Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
PARA peneliti menemukan fosil benih tanaman baru, Alasemenia, salah satu contoh benih bersayap dari zaman Devon akhir.
Temuan itu merupakan salah satu contoh paling awal dari benih bersayap, yang memberikan wawasan mengenai asal-usul dan evolusi awal strategi penyebaran angin pada tumbuhan.
Penelitian yang diterbitkan dalam eLife pada Selasa (8/10) itu mengungkapkan fosil benih Alasemenia dari Zaman Devon Akhir, sekitar 360-385 juta tahun yang lalu. Alasemenia adalah benih dengan tiga sayap, lebih adaptif untuk penyebaran angin dibandingkan biji kebetulan satu, dua, atau empat.
Baca juga : Bintang Laut Bisa Putus dan Tumbuhkan Kaki Sendiri, Kok Bisa? Berikut Penjelasannya
Penyebaran angin pada benih tanaman merupakan mekanisme alami yang memungkinkan tanaman menyebarkan benihnya melalui udara ke area baru. Ini membantu mengurangi persaingan untuk mendapatkan sumber daya, sehingga meningkatkan peluang tanaman untuk bertahan hidup.
Contoh strategi penyebaran angin meliputi tumbleweed, parasut seperti dandelion dan milkweed, serta benih bersayap seperti pohon maple, yang sering disebut benih 'helikopter'.
Benih tanaman yang diketahui berasal dari zaman Devon akhir.
Baca juga : Ubur-Ubur Sisir yang Menyatu: Penemuan Menakjubkan tentang Fusi Hewan dan Sistem Saraf yang Berbagi
Deming Wang, seorang profesor di Laboratorium Utama Sabuk Orogenik, Beijing, Tiongkok mengatakan, bahwa benih bersayap tersebut merupakan periode yang menandai evolusi penting dalam sejarah tumbuhan.
"Periode ini menandai tonggak evolusi penting dalam sejarah tumbuhan, saat mereka beralih dari reproduksi berbasis spora, seperti pada tumbuhan paku dan lumut, ke reproduksi berbasis biji," jelas Deming Wang dikutip dari science daily.
Ia menambahkan, sekarang ini sedikit orang yang mengetahui tentang penyebaran angin dalam benih karena sebagian besar fosil tidak memiliki sayap dan biasanya dikelilingi oleh kapsul pelindung.
Baca juga : Peneliti BRIN Ungkap Lima Kelompok Keong Darat untuk Obat Herbal
Untuk lebih memahami mekanisme penyebaran angin awal, Wang dan rekannya mempelajari beberapa fosil benih dari Akhir Devon, yang bersumber dari tambang Jianchuan di Kota Xinhang, Provinsi Anhui, Tiongkok.
Mereka pertama-tama mendeskripsikan karakteristik Alasemenia dengan menganalisis sampel fosil secara cermat, termasuk membuat irisan untuk melihat struktur internal benih. Dari langkah tersebut, mereka menemukan biji Alasemenia panjangnya sekitar 25-33 mm dan jelas tidak memiliki cupula, tidak seperti kebanyakan biji lain pada masa itu.
Faktanya, ini adalah salah satu catatan tertua yang diketahui tentang benih tanpa cupula, 40 juta tahun lebih awal dari yang diyakini sebelumnya. Setiap biji ditutupi oleh lapisan integumen, atau kulit biji, yang menyebar ke luar membentuk tiga lobus seperti sayap. Sayap-sayap ini meruncing ke ujung dan melengkung ke luar, menciptakan struktur lebar dan pipih yang akan membantu benih menangkap angin.
Baca juga : Teliti Limbah Cair Industri Sawit Mahasiswa Doktoral UGM Raih Grant 400.000 Yen
Tim tersebut kemudian membandingkan Alasemenia dengan biji bersayap lain yang diketahui dari Devon Akhir, yaitu Warstenia dan Guazia. Kedua biji ini memiliki empat sayap. Guazia lebar dan datar, sedangkan Warstenia pendek dan lurus.
Mereka melakukan analisis matematika kuantitatif untuk menentukan benih mana yang memiliki penyebaran angin paling efektif.
Mereka melakukan analisis matematika kuantitatif untuk menentukan benih mana yang memiliki penyebaran angin paling efektif.
Hal ini menunjukkan bahwa memiliki jumlah sayap ganjil, seperti pada Alasemenia , memberikan tingkat putaran yang lebih stabil dan tinggi saat benih turun dari cabangnya, yang memungkinkan mereka menangkap angin lebih efektif dan karenanya menyebar lebih jauh dari tanaman induk.
Salah seorang penulis dari penelitian tersebut, menegaskan, penemuan ini dapat menambah wawasan tentang asal-usul strategi penyebaran angin.
"Penemuan Alasemenia menambah pengetahuan kita tentang asal usul strategi penyebaran angin pada tumbuhan darat awal," ungkpa penulis senior Pu Huang, asisten peneliti di Institut Geologi dan Paleontologi Nanjing, Tiongkok dikutip dari science daily.
Deming Wang mengatakan, penelitian tersebut dapat disimpulkan, benih bersayap itu berasal dari zaman Devon akhir
"Dikombinasikan dengan pengetahuan kita sebelumnya tentang Guazia dan Warsteinia , kami menyimpulkan bahwa benih bersayap sebagai hasil dari pertumbuhan integumen muncul sebagai bentuk pertama strategi penyebaran angin selama Akhir Devon, sebelum metode lain seperti parasut atau bulu. Benih bersayap tiga yang terlihat di Alasemenia selama Akhir Devon kemudian diikuti oleh benih bersayap dua selama periode Karbon, dan kemudian benih bersayap tunggal selama Permian," imbuh Wang. (Z-3)
TIM peneliti asal Korea Selatan berhasil menciptakan inovasi baru pengalihan molekuler yang bisa membalikkan transisi sel kanker menjadi tidak ganas.
Vitamin D kerap diasosiasikan sebagai suplemen yang mampu memperlambat penuaan. Vitamin D memang penting untuk membangun otot dan tulang.
Penelitian ini berawal dari kearifan lokal masyarakat Jawa yang telah lama memanfaatkan sarang tawon angkut-angkut untuk menyembuhkan luka, terutama pada bekas khitan.
Perpanjangan kerja sama ini merupakan tonggak penting hubungan dan kolaborasi kedua perguruan tinggi yang telah berjalan selama 10 tahun.
Para peneliti dari Vesuvius Challenge berhasil menguraikan gulungan naskah PHerc. 172 yang terkubur akibat letusan Gunung Vesuvius, mengungkap judul dan penulisnya.
Jika kita menyeduh kopi, butiran kopi bubuk akan terekspos air panas. Air panas ini akan mengekstraksi komponen yang dikandung kopi seperti aroma, minyak, dan bagian lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved