Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Hati-hati, Virus Korona Kemungkinan bisa Menyerang Otak

Adiyanto
18/4/2020 09:25
Hati-hati, Virus Korona Kemungkinan bisa Menyerang Otak
Dokter sedang menangani pasien covid-19 di sebuah rumah sakit di Brasil.(Silvio AVILA / AFP)

SELAIN demam, batuk, dan sesak napas, beberapa pasien yang terinfeksi covid-19 di Rumah Sakit di New York, tampak sangat bingung sampai-sampai tidak tahu di mana mereka berada atau tahun berapa mereka hidup saat ini.

Kadang-kadang gejala ini berhubungan dengan kadar oksigen yang rendah dalam darah mereka, tetapi pada pasien tertentu terlihat sangat kebingungan dan khawatir bagaimana nasib paru-paru mereka.

Melihat gejala yang dialami sejumlah pasien ini, Jennifer Frontera, seorang ahli saraf di rumah sakit NYU Langone Brooklyn mengatakan temuan itu meningkatkan kekhawatiran tentang dampak virus korona pada otak dan sistem saraf.

Saat ini, sebagian besar orang telah mengetahui bahwa penyakit  yang telah menginfeksi lebih dari 2,2 juta orang di seluruh dunia ini, umumnya menyerang sistem pernapasan. Tetapi, tanda-tanda yang lebih tidak umum, muncul dalam laporan terbaru.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association, pekan lalu, misalnya, menemukan 36,4 % dari 214 pasien di Tiongkok memiliki gejala neurologis, mulai dari kehilangan kemampuan mencium bau dan nyeri saraf, hingga kejang dan stroke.

Sebuah makalah di New England Journal of Medicine pekan ini  mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap 58 pasien di Strasbourg, Prancis, bahwa lebih dari setengah pasien merasa bingung atau gelisah, dengan pencitraan otak yang menunjukkan peradangan.

"Anda telah mendengar bahwa ini adalah masalah pernapasan, tetapi juga memengaruhi apa yang sangat kita pedulikan, otak," kata Andrew Josephson, ketua departemen neurologi di University of California, San Francisco kepada AFP.

Menurut Andrew, jika kita merasa bingung atau tiba-tiba kesulitan dalam berpikir, itu saatnya untuk memeriksakan diri secara medis. “ungkapan sebelumnya 'Jangan datang (ke Rumah Sakit) kecuali kamu kesulitan bernapas,' mungkin tidak berlaku lagi," tegasnya.

Virus dan otak

Bagi para ilmuwan, temuan ini tidak sepenuhnya mengejutkan karena ini juga terlihat pada sejumlah virus, termasuk HIV, yang dapat menyebabkan penurunan kognitif pengidapnya jika tidak diobati.

Michel Toledano, seorang ahli saraf di Mayo Clinic di Minnesota mengatakan, virus memengaruhi otak dengan dua cara. Salah satunya adalah dengan memicu respons imun abnormal yang dikenal sebagai badai sitokin, yang menyebabkan peradangan otak atau yang disebut autoimun ensefalitis. Yang kedua adalah infeksi langsung pada otak, yang disebut ensefalitis virus.

Bagaimana ini bisa terjadi?

Otak dilindungi oleh sesuatu yang disebut penghalang darah-otak, yang menghalangi zat asing tetapibukan berarti tidak bisa ditembus. Dari temuan pada sejumlah pasien terinfeksi yang kehilangan kemampuan indera penciuman, beberapa orang berpendapat ini ada kaitannya dengan otak. Namun, dugaan ini belum terbukti. Apalagi, banyak pasien yang mengalami anosmia tidak mengalami gejala neurologis yang parah.

Dalam kasus virus korona, dokter percaya berdasarkan bukti saat ini dampak neurologis lebih cenderung merupakan hasil dari respons imun yang terlalu aktif daripada serangan terhadap otak. Untuk membuktikan adanya serangan terhadap otak, virus harus dideteksi dalam cairan serebrospinal. 

Hal ini pernah dilakukan pada seorang pria Jepang berusia 24 tahun yang kasusnya diterbitkan dalam International Journal of Infectious Disease. Pria itu mengalami kebingungan dan kejang, dan pencitraan menunjukkan otaknya meradang. Tetapi, karena ini adalah satu-satunya kasus yang diketahui sejauh ini, dan tes virus belum divalidasi untuk cairan tulang belakang, para ilmuwan tetap berhati-hati dalam mengambil kesimpulan.

Perlu penelitian lanjutan

Frontera, yang juga seorang profesor di NYU School of Medicine, yang ikut berperan pada proyek penelitian kolaboratif internasional untuk membakukan pengumpulan data, mendokumentasikan kasus-kasus mencolok, termasuk kejang pada pasien covid-19. Mereka pernah menemukan kasus mengejutkan pada pasien pria berusia lima puluhan yang pada salah satu bagian otaknya terlihat rusak, sehingga bisa membuat otaknya rusak permanen.

Para dokter bingung dan ingin mengambil cairan tulang belakangnya untuk sampel. “Namun, hal itu sulit dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator, dan karena kebanyakan meninggal, cedera neurologis sepenuhnya belum diketahui,” kata Frontera.

Tetapi, ahli saraf tetap dipanggil untuk memeriksa sebagian kecil pasien yang bertahan hidup dengan ventilator. "Kami melihat banyak pasien yang datang dalam keadaan kebingungan," kata Rohan Arora, ahli saraf di rumah sakit Long Island, Jewish Forest Hills kepada AFP.

Belum diketahui apakah gangguan (terhadap syaraf) tersebut bersifat jangka panjang. Apalagi ada kemungkinan pasien terlihat bingung karena selama di ICU diberi berbagai macam obat yang cukup keras. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya