Jumat 23 Desember 2022, 13:59 WIB

Kilas Balik Sepanjang 2022 dalam Ruang Iklan Digital

Mediaindonesia.com | Teknologi
Kilas Balik Sepanjang 2022 dalam Ruang Iklan Digital

DOK Pribadi.
Ramneek Chadha.

 

IKLAN digital pertama kali muncul pada 1994. Saat itu AT&T beriklan pada situs web majalah Hot Wired selama 3 bulan. Dengan biaya US$ 30.000, iklan tersebut menghasilkan rasio jumlah Click-Through Rate/CTR sebesar 44%. Sejak saat itu, iklan digital bertumbuh secara eksponensial. Banyak merek (brand) yang bisa menghabiskan lebih dari US$600 miliar untuk iklan digital pada tahun ini saja. 

Iklan itu mulai dari pemasangan spanduk hingga sekarang dikenal sebagai metaverse menandakan bahwa ekosistem digital terus berkembang setiap tahun, sehingga berdampak pada cara kita beriklan. Hal itu pun menghadirkan tantangan tersendiri dan diubah menjadi peluang oleh generasi muda saat ini. Perjalanan 2022 jadi begitu menantang bukan hanya untuk iklan digital, tetapi dunia secara keseluruhan. 

Tren positif itu kemudian menghasilkan sejumlah unicorn baru di pasar global. Di lain sisi, terjadi perang Rusia-Ukraina, lockdown di Tiongkok, hingga perlambatan pada pasar uang kripto juga memberi dampak pada 2022. Bisa dikatakan bahwa tahun ini memiliki naik dan turun tersendiri bagi dunia. 

Meski demikian, pertumbuhan tetap terjadi di tengah kekacauan dunia berkat dorongan dalam mengadopsi merek melalui media pemasaran secara terukur sehingga memiliki dampak yang besar dengan Return on Ad Spend (ROAS) yang positif. Pertumbuhan itu bisa terjadi meski ada dampak dari ekonomi global yang mengalami kemerosotan hingga ekosistem digital menjadi tidak stabil. Menengok pada 2022, COO Xapads Media, Ramneek Chadha, membahas beberapa hal yang patut diperhatikan baik dari sudut pandang ekonomi/industri dan teknologi di ruang iklan digital.

Web 3.0 dan metaverse

Saat Web 3.0 dikonseptualisasikan pada 2014, kemudian mulai diadopsi secara berlanjut pada 2021 menjadikan 2022 sebagai masa cemerlangnya. Banyak istilah baru yang merambah ke domain utama seperti blockchain, desentralisasi, DAO, NFT, dan lain-lain. 

"Kami melihat bahwa sekarang ini terdapat minat pada brand untuk menjalankan komunikasinya dengan mengadopsi platform metaverse yang berorientasi pada pengalaman dibandingkan dengan format iklan spanduk atau video standar. Meski masih dalam tahap awal, menurut kami, adopsi pengguna ke platform tersebut akan meningkat secara eksponensial sehingga memaksa brand untuk menyusun ulang strategi pemasaran digital mereka," jelas Ramneek dalam keterangan tertulis, Jumat (23/12).

Misalnya, merek Gucci dan JP Morgan Chase & Coke yang bereksperimen dengan cara komunikasi berbasis pengalaman pada platform tersebut. Mereka kemudian mendapat hasil yang baik dan membuka jalan bagi brand lain untuk bisa lebih maksimal dengan cara tersebut. 

Dunia tanpa cookie

Iklan digital dan cookie bisa diibaratkan seperti dua tangan dalam satu sarung tangan. Sejak dimulainya pemasaran digital, para brand dan ad-tech platform sangat bergantung pada dua komponen tersebut untuk bisa membangun segmen audiens dan menargetkan ulang pelanggannya. Google menjadi salah satu pihak yang diuntungkan dari hal ini, meskipun kini muncul gagasan untuk menghilangkan cookie pihak ketiga pada akhir 2023. 

"Tanpa data dari pihak pertama atau pihak ketiga yang berbasis pada cookie mengakibatkan brands dan ad-tech platforms kesulitan menargetkan konsumen yang tepat bagi mereka. Hal ini pun muncul sebagai tantangan terbesar pada 2022 saat sebagian besar perusahaan ad-tech berinvestasi besar-besaran untuk mematuhi kebijakan Google. Mereka bersiap untuk masa depan tanpa cookie," imbuhnya.

Multisaluran/omnichannel

Di dunia serbahibrida saat ini, orang-orang hidup secara offline dan online. Oleh sebab itu, penting untuk memahami pengaruh iklan digital pada penjualan secara offline ataupun sebaliknya. Lebih dari itu, penting mengidentifikasi dan menargetkan pengguna yang sama di kedua saluran tersebut sehingga bisa mendapatkan lebih banyak pelanggan dan meraih ROAS yang lebih tinggi. Ini mulai dari brand, pengiklan, dan ad-tech platform banyak berinvestasi untuk mengatasi tantangan ini sepanjang tahun dan menghasilkan beberapa keberhasilan.

Crypto meltdown

"Kami melihat lonjakan pengeluaran untuk iklan digital yang dilakukan oleh bisnis berbasis kripto selama 2021-2022 dan menjadi salah satu pembelanja paling atas iklan digital sepanjang 2022. Namun, dengan pengetatan aturan dari pemerintah dan bank sentral secara global, kami menilai bahwa kripto akan mengalami penurunan pada paruh kedua tahun ini," jelas Ramneek.

Bukan tanpa sebab, kapitalisasi pasar cryptocurrency mengalami penurunan hingga lebih dari 70%. Hal itu kemudian bisa menyebabkan penghentian secara tiba-tiba dalam aktivitas pemasaran oleh perusahaan berbasis kripto. 

Gaming

Ramneek juga melihat dorongan secara eksponensial pada segmen gaming vertical selama pandemi. Banyak yang berpikir bahwa hal ini terjadi karena model kerja hibrida yang diterapkan pada awal pandemi, sehingga akan berubah saat kestabilan tercapai pada tahun-tahun mendatang. Namun, anggapan itu ternyata berlawanan dengan pertumbuhan segmen tersebut yang terus berlanjut hingga 2022. Maklum, perusahaan gim menjadi salah satu pembelanja iklan paling atas pada tahun ini. 

5G & OTT/CTV 

Banyak negara yang melihat implementasi jaringan 5G sepanjang tahun ini karena memiliki kecepatan hingga 20 kali lipat lebih unggul dari jaringan 4G. Walhasil, terjadi lonjakan konsumsi konten secara tiba-tiba di seluruh dunia. Dengan persentase yang jauh lebih tinggi, kini banyak orang yang mengonsumsi konten video melalui platform live streaming, OTT, dan streaming. Kemudian juga sejumlah acara olahraga juga disiarkan melalui platform live streaming mendorong pengguna yang jauh lebih banyak di sana. 

Konsumsi konten-konten video melalui smartphones dan smart-devices akhirnya memicu minat brand ataupun pengiklan untuk menjalankan iklan video melalui platform itu. Oleh sebab itu, ada peningkatan secara eksponensial dalam pembelanjaan iklan pada platform tersebut.  

"Jadi, meski 2022 menjadi tahun yang memiliki beragam dampak bagi ekonomi global tetapi tahun ini turut memberikan banyak nilai tambah bagi ekosistem pemasaran digital. Banyak brands, pengiklan, dan ad-tech platforms yang kini berinvestasi besar-besaran untuk memenuhi standar, khususnya dalam memberikan ROAS yang lebih tinggi bagi brand agar bisa tetap relevan bagi setiap segmen," tandas Ramneek. (OL-14)

Baca Juga

AFP/Josh Edelson.

Meta Tepis Tertinggal dari Pesaingnya dalam AI Generatif

👤Wisnu Arto Subari 🕔Minggu 01 Oktober 2023, 18:45 WIB
Chief Technology Officer Meta dengan cepat menolak pernyataan bahwa perusahaan tersebut tertinggal dari pesaingnya seperti ChatGPT dalam...
Dokpri.

Techmind Conference 2023 akan Bahas Keamanan Siber

👤Media Indonesia 🕔Minggu 01 Oktober 2023, 17:57 WIB
Techmind Conference 2023 menampilkan pembicara praktisi, baik dari komunitas, vendor principal, maupun jajaran IT...
Dok. GAMESEED

Sandiaga Prediksi Industri Gim Terus Berkembang, Dorong Pengembang Lokal di GAMESEED

👤Ghani Nurcahyadi 🕔Minggu 01 Oktober 2023, 17:36 WIB
Indonesia merupakan pasar mobile game terbesar ketiga berdasarkan unduhan Google Play, dengan spending (melalui in-app purchase) mencapai...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya