Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
KEJAKSAAN Agung menyatakan akan mengajukan kasasi atas putusan bebas terdakwa perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada Peristiwa Paniai. Kendati demikian, hakim ad hoc untuk tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) belum tersedia sampai saat ini.
Sedianya, seleksi hakim ad hoc HAM untuk tingkat kasasi dilaksanakan oleh Komisi Yudisial (KY). Juru bicara KY Miko Ginting mengatakan pihaknya masih melakukan seleksi. Sejauh ini, sudah ada enam calon hakim ad hoc yang lolos.
"Sekarang seleksi masih masuk tahap tes kesehatan, kepribadian, dan penelusuran rekam jejak," kata Miko kepada Media Indonesia, Sabtu (10/12).
Keenam calon hakim ad hoc itu adalah Erni Rahmawati (advokat), Harnoto (anggota Polri), Heppy Wajongkere (advokat), Lafat Akbar (mantan hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta), M Fatan Riyadhi (mantan hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh), dan Ukar Priyambodo (mantan hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Palangkaraya).
Nama keenamnya diputuskan dalam rapat pleno KY tanggal 4 November 2022. Menurut Miko, pihaknya akan melaksanakan wawancara bagi calon hakim ad hoc setelah tahap tes kesehatan, kepribadian, dan penelusuran rekam jejak rampung.
"Lalu pengusulan nama ke DPR untuk dimintakan persetujuan," jelasnya.
Baca juga: Komnas HAM: Waspadai Penggunaan Politik Identitas dalam Pemilu 2024
Jika berjalan lancar, Miko menyebut pengusulan nama calon hakim ad hoc ke DPR kemungkinan akan dilaksanakan pada Februari 2023. Kendati demikian, pihaknya sedang berembuk untuk mengatur strategi dalam merespon proses hukum kasasi perkara Paniai.
Proses seleksi hakim ad hoc tingkat kasasi sendiri mulai dilakukan KY sejak akhir Agustus lalu. Nantinya, KY hanya akan memilih tiga hakim ad hoc saja.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar membebaskan terdakwa tunggal perkara Paniai, yakni Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Selaku mantan Perwira Penghubung (Pabung) Kodim 1705/Paniai, dakwaan jaksa terhadap Isak atas pertanggungjawaban komando dinyatakan hakim tidak terbukti.
Adapun upaya hukum terkait putusan bebas yang bisa dilakukan adalah kasasi, bukan banding di pengadilan tingkat tinggi. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyatakan masih akan mempelajari putusan yang dibacakan pada Kamis (8/12) lalu selama 14 hari.
"Sebelum waktu itu habis, kami akan melakukan hukum kasasi," singkat Ketut.(OL-4)
Kasasi ini dipimpin oleh Ketua Majelis Dwiarso Budi Santiarto. Anggota Majelis yakni Arizon Mega Jaya dan Yanto.
Namun, KY menemukan adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) oleh salah satu hakim di tingkat kasasi.
Tessa mengatakan, efek jera dalam vonis itu diyakini bukan cuma untuk Karen. Tapi, kata dia, turut memberikan rasa ngeri bagi semua orang yang mau mencoba korupsi di Indonesia.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan vonis Karen dalam persidangan banding. Vonis penjara 9 tahun untuknya diperkuat.
KUASA hukum Harvey Moeis, Andi Ahmad Nur Darwin membantah telah menentukan sikap untuk mengajukan kasasi atas vonis banding yang memperberat hukuman kliennya
MENTERI Kehutanan Raja Juli Antoni melakukan penanaman pohon karet di Wihara Amurva Bumi. Ia menyebut Wihara Amurva Bumi merupakan bukti bahwa pemerintah hadir untuk semua agama.
Harnoto dinilai tidak memahami konsep HAM secara umum,bahkan pada tahapan seleksi semestinya sudah gagal.
KETUA Mahkamah Agung M Syarifuddin mengakui lembaganya tidak mengantisipasi akan ada perkara kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masuk ke badan peradilan.
Saat peristiwa itu terjadi pada 7-8 Desember 2014, Isak menjabat sebagai Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.
“Saya cukup menyayangkan putusan ini. Dari awal berharap agar kasus ini bisa menjadi titik preseden bagi tegaknya marwah penegakan hukum HAM di Papua. Ternyata ekspektasi saya berlebihan,"
Para hakim ad hoc yang menangani perkara dugaan pelanggaran HAM berat Paniai tersebut tidak menerima haknya (gaji) selama sekian bulan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved