Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
PAKAR Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) harus diproses dengan serius.
Menurutnya, Polda Metro Jaya harus bekerja dengan transparan dan tidak pandang bulu terhadap siapapun. Termasuk kepada pimpinan KPK atas dugaan kasus pemerasan.
"Polda tidak boleh takut menegakan hukum terhadap siapapun. Pimpinan KPK bisa ditetapkan sebagai tersangka dengan dukungan minimal dua alat bukti. Jadi ini harus disidik dan harus sampai ke pengadilan, agar komisioner KPK yang jahat tidak menjadi tirani," kata Abdul saat dihubungi, Kamis (12/10).
Baca juga : Pengacara Pertanyakan Alasan KPK Jemput SYL, padahal Dipanggil Besok
Abdul menyebut bahwa sebenarnya Polda Metro Jaya mampu dalam menangani kasus dugaan pemerasan ini. Dengan tetap konsisten memanggil pimpinan KPK tersebut untuk menjalani pemeriksaan.
Baca juga : Publik Sulit Berharap Dewas Berani Usut Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK
Namun, ia mengatakan, jika upaya tersebut belum mampu membuat pimpinan KPK terpanggil, maka Polda dapat meminta bantuan Bareskrim Polri dan kemudian membawa paksa pimpinan KPK tersebut.
"Polda harus konsisten menangani kasus ini, dibolehkan juga meminta bantuan Bareskrim Polri jika setiap upaya Polda belum berhasil memanggil pimpinan KPK itu, maka upaya paksa harus dilakukan," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, proses hukum terhadap pimpinan KPK harus terus dijalankan.
Menurutnya, jika kepolisian tebang pilih dalam mengusut kasus, maka akan menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa polisi tidak profesional dan sedang membuat bargaining position untuk kepentingan di luar penegakan hukum.
"Kalau alat bukti sudah cukup, proses hukum harus dijalankan. Jika tidak, maka jargon presisi Kapolri harus kita tagih," ujarnya. (Z-8)
KPK menggeledah rumah mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta Timur, JJumat (15/8). Penggeledahan ini terkait dugaan korupsi kuota haji
KPK menggeledah rumah mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YQC) di wilayah Jakarta Timur, Jumat (15/8).
KPK memastikan akan kembali memanggil mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait kasus dugaan korupsi kuota haji
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak jamaah haji 1445 H/2024 M untuk memberikan keterangan terkait penyidikan dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Masalah dalam kasus korupsi ini adalah karena adanya pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Hukum acara pidana tidak semata-mata untuk menghukum tersangka, tetapi untuk memastikan tidak terjadinya kesewenang-wenangan negara terhadap warga negaranya.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Budi menjelaskan bahwa JPU KPK akan mencermati keterangan saksi di persidangan.
PENGACARA mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Ian Iskandar membantah tudingan kliennya yang disebut membocorkan operasi tangkap tangan (OTT) Harun Masiku
Novel meyakini ada maksud lain dari penyebaran informasi dari Firli meski melalui media massa. KPK didesak mengungkap kemungkinan Firli melakukan perintangan penyidikan.
MANTAN Penyidik KPK Novel Baswedan menilai keterangan saksi Rossa Purbo Bekti soal Firli Bahuri membocorkan informasi OTT kasus suap PAW penting ditindaklanjuti.
Firli membocorkan OTT saat penyelidik tengah menginterogasi sejumlah orang pada 8 Januari 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved