Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

KPU Dinilai tidak Independen Atur Regulasi Keterwakilan Caleg Perempuan

Tri Subarkah
27/10/2023 10:16
KPU Dinilai tidak Independen Atur Regulasi Keterwakilan Caleg Perempuan
Ilustrasi(MI)

DIREKTUR Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity sekaligus mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2012-2017 menilai jajaran komisioner KPU periode 2022-2027 tidak independen dalam menyusun regulasi soal penghitungan pembulatan ke bawah pecahan desimal penghitungan kuota caleg perempuan di setiap daerah pemilihan. Menurutnya, itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

Hadar yang menjadi salah satu pengadu dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu mengaku tidak puas dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap ketua dan anggota KPU yang hanya menyatakan bahwa mereka tidak profesional. Meski Ketua KPU Hasyim Asy'ari sudah diberi sanksi peringatan keras dan enam anggota KPU diberi sanksi peringatan, ia beranggapan itu masih belum cukup.

Hadar menyebut komisioner KPU tidak mandiri dalam menyusun kebijakan afirmasi yang bertujuan membuka kesempatan perempuan lebih banyak terjun sebagai anggota legislatif tersebut. Menurutnya, KPU terlalu mengikuti kehendak Komisi II DPR RI yang menginginkan adanya penghitungan pembulatan ke bawah lewat norma Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10/2023.

Baca juga: LHKPN Capres-cawapres Sudah Diterima KPU, KPK Segera Pamerkan

"Itu justru sangat kuat menunjukkan bahwa mereka (KPU) tidak mandiri, tidak mampu untuk mengambil sikap atas yang mereka yakini sendiri," jelas Hadar kepada Media Indonesia, Jumat (27/10).

Tiga anggota DKPP, yakni Ratna Dewi Pettalolo, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah sudah membacakan putusan Nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023 pada Rabu (25/10). Dalam putusannya, DKPP menjatuhkan sanksi terhadap Hasyim berupa peringatan keras. Sementara enam anggota KPU RI dijatuhkan sanksi peringatan.

Baca juga: PDIP: Keanggotaan Gibran Berakhir Usai Resmi Daftar Cawapres

Dalam putusannya, DKPP menyimpulkan pengakomodasian masukan dari DPR lewat konsinyering dan rapat dengar pendapat terkait rumusan norma Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 merupakan bentuk ketidakcermatan dan ketidakprofesionalan Hasyim dan anggota KPU lainnya. Padahal, hasil rapat konsultasi dengan DPR tersebut tidak bersifat mengikat meskipun wajib dilakukan.

Bagi Hadar, kesimpulan DKPP itu justru terkesan melindungi KPU sebagai penyelenggara pemilu. Terlebih, DKPP sudah pernah menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim sebelumnya pada awal April lalu.

"Jadi (sekarang) diberikan sanksi peringatan keras itu maknanya apa? Itu yang harus kita pertanyakan juga," tandas Hadar.

Terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita, mengatakan putusan DKPP kali ini menjadi sinyal kepada KPU untuk lebih menjaga etika dalam merumuskan kebijakan yang lebih responsif dan progresif. Sebab, jika mengulangi perbuatan yang sama, terbuka kemungkinan DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian.

Selain Hadar, pengadu lain dalam perkara tersebut adalah Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mikewati Vera Tangka, Ketua Yayasan Kalyanamitra Listyowati, Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Misthohizzaman, dan mantan anggota Bawaslu RI Wirdyaningsih.

Hasyim sendiri duduk sebagai teradu I. Sementara enam anggota KPU RI lainnya, yakni Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, dan Mochammad Afifuddin masing-masing menjadi teradu II-VII. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya