Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
KEPUTUSAN Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengkompromi kekurangan kuota keterwakilan calon legislatif (caleg) perempuan minimal 30 % menuai polemik.
Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai kebijakan KPU bertentangan dengan bunyi Undang-Undang (UU) 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan setiap partai politik (parpol) memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen.
“Bertentangan dengan UU Pemilu yang menyatakan bahwa daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Artinya, boleh lebih dari 30%, tapi tidak boleh kurang dari 30%,” ujar Titi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/5).
Baca juga : Caleg Pemilu 2024, Ini Yang Harus Diperhatikan Partai Politik
Kebijakan KPU tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10/2023 yang mengatur soal pencalonan anggota DPR dari tingkat pusat sampai daerah. PKPU tersebut memungkinkan keterwakilan perempuan di bawah 30%.
Titi menyoroti Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023 yang mengatur soal pembulatan desimal ke bawah. Ini dapat terjadi jika dalam hal penghitungan 30% jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan atau dapil menghasilkan pecahan kurang dari 50 di belakang koma.
Baca juga : Bacaleg Baru Ngeluh Dokumen Persyaratan Terlalu Rumit
Ia memberi contoh, partai politik atau parpol yang mengajukan empat bacaleg di sebuah dapil dengan empat kursi, maka keterwkilan perempuannya adalah 1,2 dari hasil presentase 30%.
"Kalau pakai pembulatan, Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023, maka hasilnya dibulatkan jadi satu. Problemnya akan muncul sebab satu dari empat adalah hanya 25%, artinya kurang dari paling sedikit 30%," jelas Titi.
Menurutnya, pengaturan oleh KPU soal pembulatan ke bawah itu merupakan sikap yang disengaja. Hal tersebut menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan dan sengaja melawan perintah UU Pemilu.
Padahal saat Pemilu 2019, KPU masih menerapkan kebijakan pembulatan desimal ke atas untuk berapapun angka hasil pembagian.
"Bisa dibilang KPU sudah melanggar hukum dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu atas kesengajaannya tersebut," tandas Titi.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati menegaskan bahwa keterwakilan perempuan bukan sebatas aturan yang harus dipenuhi semata. Penyelenggara pemilu, lanjutnya, harus membuat kebijakan turunan yang ramah dan dapat mempermudah perempuan untuk menjadi bacaleg.
Beberapa hambatan bagi perempuan untuk berkontestasi dalam pemilu antara lain keterbatasan informasi dan ruang serta minimnya dukungan. Bahkan, Mike mengatakan tak jarang perempuan terbentur aturan partai politik yang memberatkan.
"Misalnya harus punya uang sekian, itu yang mereka (perempuan) akhirnya berpikir ini kayaknya enggak mungkin," kata Mike. (Z-8)
DI tengah krisis iklim yang kian nyata dan ketidakadilan sistemis terhadap perempuan yang terus menganga, Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar kepemimpinan yang cerdas dan tegas.
Menstruasi yang normal dan teratur adalah tanda bahwa reproduksi perempuan dalam kondisi baik, dan tubuh secara keseluruhan dalam keadaan sehat.
Seiring dengan pertambahan usia pada perempuan serta kehamilan mampu menyebabkan penurunan kekuatan otot panggul dalam menopang organ-organ vital.
Perjuangan perempuan Indonesia hari ini ialah kelanjutan dari jejak-jejak lokal yang pernah berjaya, tapi kini dibingkai dalam ideologi negara, yaitu Pancasila.
BRInita merupakan bagian dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan BRI Peduli yang berfokus pada tiga pilar utama: pendidikan, pemberdayaan UMKM, dan pelestarian lingkungan.
POTENSI perempuan di sejumlah sektor harus mampu ditingkatkan melalui berbagai upaya pemberdayaan sebagai bagian dari langkah mengakselerasi pembangunan nasional.
Usulan tersebut berkaca pada pelaksanaan Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak pada 2024 yang membuat penyelenggara Pemilu memiliki beban yang berat.
pada Pileg 2024, PDI Perjuangan telah ditinggal Joko Widodo yang diusung partai tersebut pada dua kali Pilpres, yakni 2014 dan 2019.
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa) menilai, setiap partai politik penting untuk melakukan evaluasi secara internal.
Ward menuturkan, istrinya merupakan kader partai sekaligus anggota legislatif di Belanda.
PENGAMAT politik Hendri Satrio menilai bahwa rencana pertemuan antara presiden terpilih Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri adalah hal yang baik bila itu terjadi.
Parpol surati KPU minta caleg terpilih diganti, PKS : Ini berbahaya
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved