Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Pengamat Soroti Catatan Penegakan HAM di Awal Pemerintahan Prabowo

Akmal Fauzi
15/8/2025 18:33
Pengamat Soroti Catatan Penegakan HAM di Awal Pemerintahan Prabowo
ilustrasi(MI/Seno)

PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto membuka awal periode dengan sejumlah kebijakan yang dinilai memberi harapan di bidang hak asasi manusia (HAM). Ada pembentukan kementerian khusus urusan HAM, program amnesti massal, hingga janji kebebasan berpendapat tanpa ancaman penangkapan.

Direktur Jakarta Institut, Agung Nugroho, menilai langkah pertama yang patut dicatat adalah lahirnya Kementerian Hak Asasi Manusia dengan Natalius Pigai sebagai menteri. “Ini kayak bikin dapur khusus buat masak resep HAM, supaya nggak cuma numpang di 'menu' kementerian lain,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (15/8).

Kebijakan berikutnya adalah program amnesti yang telah membebaskan 1.178 narapidana, termasuk aktivis politik dan tahanan Papua. Pemerintah menargetkan total 44 ribu orang akan dibebaskan demi rekonsiliasi nasional. Selain itu, ada rencana pemberian grasi bagi napi Papua yang berkomitmen meninggalkan kekerasan dan separatisme.

Namun, di balik langkah positif itu, Agung menilai ada sejumlah catatan yang menimbulkan kekhawatiran. Salah satunya, pernyataan salah satu menteri di pemerintaha Prabowo yang menyebut tragedi Mei 1998 bukan pelanggaran HAM berat, berlawanan dengan temuan Komnas HAM. Belakangan pernyataan itu diralat karena tidak mendengar jelas pertanyaan media terkait peristiwa 1998, sehingga tanggapannya dipahami secara keliru.

“Kalau sejarah dihapus-hapus, rasanya hambar. Bagian pahitnya justru dibuang, padahal penting untuk pelajaran,” kata Agung.

Ia juga menyoroti inkonsistensi antara janji kebebasan berpendapat dengan situasi di lapangan. Masih terjadi pembubaran kegiatan jemaat Ahmadiyah, penghentian diskusi lintas agama, hingga aksi ormas yang menghalangi demonstrasi.

“Ini kayak bilang pintu rumah terbuka, tapi begitu masuk disuruh pulang lagi,” sindir Agung.

Ia juga meyoroti soal Inpres No. 1 Tahun 2025. Pemerintah memangkas anggaran Komnas HAM hingga 46% dan Komisi Yudisial 54%. Sebaliknya, anggaran Polri justru bertambah.

“Ini aneh. Lembaga yang tugasnya ngawasin malah dibatasi, sedangkan yang bisa bertindak represif malah dikasih ‘bensin’ lebih banyak,” kata Agung.

Amnesty International turut mencatat sejumlah pekerjaan rumah pemerintahan ini, mulai dari aksi represif terhadap demonstran dan jurnalis, penggunaan spyware terhadap aktivis, pelanggaran HAM di Papua, hingga lemahnya perlindungan data pribadi.

“Awal periode ini sebenarnya manis. Tapi kalau bumbu pahitnya nggak diolah dengan benar maka cita rasa HAM kita bisa-bisa jadi tawar,” ujarnya. (P-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya