Divonis 4,5 Tahun Penjara, Ini Perjalanan Kasus Tom Lembong dalam Korupsi Impor Gula

Akmal Fauzi
18/7/2025 18:26
Divonis 4,5 Tahun Penjara, Ini Perjalanan Kasus Tom Lembong dalam Korupsi Impor Gula
Tom lembong(Dok.Antara)

MANTAN Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun enam bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi terkait impor gula.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (18/7).

Tom juga dikenai denda sebesar Rp750 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Putusan vonis Tom Lembong ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta agar Tom dihukum tujuh tahun penjara.

Berikut adalah perjalanan kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong:

Awal Penyidikan Kasus Impor Gula

Kejaksaan Agung secara resmi memulai penyidikan kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada Oktober 2023. Penyelidikan ini mencakup periode 2015 hingga 2020. Dengan terbitnya surat perintah penyidikan, Kejagung menyatakan telah menemukan indikasi adanya tindak pidana dan mulai menelusuri pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa surat perintah tersebut menjadi dasar hukum untuk melakukan langkah-langkah penyidikan secara pro justitia. Ia menegaskan bahwa proses hukum ini telah dimulai jauh sebelum dinamika Pemilu 2024 muncul ke permukaan.

Meski mengungkap awal penyidikan dimulai pada Oktober 2023, Qohar tak merinci kapan penyelidikan awal dimulai sebelum masuk ke tahap penyidikan.

Kantor Kementerian Perdagangan di Geledah

Setelah hampir satu tahun proses penyidikan berjalan dan puluhan saksi diperiksa, Kejagung menggeledah kantor Kementerian Perdagangan di Jakarta Pusat pada 3 Oktober 2024. Penggeledahan ini bertujuan mencari dan menyita dokumen serta barang bukti elektronik yang relevan untuk memperkuat pembuktian perkara.

Direktur Penyidikan Jampidsus saat itu, Kuntadi, menjelaskan bahwa praktik korupsi ini berkaitan dengan upaya pemenuhan stok dan stabilisasi harga gula nasional. Namun, izin impor yang dikeluarkan diduga melanggar hukum.

Izin impor gula kristal mentah, yang seharusnya diberikan kepada BUMN, justru diberikan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang. Hal ini dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang.

Tom Lembong Tersangka dan Ditahan

Pada 29 Oktober 2024, Kejagung menetapkan Thomas Lembong sebagai tersangka. Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menjabat Menteri Perdagangan dengan memberikan izin impor gula kristal mentah kepada swasta untuk diolah menjadi gula konsumsi (gula kristal putih).

Kebijakan itu dinilai bertentangan dengan regulasi yang mengharuskan impor gula untuk konsumsi dilakukan oleh BUMN. Setelah diperiksa sebagai tersangka, Tom Lembong langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

Selain Tom, penyidik juga menetapkan Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), sebagai tersangka. Ia diduga terlibat dalam alur distribusi gula hasil impor tersebut.

Menurut Kejagung, Tom Lembong memberikan izin impor sebesar 105.000 ton gula kristal mentah kepada PT AP. Padahal, sesuai aturan, hanya BUMN yang diperbolehkan mengimpor gula konsumsi. Delapan perusahaan swasta lainnya yang menerima izin hanya memiliki izin industri untuk memproduksi gula rafinasi, bukan gula konsumsi.

Setelah diolah, gula kristal putih tersebut kemudian dijual ke pasar melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp13.000. Ironisnya, tidak ada operasi pasar untuk menstabilkan harga saat itu.

Gugatan Praperadilan Tom Lembong Ditolak

Pada November 2024, Tom Lembong mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menggugat penetapan status tersangkanya. Pihak kuasa hukum menyebut tidak terdapat cukup bukti, dan menyebut bahwa kebijakan impor gula tersebut bersifat administratif, bukan tindak pidana korupsi.

Namun, hakim tunggal menolak permohonan tersebut. Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Kejagung telah melakukan prosedur yang sah dalam menetapkan tersangka. Ia menambahkan bahwa pembuktian materiil akan diuji dalam sidang pokok perkara, bukan melalui praperadilan.

Sidang Perdana

Sidang pertama kasus ini digelar pada 6 Maret 2025. Jaksa penuntut umum mendakwa Tom Lembong dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam dakwaan disebutkan bahwa kebijakan Lembong menguntungkan beberapa korporasi dan merugikan keuangan negara hingga Rp578,1 miliar.

Usai pembacaan dakwaan, tim penasihat hukum Tom Lembong yang dipimpin Ari Yusuf Amir langsung mengajukan eksepsi atau nota keberatan.

Tom Lembong Dituntut 7 Tahun 

Pada 4 Juli 2025, jaksa menuntut Tom Lembong dengan pidana penjara tujuh tahun dan denda Rp750 juta, subsider enam bulan kurungan. Jaksa menyebut bahwa Lembong tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dan tidak menunjukkan penyesalan.

Satu-satunya hal yang meringankan, menurut jaksa, adalah bahwa ia belum pernah dihukum sebelumnya.

Pembelaan Tom

Pada 9 Juli 2025, Tom Lembong bersama tim kuasa hukumnya menyampaikan pembelaan. Mereka membantah seluruh dakwaan dan menyatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk diskresi untuk menjaga stabilitas nasional. Kebijakan itu, menurut Lembong, telah melalui proses koordinasi di tingkat kabinet dan tidak memberikan keuntungan pribadi baginya.

Dalam pembelaannya, Tom juga menyinggung aspek politik. Ia mengatakan bahwa jika setiap kebijakan bisa dipidanakan, maka para pejabat akan ragu membuat keputusan penting dan inovatif demi kepentingan negara.

Beberapa hari kemudian, jaksa memberikan replik, tetap pada tuntutan awal, dan meminta hakim menolak seluruh pembelaan. (P-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya