Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PAKAR hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyebut bahwa Mahkamah Agung (MA) terkesan 'cuci tangan' bila tidak mengetahui perihal Zarof Ricar (ZR) menjadi perantara atau makelar kasus selama ZR menjabat Kapusdiklat MA.
Padahal, ZR sendiri sudah mengakui bahwa selama menjabat Kapusdiklat MA, dirinya menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang. Hal itu diungkapkannya saat ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus suap kasasi Ronald Tannur.
"Jelas itu pernyataan cuci tangan, padahal sudah ada bukti pengakuan dari Zarof yang berhubungan dengan hakim," kata Abdul Fickar saat dihubungi, Senin (28/10).
Abdul meyakini bahwa saat ZR menjabat sebagai Kapusdiklat MA, pasti banyak klien dari hakim yang berhubungan dengan ZR untuk memuluskan kasus-kasusnya. Dirinya mendorong agar penyidikan terkait makelar kasus ini harus di usut tuntas dan menangkap para pihak yang juga terlibat.
"Saya yakin hampir klien hakim pernah berhubungan dengan Zarof dan tidak mustahil juga pernah menjadi kliennya Zarof juga. Karena itu penyidikan harus diintensifkan untuk mengejar pihak-pihak lain yang terlibat," ujarnya.
Di sisi lain, Abdul juga menyayangkan kinerja Komisi Yudusial (KY) yang memiliki fungsi pengawasan terhadap hakim-hakim. Menurutnya, mafia kasus seperti ini sudah terjadi sejak lama, namun fungsi pengawasan dari KY sendiri tidak begitu berdampak.
"Mafia kasus ini sudah terjadi sejak lama, indikasinya beberapa hakim agung juga pernah kena OTT. Artinya mafia kasus itu sesuatu yang terus terjadi," tuturnya.
"Ini sangat disayangkan fungsi pengawasan KY sama sekali hampir tidak berdampak. Mafia peradilan jalan terus sementara tidak jelas apa yang dikerjakan KY," tambahnya.
Diketahui sebelumnya, Mahkamah Agung merespon pengakuan eks pejabat MA Zarof Ricar (ZR) yang mengaku sejak mengurus perkara di Mahkamah Agung (MA) dan menerima gratifikasi mencapai Rp920 Miliar. Juru bicara MA Yanto mengaku pihaknya tidak mengetahui perihal Zarof telah menjadi makelar kasus tersebut. Menurutnya, yang mengetahui hal tersebut adalah Zarof sendiri.
"Yang bisa menjaskan yang bersangkutan ya. Ya dari 2012 itu kan artinya 12 tahun yang lalu. Ya, dia ngumpulin itu ya terus dia dari mana dengan siapa yang bisa menjelaskan kan dia. Nah kita gak tahu ya, makanya kan kalau MA tidak mengerti. Yang bisa menjelaskan yang bersangkutan, dia nembak di atas kuda atau main bener bertemu dengan siapa kita juga kaget itu," kata Yanto, ketika dihubungi, Sabtu (26/10).
Yanto mengaku pihaknya terbuka jika ada hakim MA yang bakal diperiksa untuk mendalami lebih lanjut pengakuan Zarof. Selama ada bukti, kata ia, MA tidak akan menghalangi proses hukum yang berlangsung.
"Kalau proses hukum silahan saja. Sepanjang ada bukti pentunjuk silahan saja. Tidak pernah MA mengahalangi tidak pernah itu," katanya. (Fik/I-2)
Herdiansayah berharap agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dari perbuatan Zarof.
Harli mengaku bingung dengan tekanan yang dicetuskan Zarof. Saat ini, Kejagung masih mengusut kasus pencucian uangnya, saat persidangan kasus suap dan gratifikasinya hampir rampung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut tuntutan 20 tahun penjara terhadap Zarof Ricar merupakan hasil pertimbangan pimpinan dan didasarkan pada fakta persidangan.
Zarof Ricar dituntut 20 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam sidang kasus korupsi, suap, dan gratifikasi
Zarof mengumpulkan gratifikasi dari mulai menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badilum MA.
MEIRIZKA Widjaja Tannur, ibu dari Ronald Tannur, mengungkapkan bahwa pengacara anaknya, Lisa Rachmat, pernah meminta uang untuk "mengamankan" kasus pembunuhan yang menjerat Ronald Tannur
KY memberikan usulan atau rekomendasi penjatuhan sanksi kepada satu orang majelis hakim yang menangani kasasi Gregorius Ronald Tannur berupa sanksi etik.
KY sudah memberikan rekomendasi agar MA memberikan sanksi terhadap Hakim Agung yang identitasnya dirahasiakan tersebut terkait kasasi kasus Ronald Tannur
KOMITMEN Mahkamah Agung (MA) untuk berbenah dari sengkarut praktik pengurusan perkara yang melibatkan sejumlah hakim harus konsisten. Rekomendasi Komisi Yudisial (KY)
Heru Hanindyo, Erintuah Damanik dan Mangapul divonis lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Objektivitas hukuman mereka dipertanyakan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved