Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
Laut dalam terancam mengalami pemanasan dengan cepat pada 2050 sekalipun emisi gas rumah kaca mengalami pengurangan dramatis. Kondisi tersebut mengancam kehidupan biota laut.
Suatu studi internasional baru telah menganalisis bagaimana spesies laut dipengaruhi oleh perubahan iklim dengan menggunakan "kecepatan iklim" - - - yang mengukur kecepatan makhlut laut bergerak untuk mencari suhu yang disukai saat laut memanas.
Para peneliti menghitung kecepatan iklim di lautan selama 50 tahun terakhir dan kemudian memproyeksikan bagaimana itu akan berubah pada 2100, menggunakan sejumlah model. Studi ini membandingkan kecepatan iklim di empat zona kedalaman laut dan menilai keanekaragaman hayati yang paling banyak berubah akibat dampak perubahan iklim.
Kecepatan iklim saat ini dua kali lebih cepat di permukaan daripada di laut dalam karena pemanasan lebih cepat. Namun, pada 2100, jika tidak ada yang dilakukan untuk mengurangi emisi secara dramatis, panas juga akan menembus kedalaman yang lebih jauh.
"Ini menunjukkan bahwa sementara mitigasi dapat membatasi ancaman perubahan iklim bagi keanekaragaman hayati di permukaan laut, keanekaragaman hayati laut dalam tetap menghadapi ancaman peningkatan suhu yang tak terhindarkan dalam kecepatan iklim. Itu paling menonjol di mesopelagik (200-1.000 m)," ungkap para peneliti yang melakukan studi tersebut, dikutip dari The Independent.
Mahasiswa doktoral Isaac Brito-Morales, yang memimpin penelitian di University of Queensland Australia, mengatakan bahwa pada kedalaman 200 meter dan 1.000 meter, para peneliti menemukan kecepatan iklim meningkat hingga 11 kali lipat dari laju saat ini.
“Dan dalam putaran yang menarik, tidak hanya kecepatan iklim yang bergerak pada kecepatan yang berbeda di kedalaman yang berbeda di lautan, tetapi juga dalam arah yang berbeda, yang merupakan tantangan besar bagi cara kami merancang kawasan lindung,” katanya. Studi ini dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change pada Senin, (25/5).
Meskipun para peneliti mengatakan bahwa sangat penting untuk mengambil langkah-langkah agresif untuk mengekang emisi, beberapa dampak di laut dalam tidak terhindarkan.
"Tetapi karena ukuran dan kedalaman laut yang sangat besar, pemanasan yang sudah diserap di permukaan laut akan bercampur ke perairan yang lebih dalam. Ini berarti bahwa kehidupan di laut dalam akan menghadapi ancaman yang meningkat dari pemanasan laut hingga akhir abad ini, apa pun tindakan kita sekarang,” kata peneliti senior University of Queensland Profesor Anthony Richardson.
Dia mengatakan bahwa bersamaan dengan mengatasi perubahan iklim, penambangan dasar laut dan penangkapan ikan di dasar laut harus dikontrol secara ketat dengan menciptakan kawasan lindung baru yang besar untuk kehidupan laut pada kedalaman yang lebih besar. (Bus/M-2)
Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca meningkat, anggaran karbon Bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 3 tahun ke depan.
Bagi korporasi, penerapan konsep environmental, social, and governance (ESG) menjadi hal yang semakin penting untuk bisa diimplementasikan.
Tanah tak lagi dipandang sekadar media tanam, tapi sebagai fondasi keberlangsungan hidup dan benteng terakhir ketahanan pangan.
Sebanyak 73% sekolah di Indonesia berada di area rawan banjir.
"Karena Pulau Gag masuk dalam kategori pulau kecil, kegiatan penambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan, serta dilarang sebagaimana Pasal 1 angka 3, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf K,"
TANTANGAN dalam mengatasi dan melakukan mitigasi bencana di dunia saat ini disebut semakin kompleks. Berbagai isu global seperti perubahan iklim hingga tekanan urbanisasi menjadi pemicunya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved