Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BAWASLU sejak awal dinilai tidak serius dalam mengungkap dan menindak tindak kecurangan dalam proses pemilu. Padahal berbagai bukti dan gejala telah secara terang benderang terlihat dan disaksikan publik salah satunya terkait dugaan keterlibatan aparat negara yang berupaya memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hal ini merupakan sikat nyata ketidaknetralan pemerintah pada setiap pemilu.
"Sering terjadi (keterlibatan aparat) kita tidak tahu. Tapi soal keberpihakan itu sudah ada sejak dulu hanya saja tidak ada pelaporan dan penyelenggara pemilu serta pengawasannya memang tidak pernah serius padahal sudah ada indikasi awal. Maka kami minta pertanggungjawaban Bawaslu secara terang benderang," cetus Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.
Bawaslu sebagai lembaga negara memiliki sumber daya yang cukup yang tentu saja memiliki kewenangan untuk menangani kecurangan pemilu. Dengan tanggung jawab dan kewenangan yang ada Bawaslu harus mengejar dan mencari pusat kecurangan itu.
Baca juga: Polri-Bawaslu Diminta Selidiki Dugaan Pengerahan Aparat dalam Pemasangan Baliho Capres
"Penegak hukum juga jangan seolah menjadi institusi yang lemah. Mereka punya lembaga otoritas. Bawaslu menjadi sentral dan dengan segala gejala dan bukti yang ada Bawaslu harusnya dengan mudah memanggil pihak yang diduga melakukan itu. Tidak mungkin Bawaslu tidak terpikir soal itu," tegasnya, Sabtu (11/11).
Dia menekankan Bawaslu bukanlah lembaga yang hanya menunggu laporan tapi harus mencari berbagai hal yang terungkap di tengah publik.
Baca juga: Instruksi Polisi Pasang Baliho Prabowo-Gibran akan Berlaku di Semua Daerah
"Ini sudah aneh dan tidak ada alasan lagi Bawaslu untuk tidak bergerak karena memang bukan lembaga yang menunggu laporan. Barang bukti apa yang dia tunggu? Bawaslu itu sifatnya harusnya mencari, dia harus kerja," ungkapnya.
Sementara itu Deputi Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia (KIPP) Jojo Rohi mengkritisi situasi pemilu kali ini hampir mirip dengan era sebelum reformasi atau orde baru, hanya yang membedakan tidak ada aksi kekerasan dan penculikan. Dengan situasi yang terjadi kini Jojo mengkhawatirkan penggunaan lembaga negara akan semakin intens. Sebab secara terbuka Jokowi sudah memberikan ancaman pasa semua pembantunya untuk untuk tegak lurus kepadanya.
"Jika dibandingkan dengan masa sebelum reformasi memang keterlibatan birokrasi TNI, Polri tapi bedanya tidak senorak sekarang ini. Kita sekarang terjebak dalam situasi yang sama, kelakuan yang sama. Pemerintah berganti tapi kelakuannya tetap," terangnya.
Dia menilai yang dilakukan Presiden Joko Widodo saat ini sama seperti pada situasi orba yang minus penculikan namun masif dan terbuka dalam hal kecurangan menggunakan berbagai institusi negara.
"Sekarang minus penculikan kekerasan tapi caranya lebih masif dan terbuka. Suharto tidak gunakan lembaga negara yudisial untuk bergerak dalam isu pemilu dia hanya gunakan birokrasi, ABRI dan Polri dia tidak gunakan lembaga yudisial. Kalau sekarang termasuk mengkooptasi parpol sama seperti koperasi ketum parpol dulu yang Suharto tentukan," sambungnya.
Sikap Jokowi ini juga dinilai Jojo tidak semata karena haus kekuasaan namun ada faktor perkawinan kekuasaan dan pihak yang ingin mempertahankan oligarki.
"Jokowi ini membuat persoalan bangsa jadi agenda persoalan pribadi. Jadi seolah hanya dia dan orang-orangnya yang bisa. Padahal seperti program Indonesia emas itu adalah persoalan bangsa yang siapa pun bisa mengerjakan persoalan itu. Apa hanya Gibran dan Prabowo menyelesaikan itu kan tidak," ungkapnya.
Sementara itu menurut pakar politik UMY Ridho Al Hamdi menerangkan isu netralitas ASN, Polri dan TNI memang manis diucapkan tapi pahit dilaksanakan. Sebab faktanya pihak yang memiliki berkuasa mampu mengambil sumber daya ASN dengan beragam kamuflase.
"Idealnya begitu tapi pada faktanya mereka yang berkuasa. Ini sulit untuk netral dan itu dibuktikan sekarang aparat sudah mulai bekerja dan yang sedang berkuasa yang punya potensi besar," jelasnya. (Sru/Z-7)
Bawaslu berupaya mengedukasi pelajar untuk menggunakan hak pilih mereka
Diperlukan persepsi yang sama dalam teknis pelaksanaan kampanye, agar peserta pemilu bisa memahami aturan pelaksanaan berkampanye.
Dalam upaya pengawasan, Bawaslu akan melakukannya menjelang masa kampanye, pada saat kampanye, hingga masa kampanye selesai.
Peserta pemilu bisa melaksanakan pertemuan internal dengan menggelar sosialisasi dan pendidikan politik dengan hanya melibatkan struktur, caleg, dan anggota partai.
Bawaslu akan mengawal terlaksana pemilu yang aman dan damai dengan slogan Jabar Anteng (aman, netral, tenang).
Bawaslu adalah wasit perhelatan pemilu. Untuk menjaga kondusifitas, wasitnya harus mampu dan kapable
Sistem merit dalam ASN didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja tanpa diskriminasi.
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan penaikan anggaran dalam rangka meningkatkan gaji guru yang berstatus aparatur sipil negara (ASN), PPPK, dan non-ASN.
Masa kampanye belum dimulai sudah banyak dugaan pelanggaran netralitas ASN yang mengemuka
Jangan sampai dikorbankan masa depan ASN dengan sesuatu yang tidak tahu. Aturannya sanksinya bisa sampai dipecat
Netralitas merupakan tanggung jawab sekaligus peran yang harus dijalankan ASN, TNI dan Polri.
Sebanyak 199 ASN hadir di salah satu hotel di Majalengka, Rabu (22/11). Mereka merupakan perwakilan dari ASN dan langsung mengucapkan ikrar bersama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved