Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Muncul Petisi Dukungan Hilmar Farid Jadi Menteri Kebudayaan

Fathurrozzak
16/10/2024 12:20
Muncul Petisi Dukungan Hilmar Farid Jadi Menteri Kebudayaan
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud-Ristek Hilmar Farid.(Susanto/MI.)

 

 

PARA pelaku budaya menggalang dukungan lewat petisi daring Hilmar Farid menjadi Menteri Kebudayaan dalam kabinet Prabowo Subianto. Petisi soal dukungan terhadap Hilmar Farid yang ada di situs Change.org itu dibuat oleh Fahmi Sukarta, pada 16 Oktober 2024, dan telah mengumpulkan lebih dari 1800 tanda tangan.

 

Dalam uraian petisinya, Fahmi menjelaskan, kebudayaan memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional, bukan hanya sebagai ekspresi identitas bangsa, tetapi juga sebagai penggerak utama ekonomi kreatif, keberagaman sosial, dan kelestarian lingkungan. 

 

“Dalam konteks ini, pemajuan kebudayaan tidak hanya membutuhkan komitmen, tetapi juga pemimpin yang memiliki visi dan kemampuan untuk menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang nyata. Kami percaya bahwa Hilmar Farid, dengan rekam jejaknya sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan selama hampir sepuluh tahun, telah membuktikan dirinya sebagai sosok yang mampu menjalankan agenda pemajuan kebudayaan secara berkelanjutan, inovatif, dan inklusi,” tulis Fahmi dalam petisi tersebut.

 

Saat ini, Hilmar Farid menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek. Sementara pada kabinet baru pemerintahan Prabowo Subianto, Kemendikbudristek isunya akan dipecah menjadi tiga kementerian, yakni Kementerian Pendidikan, Kementerian Kebudayaan, dan Kementerian Riset dan Teknologi.

 

Dalam petisi tersebut, Fahmi juga menguraikan tolok ukur mengapa Hilmar harus menjadi Menteri Kebudayaan, setelah rekam jejaknya sebagai Dirjen Kebudayaan, disebutnya telah melakukan sejumlah transformasi penting dalam kebijakan kebudayaan yang berfokus pada penguatan ekosistem budaya, pelindungan warisan budaya, dan pemberdayaan masyarakat lokal. 

 

Beberapa capaian Hilmar Farid, di antaranya, pada 2016 – 2017 memberi masukan bagi perumusan RUU Kebudayaan yang telah mengalami deadlock selama 35 tahun sejak 1982 sehingga RUU tersebut dapat ditetapkan sebagai Undang-Undang No. 5 / 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang berfokus pada pengelolaan ekosistem kebudayaan. 

 

Lalu pada periode 2017 – 2018 membentuk Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) sebagai platform festival kebudayaan yang mengkonsolidasikan seluruh inisiatif dan praktik baik di bidang pengelolaan kebudayaan sekaligus sebagai perwujudan amanat Strategi Kebudayaan untuk menghidupkan ruang interaksi budaya yang inklusif.

Pada 2020 membentuk Fasilitasi Bidang Kebudayaan yang mengubah tata kelola hibah pemerintah di bidang kebudayaan, sifat bantuan ke masyarakat yang semula tersebar di setiap Direktorat dan tergantung diskresi pejabat kini terkelola secara satu pintu dan dikurasi secara profesional oleh perwakilan pemangku kepentingan.

 

Pada 2022, Hilmar juga membangun tata kelola Dana Indonesiana yang disalurkan ke dalam skema hibah kebudayaan dan Beasiswa Pendidikan Indonesia kategori Pelaku Budaya. Pada tahun yang sama, juga mendirikan Indonesian Heritage Agency sebagai Badan Layanan Umum yang mengelola 18 museum dan 34 cagar budaya, termasuk di dalam Museum Nasional, Galeri Nasional, Borobudur, dan KCBN Muarajambi. 

 

Baru-baru ini, Hilmar juga memimpin repatriasi benda-benda bersejarah Indonesia dari Belanda, yang berjumlah 288 pada 2024 dan 472 pada 2023.

 

Dari sekian ribu penandatangan petisi, di antaranya yang turut adalah ilmuwan sastra Prof. Melani Budianta yang juga akademisi sastra Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, sejarawan dan penulis Peter Carey, Chief Editor penerbit Marjin Kiri Ronny Agustinus, aktivis Nursyahbani Katjasungkana, pengusaha dan pemerhati pangan Nusantara Helianti Hilman, dan sastrawan Feby Indirani, 

 

“Di bawah kepemimpinan Hilmar Farid sudah terbangun sistem pemajuan kebudayaan, melalui koordinasi dengan kementerian desa dan kementerian lain. Sudah ada UU Pemajuan Kebudayaan, Strategi Kebudayaan, Pilpres Rencana Induk Kebudayaan. Ada dana Indonesiana, desa pemajuan budaya, yang didukung gerakan komunitas akar rumput di pedesaan dan di ruang urban. Sayang jika proses yang telah terbangun ini terputus,” kata Prof. Meilani dalam tanda tangan petisinya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya