Headline

Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.

Pejabat Publik Harus Bijak Berkomunikasi kepada Masyarakat

Indrastuti
28/8/2025 09:17
Pejabat Publik Harus Bijak Berkomunikasi kepada Masyarakat
Ilustrasi(Freepik.com)

DI tengah kondisi masyarakat yang kian kritis dan ekonomi tertekan, pejabat publik harus bijak berkomunikasi kepada masyarakat. Pejabat publik seharusnya bisa meredakan gejolak, bukan justru memicu reaksi yang lebih tajam.

Pengamat komunikasi publik Universitas Budi Luhur Haronas Kutanto mencontohkan perubahan kebijakan fiskal khususnya kenaikan PBB-P2 secara signifikan seperti terjadi di Pati, Jawa Tengah, tanpa ada komunikasi publik yang efektif, tetap rentan memicu ketidakpuasan.

“Pernyataan Bupati yang menurut banyak pihak dianggap menantang publik jadi bahan bakar yang memperbesar api protes," ujar Haronas, Rabu (27/8), terkait desakan publik yang menuntut pemakzulan Bupati Pati Sudewo, bahkan sudah masuk agenda pembahasan DPRD Jawa Tengah.

Pejabat publik, lanjut Haronas, seharusnya bisa membangun komunikasi publik yang menyatukan, bukan malah membuat semakin gaduh.

Ia menjelaskan dalam situasi krisis, pendekatan komunikasi efektif membutuhkan tiga hal yakni sikap terbuka, empati terhadap aspirasi masyarakat dan ada keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan.

“Keterbukaan proses pengambilan keputusan penting. Termasuk kapan dan bagaimana perubahan kebijakan dibahas dan keterlibatan publik supaya pemerintah dan rakyat berada dalam ruang dialog, bukan silang kritik dari atas atau dari luar."

"Sebaliknya, pernyataan yang dipandang menantang atau menggelitik hanya menunjukkan pemerintah kehilangan ruang dialog dan ini sinyal buruk bagi kesehatan demokrasi lokal," jelas Haronas.

Ia menegaskan protes adalah bagian dari ekspresi demokratis. Jika pemerintah menghindar, legitimasi moral pemerintahan bakal menurun.

"Jika legitimasi moral rusak, tindakan pemakzulan atau tahapan politik lainnya jadi wajar sebagai salah satu bentuk kontrol sosial," ucapnya.

Dia berpandangan, munculnya wacana pemakzulan terhadap Bupati Pati melalui DPRD menunjukkan mekanisme check and balance demokratis masih hidup.

"Ini bukan sekadar ancaman, tetapi juga wujud kontrol politik yang seharusnya dipandang sebagai tantangan agar pemerintah mendekat ke masyarakat," terangnya.

Untuk itu, tambah Haronas, pejabat publik idealnya memaknai demokrasi dengan dialog dinamis, bukan hanya respons pasif pada tekanan massa.

"Sebuah protes bukan ancaman, melainkan umpan balik yang diperlukan dalam sistem pemerintahan demokratis. Sebaliknya, jika menghindari respons defensif bisa menjadi langkah awal menyelamatkan legitimasi, ruang dialog, dan kepercayaan publik," pungkas dia. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya