Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Hasil Studi, Kebiasaan Menyirih Naikkan Risiko Kanker Mulut

Zubaedah Hanum
12/10/2020 08:05
Hasil Studi, Kebiasaan Menyirih Naikkan Risiko Kanker Mulut
Infografis(MI)

MENYIRIH merupakan salah satu kebiasaan yang kerap dilakukan masyarakat di wilayah Asia Tenggara sejak zaman dulu. Cara ini dipercaya untuk menjaga kesehatan dan menguatkan gigi. Namun, dari hasil studi ditemukan bahwa kebiasaan menyirih dapat memicu risiko kanker dan pra-kanker mulut.

Riset ini sudah dipublikasikan di jurnal internasional Nature Research Journals. Adalah dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Elizabeth Fitriana Sari, drg, SpPM, dan tim yang melakukan studi secara detail mengenai komposisi kimia dari paket menyirih (betel quid) yang kerap digunakan masyarakat Indonesia.

Kandidat Doktor di Melbourne Dental School University of Melbourne, Australia ini melakukan penelitian bersama dengan sejumlah peneliti lainnya, antara lain Grace Puspita Prayogo, Yit Tao Loo, Pangzhen Zhang, Michael John McCullough, dan Nicola Cirillo.

“Telah banyak penelitian yang melakukan investigasi terhadap komponen sirih tersebut. Akan tetapi penelitian secara detail mengenai komposisi kimia dari paket menyirih ini belum ada, terutama paket menyirih dari Indonesia,” ungkap dosen yang akrab disapa Fitri ini seperti dilansir dari laman unpad, Senin (12/10).

Umumnya, terang Fitri, paket sirih mengandung senyawa alkaloids seperti arecoline. Senyawa ini sering dikaitkan sebagai karsinogen atau zat yang dapat menyebabkan penyakit kanker.

Sampel paket menyirih yang digunakan pada umumnya mengandung biji pinang (areca nut of Arecha catechu), daun sirih (betel leaf of Piper betel) atau bunga sirih (betel stem inflorescence of Piper betel), dan kapur (slaked lime).

Dalam risetnya, Fitri meneliti sampel dari 4 daerah yang berbeda di Indonesia, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Papua Barat. Di empat lokasi ini, tradisi menyirih sudah dilakukan secara turun temurun.

Fitri menuturkan, studi dilakukan dengan meneliti secara detail aktivitas anti-oksidan komponen paket sirih melalui tes total phenolic content (TPC), ferric reducing antioxidant power (FRAP), dan radical scavenging activity (DPPH test).

Selain itu, Fitri dan tim mengidentifikasi kadar polyphenolic dan arecoline yang terkandung di hampir semua komponen paket menyirih, seperti pada areca nut (biji pinang), betel leaf (daun sirih) atau betel stem inflorescence (bunga sirih), husk (kulit terluar pinang). Proses identifikasi menggunakan High performance liquid chromatography—Mass Spectrometry (LC–MS).

“Kami juga melihat perubahan komposisi kimianya ketika dalam bentuk campuran pinang, daun sirih atau bunga sirih dan kapur,” tuturnya.

Hasil penelitian menunjukkan, nilai tes TPC, FRAP, dan DPPH terdeteksi tinggi pada semua sampel biji pinang. Biji pinang dari Papua Barat memiliki konsentrasi yang paling tinggi di antara sampel lainnya.

Hasil identifikasi menggunakan LC-MS juga menunjukan bahwa kulit terluar biji pinang (husk) kaya akan berbagai jenis polifenol, termasuk hydroxybenzoic acids, hydroxycinnamic acids, flavanols, flavonols and stilbenes.

Katekin atau catechin dan epicatechin ditemukan sebagai polifenol dengan konsentrasi tertinggi berasal dari biji pinang Papua Barat. Sementara arecoline dapat terdeteksi di semua sampel biji pinang dan paket campuran siri dari 4 daerah.

“Secara signifikan arecoline positif berkorelasi dengan catechin dan epicatechin, serta signifikan negatif berkorelasi dengan  P-hydroxybenzoic acid. Kami juga membuktikan bahwa konsentrasi arecoline berubah secara signifikan ketika biji pinang dalam kondisi dicampur dengan kapur dan daun sirih/bunga sirih,” ujar Fitri.

Derajat kematangan biji pinang juga berhubungan langsung dengan jumlah polifenol dan arecoline. Biji pinang mentah mengandung konsentrasi polifenol dan arecoline yang lebih tinggi dibanding dengan yang matang.

“Anjuran bahwa mengonsumsi biji pinang yang matang dapat menurunkan potensi pengembangan oral submucous fibrosis (salah satu pra-kanker mulut akibat menyirih) dan juga kanker mulut,” kata Fitri.

Singkatnya, hasil studi yang dilakukan Fitri dan tim terkait komposisi kimia dari paket menyirih di Indonesia yang berbeda dapat menginformasikan pengembangan strategi kemo-preventif untuk membedakan perkembangan oral submucous fibrosis.

“Misalnya mengonsumsi biji pinang tipe dewasa, menghindari sekam karena kandungan arecoline-nya yang tinggi, serta tidak menambahkan kapur mati, dapat menurunkan potensi pengembangan oral submucous fibrosis pada pengunyah sirih ,” pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa menyirih berisiko tinggi menyebabkan kanker, terutama di daerah mulut. Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan International Agency for Research on Cancer di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Campuran daun sirih, biji pinang, kapur, dan tembakau bersifat karsinogenik (memicu kanker). Jika dikonsumsi terlalu sering dalam jangka waktu yang panjang, maka memicu kanker mulut, kanker esofagus (kerongkongan), kanker tenggorokan, kanker laring, dan kanker pipi.

Juara pertama
Penelitian ini telah dikompetisikan di tingkat Fakultas di Melbourne Dental School dan mendapatkan penghargaan “Colgate Travel” untuk dikompetisikan kembali pada pertemuan International Association of Dental Research” (IADR)se Asia Pasifik, Australia, dan Selandia Baru yang berlokasi di Brisbane, November 2019 lalu.

“Alhamdulillah, kami memenangkan Juara 1 untuk Senior Category. Dan direncanakan untuk mengikuti kompetisi worldwide untuk Hatton Award di Washington DC pada bulan Maret 2020 mewakili Indonesia dan Australia-New Zealand IADR divisional. Namun, karena pandemi, pertemuan IADR tersebut dibatalkan,” ujarnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah