Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DELAPAN partai politik menggelar konsolidasi terkait pernyataan sikap menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Konsolidasi ini diinisiasi oleh partai Golkar bersama Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS.
Menurut Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, pertemuan tersebut adalah contoh baik bagi pemilih jelang Pemilu 2024.
“Itu pesan bagi publik juga ya bahwa dinamika pemilu adalah dinamika yang sangat lentur. Oleh karena itu masyarakat jangan sampai mengalami polarisasi yang membelah persatuan dan kesatuan mereka. Ternyata di antara partai politik pun, meski mereka memiliki beragam pilihan tetapi mereka bisa ditemukan oleh persamaan-persamaan dalam proses pelaksanaan pemilu,” ucap Titi saat berbincang hari ini (9/1).
Di situ menjadi pembelajaran bagi rakyat bahwa dalam perbedaan sekalipun, tetap ada persamaan yang membuat dinamika politik itu di tengah perbedaan bisa tetap menemukan kesamaan.
“Bahwa dalam perbedaan sekalipun, tetap ada persamaan yang membuat dinamika politik itu di tengah perbedaan bisa tetap menemukan kesamaan. Kita juga begitu, meski pilihan politik berbeda dalam banyak dimensi, kita akan bisa menemukan kesamaan,” jelas Titi.
Dia kembali menegaskan, pemilu itu harus dihadapi dengan logika dan memiliki program. “Justru pemilu itu harus dihadapi dengan logika akal sehat dan bisa diwujudkan kalau kita berorientasi pada gagasan dan program,” imbuhnya.
Ternyata diantara pilihan politik yang berbeda diantara partai, mereka dipertemukan karena adanya gagasan yang sama soal pemilu proporsional terbuka.
Sebelumnya, Ketum Golkar, Airlangga, mengatakan, “Kita duduk bersama, kita rembukan dan kebetulan ini di awal tahun perlu silaturahmi antarpartai politik. Kita ingin di tahun 2023 di tahun politik ini teduh. Nah, keteduhan akan tercipta jika ada komunikasi antarpartai politik.“
Dia menambahkan, walaupun berbeda-berbeda prioritas dan agendanya, tetapi ada kesamaan. Nah, kesamaaan ini yang dicari terutama menghadapi pemilu 2024 nanti.
Baca juga: JK: Proporsional Tertutup membuat Caleg Tidak Bekerja
"Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur," kata Airlangga.
Jauh dari Rakyat
Sementara itu, Analis politik Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan adanya kelemahan dan kelebihan dari sistem proporsional tertutup. Adapun kelemahannya, pertama, sistem proporsional tertutup mengurangi interaksi dan intensitas kader partai dengan pemilih.
Calon legislatif (caleg) yang terpilih bakal jarang turun bersosialisasi, menyapa dan menyalami masyarakat secara langsung, sebab caleg yang terpilih bertanggung jawab langsung kepada partai bukan konstituen.
"Sumber kekuasaan bukan daulat 'rakyat', tapi daulat 'elite' parpol," terangnya.
Selain itu, sistem proporsional tertutup juga cenderung membuat caleg tidak mau bekerja keras untuk mengkampanyekan dirinya dan partai. "Sebab mereka percaya yang bakal dipilih adalah caleg prioritas nomor urut satu, bukan basis suara terbanyak, itu artinya menurunkan persaingan antar kader internal caleg," terusnya.
Selain itu, akan membuat penguatan oligarki di internal partai politik dan memungkinkan adanya pengutamaan kelompok dan golongan tertentu. "Proporsional tertutup dikhawatirkan seperti memilih kucing dalam karung, pemilih banyak enggak kenal dengan daftar list nama calegnya, sebab pemilih tidak merasa dekat dengan pemilihnya," sambungnya.
Koreksi
Kendati demikian, Pangi menilai munculnya keinginan kembali ke desain sistem pemilu proporsional tertutup merupakan koreksi dan kritik terhadap penyelenggaraan sistem proporsional terbuka. Menurutnya, kompleksitas dan realitas sistem pemilu proporsional terbuka cenderung terkesan melemahkan partai politik.
"Sistem proportional terbuka kekuatan ada pada figur kandidat populis, melemahkan partai politik, tidak ada pembelajaran dan tidak menghormati proses kaderisasi di tubuh partai politik, sementara proporsional tertutup menguatkan institusi kelembagaan partai politik," sambungnya.
Menurut Pangi, ada beberapa alasan terkait sistem pemilu proporsional terbuka mampu merusak partai politik. Sistem itu bisa melemahkan partai politik ketika tidak ada caleg yang benar-benar kampanye mengunakan visi dan misi yang telah disusun partai.
"Masing-masing caleg berkampanye dengan cara, tema dan narasinya sendiri-sendiri. Bagaimana berfikir untuk menang mengalahkan caleg sesama kader di internal partai, bukannya berkompetisi dengan partai lain," tegasnya.
Sistem proporsional terbuka juga cenderung menyebabkan pemilih memilih figur kandidat ketimbang tautan partai, serta lebih mengandalkan figur ketimbang menguatkan sistem kepartaian. Sistem itu diduga menyebabkan salah satu alasan rendahnya party-ID. Hanya 13.2 persen pemilih yang merasa dekat baik secara ideologis maupun secara psikologis dengan partainya,
"Dugaan saya salah satu penyebab rendahnya party-ID karena penerapan sistem pemilu proporsional terbuka, sepanjang tetap memakai sistem proporsional terbuka, maka selama itu persentase party-ID di Indonesia tetap rendah," pungkasnya.(RO/OL-4)
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai pencegahan terhadap saksi termasuk tindakan upaya paksa. Bahkan, tidak semestinya diberlakukan kepada seseorang yang belum menjadi tersangka.
Surat usulan pemakzulan terhadap Gibran telah dikirimkan Forum Purnawirawan TNI kepada MPR/DPR RI sejak bulan lalu.
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Ketua Komisi II DPR itu mengatakan saat ini DPR juga belum menentukan sikap resmi. Soal putusan MK masih jadi topik diskusi antarfraksi.
KOMISI VI DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke salah satu sub Holding Perkebunan PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo.
duta besar (dubes) luar negeri Indonesia tidak boleh mengalami kekosongan sebab posisi dubes memiliki peran yang strategis bukan hanya sebagai simbol resmi representasi Indonesia
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
Partisipasi pemilih tidak ditentukan oleh desain pemilu, tetapi oleh kekuatan hubungan antara pemilih dan para kontestan.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved