Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pakar Pertanyakan Algoritma dalam Sirekap

Tri Subarkah
29/2/2024 16:57
Pakar Pertanyakan Algoritma dalam Sirekap
Petugas PPK menginput data penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 ke dalam Sirekap.(ANTARA/BASRI MARZUKI)

CHIEF Technology Officer Dattabot Imron Zuhri menilai Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2024 bukanlah proyek rocket science alias canggih. Sejak digunakan pada Pilkada 2020, masalah pada Sirekap pun disebut tak ada yang baru.

Namun, dalam rentang empat tahun, Imron berpendapat KPU tidak melakukan perbaikan terkait Sirekap. "Waktu uji coba 2020, Sirekap dianggap gagal. Saya bingung dari 2020 sampai 2024, ada missing, kita enggak tahu proses apa yang terjadi di KPU," ujarnya.

Hal itu disampaikan Imron dalam diskusi daring bertajuk Sirekap dan Problematika Pemilu 2024 yang digelar The Indonesian Institute Center for Public Policy Research, Kamis (29/2). Selain Imron, pembicara lain pada forum itu adalah Manager Riset Program The Indonesian Insitute Arfianto Purbolaksono dan peneliti senior Formappi Lucius Karus.

Baca juga : Sambangi KPU, ICW Minta Kejelasan soal Anggaran Sirekap

Karena bukan aplikasi yang canggih, Imron mempertanyakan anggaran yang dikucurkan KPU dalam pengadaan Sirekap, termasuk komponen perangkat lunak penyusun yang seharusnya bersifat off-the-shelf atau siap pakai.

Diketahui, salah satu komponen perangkat lunak Sirekap adalah optical character recognition (OCR) yang berfungsi mengonversi angka hasil penghitungan suara pada form C. Hasil plano menjadi data digital. Bagi Imron, seharusnya OCR yang digunakan KPU pada Sirekap memiliki akurasi yang tinggi.

"Jadi kalau misalnya milih algoritma OCR, setidaknya mereka pasti harus mengacu pada standar internasional, NIST misalnya, yang kalau di bawah 90% akurasi udah pasti masuk daftar juga enggak," jelas Imron.

Baca juga : Terjadi Penggelembungan Suara di 16 Provinsi 83 Kabupaten/Kota se-Indonesia

Kendati demikian, karena proses pengadaan Sirekap berada pada ruang gelap, Imron mengaku tidak mengetahui algoritma OCR yang dipilih KPU maupun pengembangnya.

"Kalau KPU-nya mau membela diri, transparansi itu bukan kewajiban, tapi alat membela diri. Kalau mau menghadapi tuduhan-tuduhan, dibuka saja," tandasnya.

Sementara itu, Arfianto mengungkap berdasarkan riset yang dilakukan pihaknya, tidak banyak pihak internal KPU yang mengetahui pentingnya data pemilu terbuka. Padahal, data pemilu terbuka merupakan implementasi dari Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Baca juga : Mahfud MD Dorong Audit Forensik Sirekap KPU karena Terlalu Banyak Salah

"Hal ini menyebabkan ada gap antara aturan dan pelaksanaannya, khususnya di tingkat daerah. Kami wawancara komisioner tingkat daerah, dianggap keterbukaan data pemilu belum begitu penting untuk dijalankan," terangnya.

Tantangan berikutnya, sambung Arfianto, adalah keterbatasan pengelolaan data pada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) KPU maupun sumber daya manusia (SDM) penopang di KPU.

Sementara itu, Lucius berpendapat bahwa KPU telah ditipu oleh tim teknologi informasi yang merancang Sirekap. Menurutnya, komisioner KPU seolah-olah mendapat penjelasan bahwa Sirekap merupakan aplikasi yang luar biasa. Padahal bagi pakar teknologi, Sirekap adalah barang sederhana.

"Kalau sederhana harus sejak awal diragukan. Karena anggaran begitu besar, lalu hasilnya begitu. Mestinya ada pertanggungjawaban soal anggarannya," kata Lucius. (Z-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya