Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

KPK Bidik Pemberi Perintah dalam Kasus Kuota Haji

Rahmatul Fajri
09/8/2025 11:54
KPK Bidik Pemberi Perintah dalam Kasus Kuota Haji
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu(Antara)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik pemberi perintah dan aliran dana dalam kasus kuota haji 2024 di Kementerian Agama. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan pihaknya menyelesaikan penyelidikan kasus tersebut dan perkaranya ada pada tahap penyidikan.

Asep mengatakan dugaan korupsi terkait kuota haji ini terjadi pada 2023 sampai 2024. Namun, belum ada tersangka yang ditetapkan karena surat perintah penyidikannya (sprindik) masih bersifat umum.

Asep menyatakan pihaknya kini mencari tersangka, yakni pemberi perintah dan ke mana aliran saja aliran dana dalam penentuan kuota haji tersebut.

"Potential suspect-nya adalah tentunya ini terkait dengan alur-alur perintah, kemudian juga aliran dana. Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini. Kemudian juga dari aliran dana, siapa pihak-pihak yang menerima aliran dana yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut," kata Asep di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8).

Asep menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, pembagian untuk kuota haji ialah 92% untuk reguler dan 8% untuk khusus. Ketika kuota haji 20 ribu, sekitar 18.400 untuk reguler, 1.600 nya untuk khusus.

Ia mengatakan tambahan 20 ribu kuota merupakan hasil pertemuan atau kunjungan Presiden Republik Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi di mana alasannya adalah permintaan kuota ini karena kuota reguler itu menunggu sampai 15 tahun. Namun, dalam pelaksanaannya kuota haji khusus mendapatkan kuota 10 ribu.

"Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena alasannya adalah untuk memperpendek jarak tunggu atau memperpendek waktu tunggu haji reguler, seharusnya keseluruhan diberikan kepada haji reguler karena alasannya minta itu, bukan alasan untuk meminta untuk tambahan kuota haji khusus. Kalau alasannya itu ya, tapi kalau dikembalikan ke undang-undang ya tadi haji khususnya tetap dapat, tapi jumlahnya hanya 1.600 kuota gitu. Tidak menjadi 10 ribu kuota seperti itu," katanya.

Asep mengatakan KPK telah menemukan peristiwa pidana dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kemenag. Kasus ini masuk dalam kerugian negara.

“Pengenaan Pasal 2 ayat 1 (tentang kerugian negara) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP,” ujar Asep



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya