Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
SIDANG praperadilan yang dilayangkan tersangka suap hakim agung yaitu eks Komisaris Independen PT WIKA Beton Tbk (WB) Dadan Tri Yudianto (DTY) memasuki babak akhir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, Aliansi Aktivis Pro-Penegakan Hukum Berkeadilan (APHN) menyoroti maladminsitrasi penanganan kasus tersebut. Demikian disampaikan Koordinator APHN M. Arifin lewat keterangan yang diterima, Minggu (25/6). "Dalam fakta persidangan, banyak sekali terdapat kejanggalan sehubungan dengan proses penetapan tersangka terhadap Dadan Tri Yudianto. Beberapa ahli hukum yang diajukan pada proses pembuktian, menerangkan secara lugas bagaimana maladministrasi serta miss prosedural yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan management penanganan perkara guna menetapkan status tersangka terhadap seorang," ujar Aji
Baca juga: Dewas KPK Dinilai Sudah Tidak Bisa Lagi Diharapkan
Ia menambahkan, KPK harus menerapkan prinsip kehati-hatian sebelum meetapkan seseorang sebagai tersangka. Selain itu, harus objektif dan menghindari penyalahgunaan kewenangan. Sebab, proses penegakan hukum yang didahului atas praktik yang sewenang – wenang (abuse of power), pastinya akan menghasilkan penegakan hukum yang jauh dari semangat hukum yang berkeadilan. "Jikalau ada proses dan prosedur yang dilewati (by pass) dan hal demikian memang pada faktanya melanggar hukum acara, maka “mau tidak mau”, “suka atau tidak suka”, proses penetapan terhadap seorang tersangka haruslah dinyatakan batal/tidak sah," tandasnya.
Baca juga: KPK Endus 3 Pelanggaran Hukum dari Skandal Pungli Rutan
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menguraikan pandangannya bahwa sprindik KPK sebagai dasar dari penetapan tersangka Dadan Tri Yudianto, cacat hukum. Sehingga, penetapan Dadan sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah. Margarito menjadi saksi ahli pada sidang lanjutan praperadilan Dadan pada Kamis, 22 Juni 2023.
Margarito menyatakan satu orang saksi dan satu orang ahli tidak bisa dikualifikasikan sebagai dua alat bukti. Margarito mengatakan seharusnya ada dua saksi yang keterangannya saling bersesuaian. Barulah hal itu bisa memenuhi kualifikasi sebagai alat bukti, yakni satu alat bukti saksi.
"Dalam ilmu hukum, satu orang saksi bukanlah saksi atau asas unus testis nullus testis. Karena itu saya berpendapat, keterangan satu orang saksi tidak penuhi kualifikasi sebagai alat bukti,” kata Margarito. (MGN/H-3)
Sahbirin juga sampai saat ini belum dipanggil KPK. Padahal, pihak berperkara lainnya dalam kasus dugaan suap tiga proyek di Kalsel sudah masuk tahap persidangan.
Boyamin mengatakan, gugatan itu dipisah menjadi dua perkara. Praperadilan ini dimaksudkan agar KPK mengusut tuntas kasus tersebut karena dinilai merugikan banyak pihak.
Menurutnya, pra peradilan bisa dilakukan untuk semua upaya paksa, mulai dari penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat.
KUASA Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi menilai kebijakan impor raw sugar alias gula kristal mentah yang kala itu diterbitkan oleh Tom Lembong bukan sebuah masalah.
Maqdir menilai praperadilan penting untuk perkara kliennya. Kubu Hasto dipastikan akan memprotes sikap KPK.
Wildan juga mengapresisi Ketua KPK Setyo Budiyanto yang mengumumkan penahanan terhadap Hasto Kristiyanto pada Kamis (20/2).
'KEADILAN akan mencari jalannya sendiri' ternyata masih harus dinanti oleh Menteri Perdagangan (Mendag) RI periode Agustus 2015-Juli 2016, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).
PAKAR hukum pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar menyoroti diskon hukuman terhadap Setya Novanto dan tuntutan ringan atau tak maksimal kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
PENGACARA Setya Novanto (Setnov), Maqdir Ismail membeberkan bukti baru yang meringankan hukuman menjadi 12,5 tahun penjara, dari sebelumnya 15 tahun yakni keterarangan FBI
MAHKAMAH Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP.
MAKI menyayangkan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP.
Putusan hakim tidak boleh diganggu gugat dalam sebuah persidangan. Namun, KPK menyoroti pemberian efek jera atas penyunatan hukuman untuk terpidana kasus korupsi pengadaan KTP-E itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved