Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Presiden Harus Hidupkan Kembali Aturan Pembatasan Remisi Koruptor

Devi Harahap
19/8/2025 15:27
Presiden Harus Hidupkan Kembali Aturan Pembatasan Remisi Koruptor
Mantan Ketua DPR Setya Novanto(Dok.MI)

Pengamat hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho menyayangkan banyaknya terpidana kasus korupsi yang menerima remisi pada momentum HUT Ke-80 RI. 

Hibnu, menilai kebijakan tersebut memicu polemik tajam dan tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi terlebih setelah terpidana kasus KTP-E, Setya Novanto dikabarkan telah menerima program bebas bersyarat. 

“Saya sangat menyayangkan. Artinya, suatu pilihan aturan yang tidak memberikan penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi,” katanya pada hari ini. 

Ia mengakui dari segi regulasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan memang tidak membeda-bedakan hak narapidana sehingga terpidana kasus korupsi sah untuk mendapatkan remisi.

Menurut Hibnu, pemberian remisi adalah hak narapidana namun dari sudut politik hukum pemberantasan korupsi, praktik pemberian remisi terhadap koruptor justru menjadi preseden buruk yang dapat melemahkan penegakan hukum dan menihilkan efek jera.

“Akan tetapi jika dikaitkan dengan upaya pemberantasan korupsi, pemberian remisi kepada koruptor itu menjadi tidak pas, karena kebijakan tersebut melemahkan efek jera dalam pemberantasan korupsi,” tukasnya. 

Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu pun menyinggung bahwa aturan pengetatan remisi untuk koruptor pernah berlaku pada era Presiden SBY melalui PP Nomor 99 Tahun 2012. Namun, aturan itu dicabut pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Namun pada masa pemerintahan Presiden Jokowi (Joko Widodo), PP No.99 tahun 2012 tersebut telah dicabut dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), sehingga pemberian remisi ke koruptor, bandar narkoba, dan terorisme kembali sesuai PP No.32 tahun 1999,” jelasnya.

Hibnu menjelaskan ada perbedaan muatan materi dalam PP No.32 tahun 1999 yang diubah menjadi PP No.99 tahun 2012. Ia menyebut dalam aturan lama, terdapat perbedaan antra pemberian remisi antara napi umum dan napi kasus korupsi sehingga napi kasus korupsi tidak mendapatkan remisi.

Atas dasar itu, Hibnu menjelaskan Undang-Undang Pemasyarakatan yang berlaku saat ini sesuai dengan PP No.32 tahun 1999 tidak membedakan hak narapidana, sehingga semua napi bisa mendapatkan hak remisi.

“Tetapi ini adalah pilihan politik hukum apakah korupsi sebagai kejahatan biasa ataukah korupsi sebagai kejahatan luar biasa,” ujarnya.

Ia pun mendesak pemerintahan Prabowo untuk menunjukkan komitmennya terhadap penegakan hukum sebab korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus ditangani dengan cara yang luar biasa. 

“Jika pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto benar-benar ingin serius memberantas korupsi, aturan pembatasan remisi tersebut sebaiknya dihidupkan kembali,” ungkapnya. (Dev/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya