Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

101 Tahun Chairil Anwar

Sajak Kofe
26/7/2023 22:00
101 Tahun Chairil Anwar
Chairil Anwar (2023)(Ilustrasi: Ahmad Dumyati)

INI malam, kita merayakan hari ulang tahun ke-101 penyair Chairil Anwar. Sebuah hari istimewa sebab namanya telah dikumandangkan sebagai tokoh besar dalam perpuisian Indonesia. Sosok Chairil selalu dikenang harum, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Warisan puisi-puisinya laik tersimpan abadi bersama air, tanah, dan awan hingga 1000 tahun lagi. 

Untuk merayakan hari jadi Chairil yang juga diperingati sebagai Hari Puisi Indonesia, berikut lima puisi lawasnya. Dia tulis pada bulan Juli 1943 ketika berusia 21 tahun. Puisi-puisi Chairil disari dari berbagai sumber. Salah satunya kumpulan puisi Aku Ini Binatang Jalan yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (2016). 

Jangan Kita di Sini Berhenti 

Jangan kita di sini berhenti 
tuaknya tua, sedikit pula 
sedang kita mau berkendi-kendi 
terus, terus dulu…!! 

Ke ruang di mana botol tuak banyak berbaris 
pelayannya kini dilayani gadis-gadis 
o, bibir merah, selokan mati pertama 
o, hidup, kau masih ketawa?? 

24 Juli 1943 


Kita Guyah Lemah 

Kita guyah lemah 
sekali tetak tentu rebah 
segala erang dan jeritan 
kita pendam dalam keseharian 

Mari tegak merentak 
diri-sekeliling kita bentak 
ini malam purnama akan menembus awan. 

22 Juli 1943 

 

Warisan puisi-puisi Chairil selaiknya tersimpan abadi bersama air, tanah, dan awan hingga 1000 tahun lagi! 


Merdeka 

Aku mau bebas dari segala 
merdeka 
juga dari Ida 

Pernah 
aku percaya pada sumpah dan cinta 
menjadi sumsum dan darah 
seharian kukunyah-kumamah 

Sedang meradang 
segala kurenggut 
ikut bayang 

Tapi kini 
hidupku terlalu tenang 
selama tidak antara badai 
kalah menang 

Ah! Jiwa yang menggapai-gapai 
mengapa kalau beranjak dari sini 
kucoba dalam mati. 

14 Juli 1943


Mulutmu Mencubit di Mulutku 

Mulutmu mencubit di mulutku 
menggelegak benci sejenak itu 
mengapa merihmu tak kucekik pula 
ketika halus-perih kau meluka?? 

12 Juli 1943


Selamat Tinggal 

Aku berkaca 
bukan buat ke pesta 

Ini muka penuh luka 
siapa punya? 

Kudengar seru-menderu 
— dalam hatiku? — 
apa hanya angin lalu? 

Lagu lain pula 
menggelepar tengah malam buta 

Ah...!!! 
segala menebal, segala mengental 
segala tak kukenal.... 

Selamat tinggal...!!! 

12 Juli 1943 


Baca juga: Puisi-puisi Agniya Barto
Baca juga: Brodsky dan Cinta Tak Sampai
Baca juga: Chairil Anwar dan Jas Milik Sjahrir

 

 

 

 


Chairil Anwar, penyair Indonesia, lahir di Medan, 26 Juli 1922 dan meninggal di Jakarta, 28 April 1949. Berpendidikan MULO (tidak tamat). Pernah menjadi redaktur Gelanggang (Ruang Kebudayaan Siasat, 1948-49) dan redaktur Gema Suasana (1949). Kumpulan puisinya: Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (bersama Rivai Apin dan Asrul Sani, 1950). Selain menulis puisi, Chairil juga menerjemahkan sejumlah puisi penyair dunia. Di antara terjemahannya: Pulanglah Dia si Anak Hilang (karya Andre Gide, 1948) dan Kena Gempur (karya John Steinbeck, 1951). Puisi-puisi Chairil banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia, termasuk Bahasa Rusia oleh Vilen Sikorsky. Ilustrasi header: Ahmad Dumyati. (SK-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya