Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
TELESKOP canggih baru yang berada di Cile resmi merilis citra perdananya. Foto yang menunjukkan kemampuannya yang luar biasa dalam mengamati kedalaman tergelap alam semesta.
Salah satu gambar menampilkan awan gas dan debu berwarna-warni yang berputar di wilayah pembentukan bintang, sekitar 9.000 tahun cahaya dari Bumi. Teleskop tersebut adalah bagian dari Observatorium Vera C. Rubin, yang kini menjadi rumah bagi kamera digital paling kuat di dunia dan diprediksi akan merevolusi pemahaman manusia tentang alam semesta.
Para ilmuwan yakin, jika memang ada Planet Kesembilan di tata surya kita, teleskop ini akan menemukannya dalam tahun pertama pengamatan.
Selain itu, teleskop ini mampu mendeteksi asteroid berbahaya yang berpotensi mengancam Bumi, memetakan Bima Sakti, hingga menjawab pertanyaan penting soal materi gelap, substansi misterius yang membentuk mayoritas isi alam semesta.
Dalam konferensi pers hari Senin, tim observatorium mengungkapkan hanya dalam 10 jam, teleskop ini telah mendeteksi 2.104 asteroid baru dan tujuh objek dekat Bumi, Angka yang mencengangkan dibanding survei ruang angkasa lainnya yang biasanya menemukan sekitar 20.000 asteroid dalam setahun.
Momen ini disebut sebagai tonggak bersejarah dalam dunia astronomi, menandai awal dari survei jangka panjang selama 10 tahun yang akan merekam langit malam selatan secara berkala.
“Saya pribadi telah bekerja menuju titik ini selama 25 tahun,” kata Profesor Catherine Heymans, Astronom Kerajaan untuk Skotlandia. Inggris menjadi salah satu mitra utama dalam proyek ini dan akan menampung pusat data untuk mengolah gambar detail yang dikumpulkan.
Teleskop Vera Rubin diperkirakan akan meningkatkan jumlah objek yang diketahui di tata surya hingga 10 kali lipat.
Observatorium ini terletak di puncak Cerro Pachón, Pegunungan Andes, Cile, lokasi yang terkenal sangat tinggi, kering, dan gelap. Menjaga kegelapan adalah prinsip utama di sini. Bahkan, perjalanan naik turun bukit di malam hari dilakukan tanpa lampu sorot terang.
Di dalam observatorium, seluruh sistem dirancang untuk menghindari cahaya yang bisa mengganggu tangkapan sinar bintang, termasuk mematikan LED yang tak perlu. “Cahaya bintang sudah cukup untuk melihat,” kata ilmuwan Elana Urbach.
Salah satu misi besar teleskop ini adalah menelusuri sejarah alam semesta, termasuk mendeteksi galaksi redup dan ledakan supernova yang terjadi miliaran tahun lalu.
Teleskop ini menggunakan desain unik tiga cermin. Cahaya dari langit malam memantul dari cermin utama (berdiameter 8,4 meter), ke cermin kedua (3,4 meter), lalu ke cermin ketiga (4,8 meter), sebelum akhirnya memasuki kamera raksasa.
Kamera ini memiliki resolusi 3.200 megapiksel (sekitar 67 kali lebih tinggi dari iPhone 16 Pro) dan mampu menangkap satu gambar setiap 40 detik selama 8–12 jam setiap malam. Satu gambar saja butuh 400 layar TV Ultra HD untuk ditampilkan penuh.
“Kami akan terus memotret langit malam setiap tiga hari selama 10 tahun,” jelas tim. Proyek ini disebut Legacy Survey of Space and Time (LSST).
Survei ini memiliki empat misi utama:
Kekuatan utama teleskop ini terletak pada konsistensinya—mengamati area langit yang sama berulang kali. Jika terjadi perubahan, sistem akan langsung mengirim peringatan ke ilmuwan di seluruh dunia.
Teleskop ini juga bisa menyelamatkan umat manusia dengan mendeteksi objek yang mendekati Bumi secara tiba-tiba, seperti asteroid YR4 yang sempat dikhawatirkan akan menghantam Bumi awal tahun ini.
“Ini akan menjadi kumpulan data terbesar yang pernah kita miliki untuk memahami galaksi kita,” kata Prof Alis Deason dari Universitas Durham. Ia berharap bisa memperluas jangkauan pengamatan dari 163.000 hingga 1,2 juta tahun cahaya, termasuk memetakan halo bintang dan sisa-sisa galaksi kecil yang nyaris tak terlihat.
Salah satu daya tarik terbesar teleskop ini adalah potensinya untuk akhirnya membuktikan keberadaan Planet Kesembilan—objek misterius yang diduga berada 700 kali lebih jauh dari jarak Bumi ke Matahari.
“Masih akan butuh waktu lama untuk benar-benar memahami semua kemampuan observatorium baru ini,” ujar Prof Heymans. “Tapi saya sangat siap untuk itu.” (BBC/Z-2)
Tim Ilmuan memperkirakan alam semesta terbentuk di dalam sebuah lubang hitam kolosal, yang berada dalam semesta 'induk'.
Fisikawan Nikodem Poplawski mengajukan teori mengejutkan: alam semesta berputar, dan ini bisa menjelaskan melemahnya energi gelap.
Ilmuwan asal Amerika Serikat dan Jepang berpacu mencari jawaban mengapa alam semesta kita ada?
Penelitian terbaru dari Radboud University, Belanda, mengungkap bahwa akhir alam semesta bisa terjadi jauh lebih cepat dari yang selama ini diperkirakan.
Dua temuan astrofisika terbaru telah mengguncang dasar pemahaman kita tentang struktur dan evolusi alam semesta: struktur misterius di luar Bima Sakti serta gelombang kejut raksasa
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved