Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dugaan Plagiasi Anak Boyamin Saiman di MK Dinilai tidak Etis

Tri Subarkah
30/7/2024 16:10
Dugaan Plagiasi Anak Boyamin Saiman di MK Dinilai tidak Etis
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra (tengah) didampingi hakim konstitusi Anwar Usman (kanan) dan Arief Hidayat memimpin sidang(MI/Susanto)

MAHASISWA Universitas Syarif Hidayatullah, A Fahrur Rozi, yang menjadi pemohon uji materi syarat usia calon kepala daerah pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) menyayangkan permohonan serupa yang diajukan oleh anak Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Arkaan Wahyu Re A. Pasalnya, terdapat dugaan plagiasi yang dilakukan Arkan atas permohonan versi Fahrur.

Kesamaan tersebut salah satunya terdapat pada bagian alasan pemohon. Berdasarkan pantauan yang dilakukan Media Indonesia, alasan pemohon versi Arkaan sama persis dengan yang dibuat Fahrur bersama rekannya, yakni Anthony Lee yang merupakan mahasiswa Podomoro University. Fahrur-Anthony tercatat sebagai pemohon atas Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024.

Sebagai pemohon yang lebih dahulu mengajukan uji materi ke MK, Fahrur mengatakan pihaknya mempertanyakan kredibilitas kuasa hukum Arkaan. Dalam surat permohonan, diketahui bahwa Arkaan menggunakan jasa Kantor Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (PBH Peka) yang beralamat di Surakarta, Jawa Tengah.

Baca juga : Hakim MK Singgung Plagiasi Gugatan Syarat Usia Cakada Versi Anak Boyamin

"Dari sisi etika profesi hukum, sebagai seorang advokat, ini tidaklah sangat etis sebagai praktisi hukum. Apalagi pemohonnya mahasiswa, Arkaan, sebagai insan akademis di mana perbuatan plagiasi semacam ini haram hukumnya dilakukan," kata Fahrur kepada Media Indonesia, Selasa (30/7).

Selain itu, ia juga mempertanyakan motif uji materi yang dilakukan oleh Arkaan. Baginya, perlu didalami apakah motif Arkaan benar-benar berangkat dari kesadaran akan adanya kerugian hak konstitusional sebagai warga negara atau sekadar panjat sosial alias pansos dari isu politis yang berkembang.

Dugaan itu tak dapat dipisahkan mengingat kakak Arkaan, yakni Almas Tsaqibbiru, sebelumnya sempat mencatatkan sejarah dalam jalan politik Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih pada Pilpres 2024. Pasalnya, Gibran dapat didaftarkan sebagai calon wakil presiden karena Almas atas putusan MK terkait syarat usia calon presiden-wakil presiden yang diajukan Almas.

Baca juga : Permohonan Uji Materi ke MK yang Diajukan Anak Boyamin Saiman Diduga Hasil Plagiasi

"Kita tentu tak ingin perkara yang memiliki tipologi gimik politik yang sama dengan perkara 90/PUU-XXI/2023 (yang diajukan Almas) terulang kembali. Kita semua tentu tidak ingin adanya gimik berhukum dalam pengujian semacam ini," tandas Fahrur.

Baik Fahrur-Anthony dan Arkaan sama-sama meminta MK untuk menyatakan bahwa syarat usia minimum bagi calon gubernur-wakil gubernur, yakni 30 tahun, dan 25 tahun bagi calon bupati-wakil bupati serta wali kota-wakil wali kota dihitung sejak penetapan pasangan calon.

Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada sebelumnya mendapat perubahan tafsir oleh Mahkamah Agung (MA) atas uji materi yang diajukan oleh Partai Garuda. MA mengubah penghitungan syarat minimum usia calon kepala daerah itu menjadi sejak dilantik sebagai pasangan calon terpilih. (Tri/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya