Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KOALISI Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai pemerintah tidak menunjukkan keseriusan menindak pelaku perusak air laut yang membangun pagar laut. Selain belum juga mengungkap pelaku, Kiara menyebut denda yang bakal dikenakan kepada pelaku juga terlalu ringan.
“KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) telah menetapkan denda sebesar Rp18 juta per kilometer, denda pagar laut tersebut jauh lebih ringan dan murah dari pada harga bambu tersebut. Hal seperti inilah yang membuat pelaku perusakan laut, pesisir maupun pulau kecil tidak jera dan tidak menimbulkan efek menakutkan bagi pelaku tersebut serta pelaku lainnya,” ujar Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati melalui keterangannya yang dikutip pada Rabu (29/1).
Dengan asumsi denda Rp18 juta per km dan total panjang pagar laut sekitar 31 km maka total denda yang diminta pemerintah ialah sebesar Rp558 juta. Susan menilai denda itu terpaut jauh di bawah kerugian nelayan seperti yang disampaikan Ombudsman RI, yakni senilai Rp7,7 miliar per bulan.
Hal itu dinilai menggambarkan bahwa pemerintah tidak mampu menindak tegas sekaligus mengungkap pelaku perusak laut, pesisir, dan pulau kecil. Kecilnya denda juga dianggap bakal memberikan kesan bahwa penindakan dilakukan sebatas pada upaya penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari denda yang diberikan.
Sebelumnya, KKP telah mengeluarkan perhitungan denda Rp18 juta per km atas pelanggaran pemagaran laut tersebut. Perhitungan denda tersebut mengacu dan didasarkan pada perhitungan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain ketidakseriusan dan ketidaktegasan Menteri KP dalam mengungkap dan menindak pelaku pemagaran laut, Kiara juga melihat ketidakseriusan dan ketidaktegasan Menteri ATR/BPN dalam mengungkap aktor pelaku baik di tingkat pemerintah desa maupun aktor pelaku di kantor pertanahan Kab. Tangerang yang telah menerbitkan Sertipikat HM (SHM) dan Sertipikat HGB (SHGB) di perairan laut Kab. Tangerang. “Telah terang dan jelas bahwa SHM dan SHGB ini terdapat di Desa Kohod dan diduga melibatkan aparatur desa setempat serta Kantor Pertanahan Tangerang, hingga sertipikat tersebut diterbitkan,” kata Susan.
“Atas terbitnya SHM dan HGB tersebut, seharusnya pihak penegak hukum baik Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, bahkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di ATR/BPN dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas hal tersebut. Bahkan sudah ada pengakuan dari warga yang namanya dicatut sebagai salah satu pemilik dari sertipikat hak atas tanah di laut tersebut,” tambahnya.
Menurut Susan, pencatutan nama adalah kejahatan serius dan harus diungkap dan ditindak oleh penegak hukum, karena hal tersebut merupakan tindakan pidana. Akan tetapi hingga sampai saat ini tidak ada kejelasan terkait siapa pihak pelaku penerbitan SHM dan SHGB ini. “Proses ini harus dibuka ke publik sehingga transparan dan tidak ada pihak yang diduga dilindungi atas kejahatan hukum ini,” pungkasnya. (M-1)
Pada 31 Januari 2025, perwakilan PT TRPN telah memenuhi pemanggilan untuk verifikasi indikasi pelanggaran reklamasi dan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut.
Meski demikian, kuasa hukum Kades Arsin tetap akan menghargai hasil keputusan dan tugas serta kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.
Menurut Riyono, pemagaran laut tersebut merugikan nelayan, karena harus memutar saat pergi melaut atau kembali.
POLRI mengaku siap membantu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membongkar pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang. Bila tindakan itu hendak dilakukan.
POLRI mengaku belum menemukan tindak pidana dalam aksi pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang.
PAGAR bambu yang membentang sepanjang 30,16 km di pesisir perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten masih berdiri kokoh. Para nelayan menunggu tindakan tegas dari KKP
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat Hermansyah menyampaikan kegiatan reklamasi tersebut merupakan kerja sama dengan PT. Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN),
Untuk bisa melaut mencari ikan, Rojali harus mengeluarkan bahan bakar lebih agar bisa melewati pagar tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved