Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Peneliti Kanker Temukan Organ Baru di Tenggorokan Manusia

Galih Agus Saputra
29/10/2020 13:05
Peneliti Kanker Temukan Organ Baru di Tenggorokan Manusia
Ilusyrasi: Tenggorokan Manusia(Unsplash.com/Nhia Moua)

PARA ilmuwan dari Belanda baru-baru ini dikabarkan telah menemukan organ baru di tenggorokan manusia. Mulanya, mereka tengah memindai kanker pada pasien dan secara tidak sengaja menemukan satu set kelenjar di bagian atas tenggorokan.

Organ baru tersebut kemudian mereka sebut dengan 'kelenjar ludah tubarial'. Para peneliti mengklaim organ itu berfungsi untuk membantu proses lubrikasi di area belakang hidung.

Adapun pemindaian yang dilakukan para peneliti dari the Netherlands Cancer Institute itu sendiri pada dasarnya menggunakan kombinasi metode 'computed tomography (CAT)' dan 'positron emission tomography (PET)'. Mereka menyuntikkan radioaktif pada pasien dan melacak jalur penyebarannya. Para peneliti selanjutnya terkejut ketika pelacak itu menyala di area baru.

"Tiap orang memiliki tiga set kelenjar ludah yang besar, tapi tidak di sana. Sejauh yang kami tahu, satu-satunya kelenjar ludah atau mukosa di nasofaring (salah satu bagian di tenggorokan) berukuran mikroskopis dan mencapai 1.000 tersebar merata di seluruh mukosa. Jadi, bayangkan betapa terkejutnya kami ketika menemukan ini," kata Pakar Radiasi Onkologi dalam penelitian ini, Wouter Vogel seperti dilansir dari Dailymail, Rabu, (28/10).

Kelenjar ludah tubarial panjangnya sekitar 1,5 inci (1,27 cm).  Vogel menambahkan, bentuknya mirip dengan kelenjar ludah utama yang sudah dikenal sebelumnya. Dalam sebuah laporan yang dipublikasikan melalui Radiotherapy and Oncology, mereka juga menyarankan agar area ini dihindari saat melakukan terapi radiasi.

Terapi radiasi biasanya dapat mengganggu kelenjar ludah utama, dimana seorang pasien akan mengalami kesulitan makan, menelan atau berbicara. Menurut Vogel, terapi radiasi juga akan menyebabkan efek samping yang sama pada kelenjar ludah tubarial.

Berangkat dari kurang lebih 700 kasus yang ditemui Vogel bersama seorang ahli bedah, Matthijs H Valstar, mereka mengungkapkan bahwa semakin banyak radiasi yang diterima kelenjar baru ini, maka akan semakin banyak komplikasi yang dihadapi pasien.

"Bagi pasien, secara teknis mungkin perlu untuk menghindari paparan radiasi ke lokasi yang baru ditemukan dari sistem kelenjar ludah ini. Dengan cara yang sama kami juga mencoba menyelamatkan kelenjar yang diketahui. Langkah kami selanjutnya adalah mencari cara terbaik untuk menyelamatkan kelenjar baru ini dan di pasien yang mana," kata Vogel. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik