Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pedagang Satwa Liar di Tiongkok Diminta Beralih jadi Petani

Fathurrozak
19/5/2020 19:10
Pedagang Satwa Liar di Tiongkok Diminta Beralih jadi Petani
Pasar daging satwa di Wuhan(Hector RETAMAL / AFP)

PEMERINTAH Tiongkok menawarkan program ambil alih dengan membeli stawa liar kepada para peternak di dua provinsi. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya keras negara itu terhadap perdagangan satwa liar setelah merebaknya virus corona yang berasal dari Wuhan.

Asal-usul pandemi ini memang masih diselidiki, tetapi salah satu sumber yang dicurigai adalah Pasar Grosir Makanan Laut Huanan, di Wuhan, yang dilaporkan menjual lebih dari 30 spesies hewan termasuk anak anjing, serigala hidup, jangkrik emas, kalajengking, dan musang. Tiongkok menutup pasar tersebut pada Januari.

Rencana pengambil alihan satwa liar ini diterbitkan pada akhir minggu lalu. Program ini akan diberlakukan bagi peternak di provinsi Hunan dan Jiangxi, dua daerah tetangga di tenggara negara itu. Mereka akan diberi kompensasi dengan beralih menanam buah, sayuran, tanaman teh, atau jamu untuk pengobatan tradisional Tiongkok. Ada juga opsi untuk membiakkan hewan lain seperti babi dan ayam.

Peternak di Hunan ditawari kompensasi 630 yuan (Rp1.134.137) per ekor landak; 600 yuan (Rp1.251.454) untuk luwak; 75 yuan (Rp156.433) per kilogram tikus bambu, dan 120 yuan (Rp250.294) per kg ular kobra, serta tikus. Setiap angsa liar atau rusa muntjac Tiongkok masing-masing akan dihargai 2.457 yuan (Rp5.125.065).

Pada Februari lalu, Tiongkok mengeluarkan larangan nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya pada semua perdagangan dan konsumsi hewan liar darat, termasuk spesies eksotik yang dipelihara di peternakan. Pembelian awal mencakup 14 spesies satwa liar yang diternakkan dan hanya peternakan yang beroperasi secara legal dengan izin berkembang biak sebelum larangan Februari, yang memenuhi syarat untuk program ini.

LA Times melaporkan, pada laporan industri tahun 2017 oleh Akademi Teknik Tiongkok, perdagangan satwa liar di Tiongkok bernilai US$73 milyar dan mempekerjakan lebih dari 14 juta orang.

“Subsidi untuk transisi ke mata pencaharian alternatif di provinsi-provinsi ini harus diikuti oleh provinsi dan negara lain sekarang,” kata spesialis kebijakan Tiongkok untuk Humane Society International (HSI) Dr Peter Li, dikutip dari The Independent.

“Para petani Tiongkok tidak hanya memiliki kesempatan untuk meninggalkan perdagangan yang menimbulkan ancaman langsung terhadap kesehatan manusia, tetapi juga untuk transisi ke mata pencaharian yang lebih manusiawi dan berkelanjutan, seperti menanam makanan nabati populer dalam masakan Tiongkok. Ini adalah model untuk perubahan yang telah dipraktikkan oleh Humane Society International,” sambung Dr Li. (M-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya