Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia Meminta MK Dievaluasi Pasca-putusan 90/PUU/2023

Media Indonesia
18/10/2023 20:20
Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia Meminta MK Dievaluasi Pasca-putusan 90/PUU/2023
Para hakim konstitusi(Dok. Sumber Website MK)

PERDEBATAN Putusan MK No 90/PUU/2023 yang memutuskan capres dan cawapres berumur 40 tahun kecuali telah memiliki pengalaman menjadi kepala daerah tidak kunjung usai. Di satu sisi putusan MK bersifat final dan mengikat (binding) namun di sisi lain publik mempertanyakan objektivitas dari MK. 

Dalam keterangan tertulis Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (18/10) melalui perwakilannya, Yogi Pajar Suprayogi, kami menyayangkan Putusan MK Final dan Binding Ini justru menimbulkan kontroversi. Padahal hukum mengenai usia capres dan cawapres telah secara eksplisit diatur dalam Pasal 69 UU Pemilu.

Padahal publik berharap banyak terobosan hukum untuk hal-hal yang belum diatur (kekosongan hukum) bukan malah membuat memperluas ketentuan sehingga menimbulkan kontroversi tandas Yogi.

Baca juga: Pakar Hukum UGM: Putusan Capres-Cawapres di Luar Kebiasaan MK

Oleh karenanya, Tim Advokasi berencana melaporkan 9 Hakim MK ke Dewan Etik karena dinilai tidak objektif dalam memeriksa perkara No 90 tersebut.

"Kan ada dasar hukumnya dalam Peraturan MK No 2 / 2014, yang mengawasi Hakim MK adalah Dewan Etik sehingga kami akan laporkan 9 Hakim MK ini dalam waktu dekat" kata Yogi .

Baca juga: KPU Diminta Tidak Langsung Eksekusi Putusan MK

Perwakilan lainnya Zentoni menerangkan evaluasi ini penting dan kalau evaluasi MK tidak dilakukan juga maka tidak ada salahnya MK dibubarkan karena tidak objektif.

Perwakilan lainnya Johan Imanuel mengatakan: Hakim MK ini sudah tau kalau di UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan salah satu materi UU adalah tindak lanjut dari Putusan MK. Nah tindak lanjut itu dalam kekosongan hukum dan menjadi kewenangan DPR dan Pemerintah (open legal policy).

"Makanya seharusnya MK ini berhati-hati dalam Memutus Perkara jangan sampai karena frasa "atau" seperti Putusan MK 90 ini malah menimbulkan dampak luas ke masyarakat yang  tidak semua merasa dirugikan adanya permohonan tersebut,” tutup Johan. (RO/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya