Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan ke Bawaslu dan DKPP terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Dari putusan itu, KPU pun menyesuaikan PKPU dengan menetapkan pasangan Prabowo-Gibran menjadi capres-cawapres.
Baca juga: 51,45% Publik tidak Setuju dengan Putusan MK Nomor 90
Mengenai hal ini, advokat Yuri Kemal Fadlullah menerangkan, jika melihat kekhususan dan karakteristik, putusan MK 90 memiliki kekuatan mengikat secara umum dan semua pihak harus tunduk dan taat melaksanakan putusan tersebut.
"Sehingga dapat disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi harus diikuti oleh setiap lembaga pembentuk aturan hukum, yang dalam hal ini tidak terkecuali oleh KPU," kata Yuri lewat keetrangan yang diterima. Senin, (27/11)
Yuri melanjutkan, MK telah memutus dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden yaitu berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.
Dengan begitu, secara seketika ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan turunannya harus diselaraskan dan dimaknai berdasarkan putusan MK dimaksud. Tidak terkecuali aturan KPU (PKPU).
"Inilah yang menjadi vocal point putusan MK, bersifat final dan mengikat. Mengikat dalam artian bahwa putusan MK ini menghilangkan daya ikat terhadap keseluruhan Norma yang bertentangan dengan muatan putusan tersebut terhadap peraturan per-UUan yang terkait untuk itu secara seketika," tuturnya.
Baca juga: Gugat Ketua MK ke PTUN, Anwar Usman Dinilai Hanya Tambah Borok Keluarga Istana
Menurutnya, apabila KPU tetap memaksa dan berpegangan pada PKPU mengenai persyaratan umur minimal 40 tahun, justru dianggap mencederai hak warga negara dan demokrasi.
"Karena sejatinya pasal PKPU tersebut sudah tidak memiliki daya ikat dengan adanya putusan MK 90," tandasnya.
"Sebelumnya, tiga aktivis pro demokrasi yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama bersama dengan kuasa hukumnya dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0, Patra M Zen mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Kamis (16/11).
Baca juga: KPU dan Tiga Kontestan Pilpres Deklarasikan Kampanye Damai
Mereka menuding KPU telah melakukan pelanggaran kode etik terkait penerimaan berkas dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Sementara, Masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
Amunisi Peduli Demokrasi menilai KPU mendukung putusan MK yang tidak mencerminkan nilai demokrasi melalui penerbitan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023. (P-3)
Rifqinizamy menjelaskan ada sejumlah hal yang membuat turbulensi konstitusi. Pertama, Pasal 22 E ayat 1 menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun.
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Umbu mengatakan MPR tidak berwenang menafsirkan putusan MK yang nantinya berdampak pada eksistensi dan keberlakuan putusan MK. Ia mengatakan putusan MK bersifat final dan mengikat.
Berbagai anggota DPR dan partai politik secara tegas menolak putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan waktu penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah.
DPR memerlukan pijakan yang kuat agar tak bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada saat ini.
Pihaknya bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga juga masih berupaya memetakan implikasi dari putusan MK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved