Efektivitas Satgas Judi Online Diragukan Bila Tak Ada Aksi Nyata

Siti Yona Hukmana
14/6/2024 16:30
Efektivitas Satgas Judi Online Diragukan Bila Tak Ada Aksi Nyata
Satgas judi online diragukan(Ilustrasi)

PEMERINTAH membentuk Satuan Tugas (Satgas) Judi Online yang diketuai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto. Efektivitas satgas ini diragukan bila tak dibarengi aksi nyata.

"Tanpa ada aksi nyata, Satgas Judi Online tentu hanya akan menambah deret kegagalan-kegagalan pembentukan Satgas lainnya," kata Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6).

Bambang memandang pembentukan Satgas Judi Online ini seolah menjadi angin surga bagi upaya pemberantasan judi online yang lebih serius. Tetapi, semua itu dinilai tergantung implementasi di lapangan.

Baca juga : Nilai Transaksi Judi Online Kuartal Pertama 2024 Meningkat hingga Rp600 Triliun

"Bila tidak ada aksi yang konkret, tentu akan menjadi blunder. Pembentukan satgas tentu bukan hanya untuk gagah-gagahan saja, tetapi diharapkan beraksi nyata," ujar Bambang.

Bambang menyebut upaya pemberantasan judi online juga hanya menjadi tabuhan genderang tanpa ada aksi perang yang sebenarnya. Bahkan, memakan korban dari aparatur negara yang seharusnya melakukan pemberantasan.

Seperti yang menimpa anggota Polres Jombang Briptu Rian Dwi Wicaksono (RDW). Rian tewas akibat dibakar istri yang juga seorang anggota Polri Briptu Fadhilatun Nikmah (FN) di Asrama Polisi Mojokerto, Sabtu, 8 Juni 2024. Sang istri anggota Polwan Polres Mojokerto naik pitam setelah tahu uang habis untuk judi online.

Baca juga : Presiden Jokowi:  2,1 Juta Situs Judi Online Sudah Ditutup

Lebih lanjut, Bambang mengatakan tak bisa dipungkiri ada kesulitan tersendiri dalam memberantas judi online. Terutama soal karakteristik teknologi online atau siber yang borderless, lintas batas dan lintas negara, dengan kecepatan perubahan dan produksi konten yang sangat tinggi.

Meski demikian, judi online diyakini tak lepas dari transaksi keuangan menggunakan platform-platform yang masih bisa terkendali dan berizin. Maka itu, dia meminta aparat penegak hukum menutup transaksi pelaku sebagai langkah pertama yang serius dalam pemberantasan judi online. 

"Karena kecepatan menutup konten, ternyata tak mengalahkan produksi konten judol," ucap Bambang.

Baca juga : Jokowi Ingatkan Masyarakat tidak Berjudi

Bambang  melanjutkan, data terkait aliran keuangan judi online sudah lama diketahui PPATK. Tetapi, dia melihat tindak lanjut penegakan hukum selama ini belum lebih serius. Menurutnya, hal itu terbukti dari bandar-bandar besar yang belum ditangkap dan platform konten judi online yang masih terang-terangan di media online.

"Penangkapan hanya operator-operator maupun konsumen di level bawah. Transaksi yang dilakukan bandar besar belum tersentuh. Transaksi Rp327 triliun yang pernah diungkapkan PPATK tidak ditindaklanjuti dengan serius," tutur dia.

Selain itu, Direktorat Siber Polri yang dibentuk juga masih menyasar konsumen, tak pernah menyentuh pengelola platform judi online. Hal itu dinilai berakibat munculnya persepsi bahwa ada keterlibatan aparat penegak hukum sebagai beking bandar judi online.

Baca juga : Presiden Jokowi akan Teken Perpres Satgas Judi Online Pekan Ini

"Isu konsorsium 303 yang menyeret nama-nama petinggi kepolisian, nyaris tak pernah terkonfirmasi kebenarannya oleh otoritas Polri. Isu dibiarkan mengambang seolah dibiarkan sampai publik melupakan karena ditimpa isu-isu lain yang lebih sensional," bebernya.

Kemudian, upaya menjerat pelaku judi online dengan KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tak membuat efek jera. Pasalnya, pada Pasal 303 KUHP hukuman terhadap pelaku hanya maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp25 juta.

Harusnya, kata dia, bandar juga dijerat Pasal terkait Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
"Tetapi itu saja tentu tak cukup membuat jera. Makanya, perlu segera diterbitkan undang-undang terkait perampasan aset hasil kejahatan," pungkas Bambang. (Z-10)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya