Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pengamat: Industri Pertahanan Militer Sangat Mahal

Mohamad Farhan Zhuhri
13/6/2025 16:23
Pengamat: Industri Pertahanan Militer Sangat Mahal
Presiden Prabowo Subianto didampingi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kelima kiri) bersama sejumlah delegasi dari Tiongkok meninjau produk alutsista dalam pameran Indo Defence Expo, di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (11/6/2025) .(Antara Foto/Aditya Pradana Putra)

KEMENTERIAN Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia menggelar Indo Defence 2025. Perhelatan tersebut menjadi sorotan penting bagi dunia militer dan industri pertahanan nasional. 

Guru besar dari Universitas Padjajaran (Unpad) sekaligus pengamat militer Muradi mengatakan industri pertahanan militer sangat berbeda dari industri lain. Ia mengatakan, kendati perhelatan tersebut sering dilaksanakan, namun belum tentu bisa meningkatkan industri pertahanan nasional. 

Menurut Muradi, acara ini belum menjamin terjadinya lompatan signifikan dalam pengembangan industri dalam negeri.

“Indo Defence itu bagus secara simbolik. Tapi normatifnya, belum tentu bisa mendorong kemajuan signifikan. Karena akhirnya kembali ke soal siapa yang beli produknya, siapa yang kembangkan teknologinya,” ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (13/6). 

Terdapat tiga tantangan besar yang melekat pada pengembangannya pertama yakni karena bergabung pada anggaran besar. 

"Industri pertahanan tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan negara. Proses produksi dan risetnya menuntut anggaran yang sangat besar dan keberlanjutan jangka panjang," ungkap dia.

Lebih lanjut, butuh transfer teknologi, tidak semua teknologi militer dapat ditiru. Negara yang mengembangkan industri pertahanan harus membeli lisensi, hak produksi, atau melakukan transfer teknologi melalui mekanisme offset, yang tidak selalu mudah dan murah.

Ketiga, industri tersebut merupakan investasi jangka panjang dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk balik modal. "Tanpa dukungan penuh dari negara, banyak negara akhirnya menyerah karena rendahnya keuntungan jangka pendek," bebernya. 

Realitas Industri Dalam Negeri
Muradi juga menyoroti terkait perkembangan PT Pindad. Ia menilai Pindad memiliki kualitas yang bagus, namun pasar industri senjata ringan di dunia sangat kompetitif.

“Senjata seperti pistol di Eropa harganya bisa di bawah 1.000 dolar. Tapi kalau beli dari Pindad, bisa sampai 100 juta rupiah per unit karena akumulasi biaya, termasuk izin, logistik, dan regulasi. Kita belum punya pasar domestik yang besar karena masyarakat sipil tidak bisa beli senjata api,” jelasnya.

Muradi mengatakan perlu pendekatan menyeluruh dari hulu ke hilir. Pertama, terkait dukungan anggaran negara harus hadir dan besar. "Investasi besar dalam research and development dan perlu akuisisi teknologi mutlahir dan harus membuka pasar melalui geopolitk." 

Ia mengatakan, Industri pertahanan adalah industri strategis dan simbol kemandirian bangsa. Namun jalan ke sana tidak murah, tidak cepat, dan tidak sederhana. 

"Diperlukan political will, investasi jangka panjang, dan dukungan penuh dari negara agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tapi juga produsen kekuatan militernya sendiri," pungkasnya. (Far/P-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya