Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Drama Audio Disarankan Jadi Alternatif Teater Saat Pandemi

Fathurrozak
04/2/2021 07:00
Drama Audio Disarankan Jadi Alternatif Teater Saat Pandemi
Instalasi Blindess di Donmar Warehouse London, Inggris tahun lalu, oleh Simon Stephens yang memanfaatkan kekuatan audio.(Dok. Official London Theater/ Helen Maybanks)

SAMA seperti bioskop dan panggung musik, teater juga menghadapi tantangan berat saat pandemi. Tidak ingin terpuruk, para dramawan Inggris seperti Simon Stephens, Mike Bartlett, Alan Ayckbourn, hingga Adjoa Andoh, kini semakin melirik medium drama audio.

Simon Stephens yang merupakan penulis naskah teater menilai drama audio cocok dengan tradisi teater di Inggris yang menghargai proses mendengarkan di atas segalanya. Ia mengutip Samuel Pepys--penulis yang juga terkenal karena buku hariannya, yang menulis ‘hearing’ in a new play at the Globe, alih-alih Pepys menulisnya dengan kata watching.

Tahun lalu, Stephens telah mengadaptasi novel distopia karya José Saramago Blindness, menjadi sebuah instalasi di Donmar London yang menciptakan keintiman dengan menyampaikan ceritanya melalui headphone binaural. Sistem audio binaural merupakan metode perekaman suara yang menggunakan dua mikrofon, ditata untuk menciptakan sensasi suara stereo 3D untuk pendengar yang benar-benar berada di ruangan. 

Stephens menganggap itu sebagai ‘pembebasan’ untuk membayangkan kembali drama sebagai pengalaman suara daripada pertunjukan teater yang berjarak secara sosial. “Bagi saya, ada sisi teatrikal dalam perjalanan Blindness (dalam masa lockdown), dan kemudian pengalaman luar biasa dari orang asing yang datang untuk mendengarkan bersama. Ada sesuatu yang indah, hampir religius tentang itu,” kata Stephens dikutip dari The Guardian, Rabu, (3/2).

Penulis naskah teater Mike Bartlett juga percaya drama audio sangat cocok dengan zaman saat ini. Pasalnya, hampir kebanyakan orang menikmati segala keintiman personalnya dengan sendirian menonton serial tv atau konferensi video. 

Ia menilai, saat ini juga banyak orang memiliki lebih dari satu headphone. Pada akhir tahun lalu, Bartlett telah memulai proyek audionya dengan menulis Phoenix, drama satir yang terinspirasi oleh politikus Inggris Dominic Cummings. Naskah Phoenix ditulis, direkam, dan diedit dalam waktu 10 hari. Drama audio dapat menawarkan respons cepat untuk masalah saat ini dan membawa konektivitas saat masa isolasi. 


“Secara artistik, ini menawarkan ekspresi yang lebih memuaskan untuk dramawan sekarang. Ini adalah salah satu bentuk drama yang tidak bisa disentuh oleh pandemi, artinya, pandemi tidak bisa menahan para pelaku teater. Anda dapat membuat audio yang utuh, yang akan sama seperti jika kita tidak berada dalam pandemi. Anda tidak boleh berkompromi,” sambung Bartlett. 


Seni Berbeda
Adjoa Andoh, yang sudah terlibat dengan drama audio sejak akhir 80-an dan sudah banyak melatih para aktor untuk posisi ini, mengatakan ada seni yang berbeda dalam drama audio. “Saya selalu mengatakan, mikrofon adalah telinga pendengar, dan yang Anda miliki sebagai aktor hanyalah suara Anda. Drama radio akan sering membutuhkan kecakapan dalam beberapa aksen dan sebagian besar seninya terletak pada memberi nuansa suara,” kata Andoh.

Produser Eksekutif di Ellie Keel Productions, Ellie Keel mengatakan salah jika menganggap antara pertunjukkan teater secara langsung dan drama audio berada di dua sisi yang terpisah. Keduanya justru saling berhubungan dan memiliki interaksi, seperti halnya diagram venn, analogi Ellie. Perusahaan produksi Keel bergabung dengan 45 North untuk membuat serial Written on the Waves, yang terdiri dari delapan drama audio.

“Serial tersebut benar-benar merupakan respons terhadap pandemi. Itu adalah cara yang bagus untuk mempekerjakan banyak orang.” (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya