada berbagai orang di dalamnya, maka produser harus bisa memanajemen ego dari semua orang. Bagaimana caranya memanajemen agar tidak ada yang mengambil alih dengan tujuan dan agenda tertentu, karena agendanya dalam produksi adalah satu: membuat film,” katanya.
Karena film adalah kerja kolaboratif, yang mengumpulkan orang-orang dengan berbagai spektrum atau frekuensi berbeda, produser juga harus terampil dalam membentuk dan mengarahkan itu sehingga menjadi hasil yang indah, alih-alih kekacauan.
“Kedua, juga sudah harus bisa memprediksikan apa yang akan terjadi dan mempersiapkan dengan matang secara panjang untuk mencegah hal buruk terjadi. Sehingga semua yang terlibat tahu apa yang dikerjakan. Intinya adalah memanajemen banyak orang.” (OL-12)
Angga Dwimas Sasongko percaya bahwa cerita bermuatan lokal dan inovasi dengan cerita tersebut adalah kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu peluang perfilman nasional menembus global.
Saat audisi film Tinggal Meninggal, aktor Omara Esteghlal terlihat berbeda dengan kebiasaannya mengemut lemon, yang menurut Kristo Immanuel adalah tingkah laku yang tidak umum.
Kristo Immanuel dan Jessica Tjiu mengusung cerita yang lahir dari keresahan akan realitas sosial yang dibalut unsur komedi getir dan pakem penyutradaraan breaking the fourth wall.
Film Tinggal Meninggal produksi Imajinari tersebut akan tayang d bioskop mulai 14 Agustus.
Memproduksi film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu memberikan tantangan yang signifikan bagi Monty Tiwa.
Rizal Mantovani juga membangun nuansa horor melalui memori kolektif tentang sebuah imajinasi apa yang terjadi ketika sebuah televisi sudah tak menyala lagi di malam hari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved