Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMERINTAH membentuk Satuan Tugas (Satgas) Judi Online yang diketuai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto. Efektivitas satgas ini diragukan bila tak dibarengi aksi nyata.
"Tanpa ada aksi nyata, Satgas Judi Online tentu hanya akan menambah deret kegagalan-kegagalan pembentukan Satgas lainnya," kata Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6).
Bambang memandang pembentukan Satgas Judi Online ini seolah menjadi angin surga bagi upaya pemberantasan judi online yang lebih serius. Tetapi, semua itu dinilai tergantung implementasi di lapangan.
Baca juga : Nilai Transaksi Judi Online Kuartal Pertama 2024 Meningkat hingga Rp600 Triliun
"Bila tidak ada aksi yang konkret, tentu akan menjadi blunder. Pembentukan satgas tentu bukan hanya untuk gagah-gagahan saja, tetapi diharapkan beraksi nyata," ujar Bambang.
Bambang menyebut upaya pemberantasan judi online juga hanya menjadi tabuhan genderang tanpa ada aksi perang yang sebenarnya. Bahkan, memakan korban dari aparatur negara yang seharusnya melakukan pemberantasan.
Seperti yang menimpa anggota Polres Jombang Briptu Rian Dwi Wicaksono (RDW). Rian tewas akibat dibakar istri yang juga seorang anggota Polri Briptu Fadhilatun Nikmah (FN) di Asrama Polisi Mojokerto, Sabtu, 8 Juni 2024. Sang istri anggota Polwan Polres Mojokerto naik pitam setelah tahu uang habis untuk judi online.
Baca juga : Presiden Jokowi: 2,1 Juta Situs Judi Online Sudah Ditutup
Lebih lanjut, Bambang mengatakan tak bisa dipungkiri ada kesulitan tersendiri dalam memberantas judi online. Terutama soal karakteristik teknologi online atau siber yang borderless, lintas batas dan lintas negara, dengan kecepatan perubahan dan produksi konten yang sangat tinggi.
Meski demikian, judi online diyakini tak lepas dari transaksi keuangan menggunakan platform-platform yang masih bisa terkendali dan berizin. Maka itu, dia meminta aparat penegak hukum menutup transaksi pelaku sebagai langkah pertama yang serius dalam pemberantasan judi online.
"Karena kecepatan menutup konten, ternyata tak mengalahkan produksi konten judol," ucap Bambang.
Baca juga : Jokowi Ingatkan Masyarakat tidak Berjudi
Bambang melanjutkan, data terkait aliran keuangan judi online sudah lama diketahui PPATK. Tetapi, dia melihat tindak lanjut penegakan hukum selama ini belum lebih serius. Menurutnya, hal itu terbukti dari bandar-bandar besar yang belum ditangkap dan platform konten judi online yang masih terang-terangan di media online.
"Penangkapan hanya operator-operator maupun konsumen di level bawah. Transaksi yang dilakukan bandar besar belum tersentuh. Transaksi Rp327 triliun yang pernah diungkapkan PPATK tidak ditindaklanjuti dengan serius," tutur dia.
Selain itu, Direktorat Siber Polri yang dibentuk juga masih menyasar konsumen, tak pernah menyentuh pengelola platform judi online. Hal itu dinilai berakibat munculnya persepsi bahwa ada keterlibatan aparat penegak hukum sebagai beking bandar judi online.
Baca juga : Presiden Jokowi akan Teken Perpres Satgas Judi Online Pekan Ini
"Isu konsorsium 303 yang menyeret nama-nama petinggi kepolisian, nyaris tak pernah terkonfirmasi kebenarannya oleh otoritas Polri. Isu dibiarkan mengambang seolah dibiarkan sampai publik melupakan karena ditimpa isu-isu lain yang lebih sensional," bebernya.
Kemudian, upaya menjerat pelaku judi online dengan KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tak membuat efek jera. Pasalnya, pada Pasal 303 KUHP hukuman terhadap pelaku hanya maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp25 juta.
Harusnya, kata dia, bandar juga dijerat Pasal terkait Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
"Tetapi itu saja tentu tak cukup membuat jera. Makanya, perlu segera diterbitkan undang-undang terkait perampasan aset hasil kejahatan," pungkas Bambang. (Z-10)
Pertanyaannya, sampai di mana keberanian itu? Apakah ia datang setelah pucuk kekuasaan berganti dari Jokowi ke Prabowo?
Pengungkapan Kasus Perjudian Online Yang Melibatkan Pegawai Kementerian Komdigi
Salah satu faktor kenapa anak-anak ditemukan bermain judol karena situasi rekam jejak pengasuhan yang tidak pernah terdeteksi.
Permainan judi online kerap disamarkan dalam bentuk permainan digital yang populer pada anak-anak.
Terungkapnya kasus tersebut berawal dari penyelidikan Tim Siber Satreskrim Polres Cianjur yang mendapati link aplikasi judi online.
Perbuatan tersebut, dilakukan setelah bersangkutan mencuri 26 komputer di ruang labolatorium sekolah. Uangnya digunakan untuk judi online.
Kominfo Bersama Indosat Ooredoo Hutchison dan Mastercard, Latih Satu Juta Talenta Keamanan Siber
Berdasarkan survei terungkap sebanyak 67% pengguna media sosial di Asia Pasifik menggunakan ponsel pintar.
Media sosial menjadi adah eksistensi netizen. Sayangnya tanpa disadari kita banyak mengekspose privasi di media sosial.
Situs ini akan memadukan antara laporan masyarakat dan polisi sehingga bisa ditampilkan di data base situs tersebut.
Sejumlah Jenis Kejahatan Siber di Indonesia
Penjahat siber seringkali memanfaatkan ketidakpahaman setiap anggota masyarakat tentang dunia digital untuk menyerang perangkat yang digunakan dan mencuri data.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved