Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DOSEN Hukum Kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan suara moral dari civitas academica terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi jangan dicurigai apalagi dituduh politis atau partisan. Isi seruan itu, ujar Titi, amat baik dan mestinya digunakan sebagai refleksi.
"Tidak perlu defensif apalagi berspekulasi terlalu jauh. Sikap curiga dan konspiratif merespons suara sivitas akademika kampus, justru malah memperlihatkan bahwa memang ada masalah besar dalam demokrasi kita," ujar Titi yang juga Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ketika dihubungi, Selasa (6/2).
Seperti diberitakan, gelombang seruan keprihatinan dari sivitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di tanah air terus bergulir. Seruan itu merespons kondisi demokrasi yang terancam.
Baca juga : Gelombang Petisi Akademisi, Jokowi Diminta Minta Maaf Secara Terbuka
Para guru besar dan sivitas akademika turun gunung antara lain meminta agar pemilihan umum (pemilu) dapat berjalan adil, tanpa intervensi serta presiden diminta untuk netral. Titi lebih jauh menuturkan seruan tersebut merupakan bagian dari aspirasi warga negara yang berangkat dari kesadaran murni serta kekhawatiran atas masa depan demokrasi.
"Demokrasi bisa porak-poranda akibat penyalahgunaan kekuasaan demi pragmatisme politik untuk kepentingan berkuasa. Mestinya, seruan sivitas akademika itu menjadi refleksi bagi semua pihak, terutama mereka yang berada dalam kekuasaan dan pusaran elite politik untuk mengoreksi diri," tutur Titi.
Masalah etik menjadi sorotan dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Diawali dengan kontroversi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Putera Sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden, netralitas presiden, hingga dugaan penggunaan fasilitas negara seperti bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan politik elektoral.
Baca juga : Keprihatinan Menguat, Akademisi dan Intelektual Bergerak
Menurut Titi, apabila para penguasa serta elit politik tidak memperbaiki perilaku politik mereka, dapat mengakibatkan daya rusak yang merugikan masa depan demokrasi Indonesia.
Titi juga mengajak pemilih untuk menjadikan seruan sivitas akademika itu sebagai pertimbangan dalam menilai proses pemilu 2024. Pemilih, ujarnya, perlu kritis dan berdaya sehingga tidak mudah dimanipulasi oleh tipu daya kekuasaan. Ia menekankan bahwa etika adalah sandaran penting dalam menjaga martabat pemilu dan demokrasi Indonesia.
"Ketika para cerdik pandai sudah resah dan bersuara artinya memang ada yang salah dan mengkhawatirkan untuk dikoreksi," tukasnya. (Z-7)
Pentingnya tempat pengolahan sampah, seperti TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) yang seharusnya didukung oleh fasilitas untuk menyalurkan hasil kompos.
Tanpa penataan sistem pelatihan kerja yang inklusif lintas usia, ketimpangan kompetensi dapat menimbulkan ketegangan antargenerasi di tempat kerja.
SEKITAR 100 akademisi berkumpul dalam satu inisiatif untuk menembus dominasi publikasi ilmiah internasional di Tangerang pada 21-22 Juni 2025.
Konferensi ini beraspirasi untuk memberikan kontribusi berarti terhadap pengembangan kebijakan berbasis bukti dan tindakan transformatif
PERTUMBUHAN industri nikel di Indonesia menunjukkan tren yang semakin pesat.
FENOMENA autokratisasi secara global yang terjadi saat ini memasuki gelombang ketiga. Pemerintah otoriter lahir dengan cara 'memanfaatkan' sistem demokrasi.
Sebuah petisi satirikal untuk menggalang dana satu triliun dolar agar Denmark dapat membeli California dari Donald Trump mendapatkan lebih dari 200.000 tanda tangan.
Gracie Abrams menanggapi sebuah petisi yang meminta agar Dora Jarkowski, yang dikenal dengan nama panggung Jar, diganti sebagai aksi pembuka dalam tur Eropa dan U.K.
Ada tujuh petisi yang beredar menuntut pencopotan Gus Miftah dari jabatan utusan khusus presiden.
LEBIH dari seratus ribu orang menandatangani petisi untuk mencopot Gus Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto.
LEBIH dari 80 ribu orang menandatangani petisi untuk mencopot Gus Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto. Berdasarkan petisi di situs change.org
Para pelaku budaya menggalang dukungan melalui petisi dari agar Hilmar Farid menjadi menteri kebudayaan dalam kabinet Prabowo Subianto.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved