Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
AKHIR Juni lalu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil semringah memamerkan alat rapid test terbaru untuk mendeteksi covid-19. Alat itu merupakan hasil buatan Fakultas MIPA Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.
Alat rapid test yang dinamai Deteksi CePAD tersebut diklaim lebih akurat dan lebih murah daripada alat rapid test yang diimpor secara masif saat ini. Pasalnya, CePAD memakai metode deteksi antigen, bukan antibodi.
Koordinator Peneliti Rapid Test Covid-19 Unpad dari Fakultas MIPA Universitas Padjajaran, Muhammad Yusuf, Rabu (1/7), mengatakan alat rapid test berbasis antigen memeriksa bagian protein dari virus korona secara Iangsung dengan durasi 15-20 menit. Perangkat buatan lokal ini diharapkan bisa membantu skrining deteksi covid-19 lebih dini pada masyarakat di kala masih terkendalanya akses atas alat tes PCR di Indonesia. Berikut petikan perbincangan Yusuf dengan Media Indonesia:
Apa latar belakang pengembangan Deteksi CePAD?
CePAD merupakan inovasi Unpad bersama dua mitra industri, PT Pakar Biomedika Indonesia, perusahaan produsen dan distribusi alat rapid test selama lebih dari 10 tahun. Satunya lagi ialah PT Tekad Mandiri Citra, sebuah perusahan farmasi hewan.
Keduanya sama-sama tertarik mengembangkan alat rapid test untuk bisa mendeteksi penyakit, baik penyakit pada manusia maupun hewan.
Kami sudah sekitar tiga tahun terakhir ini mengembangkan alat rapid test untuk menguji penyakit infeksi virus cikungunya dan sejak tahun lalu, mendeteksi antigen virus infl uenza (flu burung).
Lalu, beralih ke antigen untuk covid-19?
Itu karena tadinya di Unpad, khususnya di pusat riset kami, bidangnya di science protein. Karena itu, kami bisa mengembangkan fragmen antibodi atau molekul yang bisa menangkap patogen (mikroorganisme parasit). Dari awal, kami memang mengembangkan alat rapid test antigen untuk penyakit-penyakit lain. Namun, pada Desember 2019, penyebaran virus korona sudah dimulai, sampai akhirnya di-follow up oleh kita dan lockdown pada Februari.
Ketika lockdown, kampus juga tutup. Dari mitra industri juga ada penyesuaian jadwal produksi segala macam. Jadi, kami pikir dalam kondisi seperti ini, kenapa malah mengerjakan yang lain.
Saya usul waktu itu bagaimana kalau kita mengerjakan antigen untuk covid-19 karena saat itu pendeteksi covid-19 dengan antigen belum tersedia.
Faktor lain, mungkin kurang puas dengan perangkat rapid test impor yang kemarin banyak tersedia?
Bukan berawal dari ketidakpuasan, melainkan karena kami memang sudah lama mengembangkan alat rapid test. Jadi, kami tahu kalau rapid test antibodi juga sebenarnya akurat. Hanya saja, kelihatannya untuk pengecekan covid-19, proses terbentuknya antibodi cukup lambat, jadi tidak bisa digunakan untuk mengetahui penyebab dari orang sakit itu.
Perbedaannya seperti apa?
Misalnya, orang yang dicek dengan alat rapid test antibodi hasilnya positif/reaktif. Itu sebenarnya belum tentu dia masih sakit. Mungkin saja sudah sembuh. Artinya, data reaktif dari deteksi antibodi itu menginformasikan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar virus dan kemudian sudah membentuk antibodi.
Sementara itu, kalau saat pengecekan rapid test antibodi seseorang hasilnya negatif, belum tentu dia belum terinfeksi karena antibodi nya bisa saja belum terbentuk (saat dites). *Menurut kami, pengecekan rapid test antibodi lebih kepada fungsi tracking karena sampelnya lebih mudah, cukup melalui darah.
Akan tetapi, kalau antigen itu prinsipnya ialah mendeteksi/mendiagnosis yang tepat agar mendapat tindakan medis tepat. Kalau orang terdeteksi, misalnya, antigen positif karena SARS-CoV-2 meski obatnya belum ada, dia bisa diarahkan ke tindakan yang seharusnya. Umpama, karantina mandiri, membatasi interaksi dengan orang di rumah, atau disarankan orang yang berinteraksi dengan orang tersebut turut memeriksakan diri.
Yang khawatirnya kalau ada orang yang berisiko karena memiliki penyakit penyerta. Selama ini, diketahui bahwa covid-19 akan lebih berbahaya kalau orang itu memiliki faktor risiko, seperti diabetes, penyakit jantung, dan lain-lain. Harapannya dengan diketahui penyebab sakitnya apa saat menunjukkan gejala sakit, itu akan lebih cepat penanganannya.
Jadi, pengecekan rapid test antigen lebih untuk mencari penyebab sakitnya seseorang, apakah virus atau bakteri dan lainnya?
Iya, karena setiap rapid test antigen itu spesifik. Contohnya, dengan gejala yang mirip, virus apa yang kira-kira sama dengan infl uenza, seperti demam dan batuk, gejala yang sama dengan awal covid-19. Namun, kalau bisa lebih dulu diketahui lewat antigen bahwa memang penyebabnya karena virus ini, kemudian bisa ada tindakan penanganan yang lebih tertarget.
Apakah rapid tes antigen ini metode baru untuk diagnosis?
Mungkin banyak yang baru tahu tentang rapid test. Padahal, rapid test sudah banyak digunakan, misalnya, untuk pengecekan demam berdarah dengue (DBD).
Ketika pasien demam tiga hari, disarankan cek darah. Selain hematologi dasar yang dicek, seperti leukosit dan segala macamnya, juga disarankan uji rapid test yang sering disebut NS1. NS1 ini sebetulnya antigen. Jadi, istilah rapid test antigen ini sebenarnya sudah sering digunakan masyarakat, tetapi orang tidak aware saja.
Pada rapid test antigen DBD, virusnya beredar di darah, jadi sampelnya lewat darah juga. Lewat tes antigen, kita bisa mengetahui penyebab seseorang sudah demam selama tiga hari apakah karena dengue? Akan beda perlakuannya bila demamnya karena bakteri.
Rapid test antigen yang melalui darah ada juga untuk mengecek HIV dan narkotika. Tes antigen bisa ke berbagai hal, tergantung dikembangkan untuk apa. Apalagi, di Indonesia banyak penyakit.
Untuk rapid test antigen, apakah spesimennya sama dengan rapid test antibodi, melalui darah?
Mau antigen atau antibodi, kalau virusnya beredar lewat darah, spesimennya darah. Akan tetapi, pada covid-19, virus masuk melalui saluran pernapasan sehingga kemungkinan virusnya banyak di saluran pernapasan. Oleh karena itu, sampel untuk tes rapid antigen ini melalui swab nasofaring. Kemudian, dari beberapa literatur, jumlah virus SARS-CoV-2 paling banyak justru di air liur. Maka itu, kami juga sedang mengembangkan deteksi melalui air liur.
Karena spesimen berbeda, belum tentu alatnya akan bekerja dengan sama baiknya. Komponen air liur berbeda dengan komponen mukosa (selaput lendir) yang diambil dari nasofaring.
Apa rapid test antigen ini seperti tes prakondisi, sebelum orang yang terjangkit virus covid- 19 sampai pada tes swab PCR?
Idealnya, kalau tes PCR di Indonesia itu sudah bisa mengover seluruh kebutuhan diagnosis, ya kita tidak perlu mencari cara lain untuk mendeteksi karena standar pemeriksaan covid-19 melalui PCR.
Masalahnya, di Indonesia, tes PCR itu bukan hanya harga yang lebih mahal, prosesnya juga cukup panjang karena menggunakan banyak reagen (pereaksi kimia). Reagen itu semuanya masih impor.
Kondisi pandemi seperti ini, seluruh negara akan berebutan reagen PCR ini. Lain kondisinya kalau Indonesia bisa produksi reagen sendiri. Jadi, rapid test antigen bisa dikatakan sebagai pilihan. Prinsipnya sama-sama deteksi antigen. Rapid test antigen ini yang dideteksi ialah partikel atau benda virusnya itu sendiri.
Kalau tes PCR, yang dideteksi ialah material genetik yang ada di dalam virus. Makanya, deteksi PCR itu perlu ada proses ekstraksi dari virusnya untuk mengeluarkan material genetik berupa RNA.
Tingkat akurasi rapid test antigen ini seperti apa?
Kita perlu akui bahwa tidak ada metode yang sempurna, termasuk PCR sekalipun. Kelebihan utama dari tes PCR ialah pertama, spesifik kalau marker-nya spesifik. Kedua, PCR ini sangat sensitif. Jadi, mau jumlah virusnya sedikit sekalipun karena prinsipnya berdasarkan amplifikasi gen (memperbanyak gen) yang ditemukannya secara spesifik. Karena itu, nanti pasti akan bisa terbaca virusnya.
Kekurangan PCR, termasuk deteksi yang masih memerlukan alat, operatornya harus khusus, panjang tahapannya.
Sementara itu, deteksi rapid test berbasis antigen, kelebihannya dia memenuhi prinsip ASSURED yang direkomendasikan WHO untuk dikembangkan menjadi alat diagnostik yang baik.
Apa itu ASSURED?
ASSURED itu, affordable (murah). Kemudian dobel S-nya itu sensitive dan spesifi c. U untuk user friendly. Memang rapid test antigen ini menggunakan teknik swabing, tetapi tidak perlu orang yang harus ahli mengoperasikan seperti pada PCR.
Lalu R-nya cepat (rapid & robust), hasilnya bisa dalam waktu sekitar 15-20 menit. Lalu, E merujuk pada equipmentfree, jadi tidak perlu alat tambahan lagi. Kalau PCR, selain perlu PCR-nya, juga perlu reagen dan alat instrumen lain, termasuk untuk ekstraksi.
Terakhir, deliverable to end-users. Ini paling penting karena Indonesia sangat luas dan banyak daerah pedalaman. Alat PCR mungkin tersedia di layanan kesehatan pusat kota. Akan tetapi, bicara deteksi di pedalaman akan sulit membawa seluruh peralatannya. Sementara itu, alat rapid test mudah didistribusikan ke seluruh pelosok Indonesia.
Rapid test antigen juga bukan tanpa kelemahan. Dia lemah di sensitivitas karena metodenya kualitatif. Jadi, kita perlu menentukan limit deteksi pada jumlah virus sebanyak apa alat ini bisa memberikan hasil positif. Kalau hitungan skala 10 dan virusnya baru ada di skala satu dan dua, belum akan terdeteksi.
Kami sudah memiliki beberapa data yang menunjukkan dari data sampe protein virus, itu dia sudah bisa mendeteksi.
Apakah alat deteksi rapid antigen ini sudah diuji ke manusia?
Kami sudah dibantu beberapa pihak. Sudah ada yang menghasilkan nilai positif. Akan tetapi, untuk angka akurasi keseluruhan dari sampel lapangan, kami sedang dalam proses validasi.
Jadi, dari proses validasi lapangan itu, sudah ada data yang menunjukkan bahwa ketika seseorang didapatkan positif covid-19 melalui tes PCR, rapid test antigen pun menunjukkan hasil positif.
Belum didapatkan total berapa skala jumlah orangnya?
Karena belum selesai proses validasi lapangan. Alat kami ini statusnya validasi laboratoriumnya sudah selesai. Jadi, kami menggunakan sampel protein virus, itu sudah terdeteksi dengan baik. Namun, kalau sampel lapangan, kami baru mulai sekitar hampir dua minggu. Jadi, kami masih menunggu hasil validasi.
Apa saja hambatannya selama proses ini?
Salah satu hambatannya, kemarin, di Bandung, jumlah kasus positif covid-19 sudah mulai berkurang. Jadi, jumlah yang positif yang didapat untuk validasi rapid test antigen masih terbatas.
Rencananya, kami mau bekerja sama dengan daerah lain di luar Bandung untuk validasi alat ini, misalnya Jawa Timur atau DKI Jakarta. Kami sedang penjajakan.
Bahan baku untuk alat rapid tes antigen apakah dari lokal atau impor?
Masih ada komponen yang harus impor. Pertama, kertasnya karena di industri lokal belum bisa buat. Bahan dasar rapid test itu kertas di dalamnya. Seperti rapid test, dia kalau memberikan sinyal akan berwarna merah.
Warna merah itu karena ada nano partikel emas. Nano partikel emas itu kita sudah bisa buat sendiri. *Untuk sekarang, bisa dibilang kita masih belajar. Namun, kalau tidak dimulai dari sekarang, ya kapan lagi. Harapannya tentunya secara bertahap kita akan bisa memproduksi satu per satu semuanya itu secara lokal, tapi itu perlu waktu.
Sekarang kebutuhannya mendesak. Alat ini bukan seperti yang diimpor langsung semua dalam bentuk jadi yang kita tidak tahu proses validasinya seperti apa. Rapid test antigen ini kita buat sendiri, validasi, dan diupayakan agar alat ini akurat. Khususnya buat rapid test antigen yang belum banyak beredar sebenarnya.
Meskipun sudah ada beberapa produk luar untuk antigen ini, harganya masih sangat mahal. Kalau di rumah sakit, rapid test antigen seharga Rp400 ribu-Rp700 ribu. Sementara itu, alat kita ini sudah dihubungkan oleh mitra industri kami, mudah-mudahan harganya bisa di bawah Rp100 ribu. (M-2)
_________________________
BIODATA
Nama:
Muhammad Yusuf, Ph.D.
Jabatan:
Dosen Senior Senior (III-C) FMIPA Universitas Padjajaran, Jawa Barat
Tempat & Tanggal lahir:
24 Mei 1984
Pendidikan formal:
*2002-2006 S1 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Padjajaran
*2007-2009 S2 Jurusan Biokimia, FMIPA, Universitas Padjajaran
*2010-2015 S3 Jurusan Ilmu Farmasi, Universiti Sains Malaysia
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskanda, Sabtu (21/6) mengatakan Tim Terpadu Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan satu kasus suspek Covid-19.
Peneliti temukan antibodi mini dari llama yang efektif melawan berbagai varian SARS-CoV, termasuk Covid-19.
HASIL swab antigen 11 jemaah Haji yang mengalami sakit pada saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, menunjukkan hasil negatif covid-19
jemaah haji Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala penyakit pascahaji. Terlebih, saat ini ada kenaikan kasus Covid-19.
Untuk mewaspadai penyebaran covid-19, bagi jamaah yang sedang batuk-pilek sejak di Tanah Suci hingga pulang ke Indonesia, jangan lupa pakai masker.
Masyarakat harus selalu waspada serta selalu menjaga pola hidup sehat bersih (PHBS).
Vulvovaginitis yang bergejala keputihan, nyeri, dan gatal amatlah mengganggu. Ketepatan diagnosis menentukan efektivitas pengobatannya.
Testing dan tracer dilakukan untuk Mencegah terjadinya klaster Covid-19 di lingkungan sekolah selama Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Gus Muhaimin mendesak aparat kepolisian dan dinas terkait untuk mengusut temuan ribuan limbah bekas alat tes antigen di sepanjang pantai di Selat Bali.
Akses tes Covid-19 yang cepat dan andal, dan mengurangi penyebaran infeksi seiring semakin banyaknya orang kembali melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari di Indonesia.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) menerapkan tarif baru untuk layanan Rapid Test Antigen di Stasiun dari sebelumnya Rp45.000 menjadi Rp35.000.
Sebanyak 40 orang perawat dikerahkan dalam kegiatan rapid test ini. Uniknya layanan rapid test ini dilangsungkan dengan mekanisme drive thru atau tetap berada di kendaraan (mobil atau motor).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved