Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

83 Negara Berbagi Pengalaman Pelaksanaan Pemilu Demokratis

Sri Utami
10/10/2022 17:05
83 Negara Berbagi Pengalaman Pelaksanaan Pemilu Demokratis
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja (berbicara) dalam konferensi pers sidang pleno Global Network on Electoral Justice, di Bali, Senin (10/10).(MI/SRI UTAMI)

SIDANG Pleno Kelima (5th Plenary Assembly) Global Network on Electoral Justice (GNEJ) di Badung, Bali, yang berlangsung hingga esok (11/10)  membahas beberapa isu krusial dalam pelaksaan pemilu yamg demokratis. 

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan mekanisme pemilu yang adil, terpercaya, dan akuntabel merupakan praktik yang tengah diupayakan maupun berjalan di 83 negara, termasuk Indonesia.

"Yang akan menerapkan hal itu 83 negara dan akan membagikan contoh baik yang ada dalam pengawasan dan juga proses pemilu di Indonesia dan akan mengambil manfaat baik dan berguna nanti juga praktek demokrasi yang sangat baik di negara lain," ujar Rahmat, Senin (10/10).

Isu prioritas pertemuan tersebut membahas pemilu yang dilaksanakan pada 2020 di tengah kondisi pandemi ocvid-19 dan proses keluar darinya.  Kemudian, yang juga genting untuk dibahas dan menemukan solusi disinformasi proses pemilu.

"Ketiga, strategi untuk mendekatkan keadilan pemilu kepada warga negara, transparansi serta kolaborasi sosial. Selain itu juga akan membahas kesetaraan gender, kemandirian yudisial dan media sosial negara ini harus diperkuat dan dikonsultasikan dengan lembaga negara dan pemerintah," papar Rahmat.

Sidang juga akan membahas mengenai reformasi pemilu untuk memastikan keadilan pemilu, khususnya perbaikan yang sudah dilakukan di Meksiko, Bolivia, dan juga Afrika Selatan.

"Tantangan kali ini adalah kampanye dengan ujaran kebencian yang dialami sebelum dan setelah pemilu dilaksanakan regulasi terhadap integritas dan hak-hak warga negara menjadi penting dalam pembahasan mekanisme apa yang paling depan untuk menangani disinformasi di media digital. Di pihak lain terdapat standar internasional yang menjadi acuan untuk mengaturnya," ujarnya.

Justice High Chamber Electoral Tribunal of The Federal Judiciary Mexico Jose Luis Vargas Valdez mengatakan GNEJ dimulai 5 tahun lalu dan merupakan inisiatif untuk sebuah keadilan pemilu. Dalam forum tersebut perlu dilahirkan resolusi untuk mengatasi perselisihan atau sengketa dalam pemilu.

"Kita ingin agar semua proses dalam pemilu ini bisa menyelesaikan proses pemilu bila ada sengketa. Jadi kita akan mencoba untuk mencari resolusi untuk mengatasi perselisihan atau sengketa dalam pemilu. Dan ini akan dilakukan berdasarkan hukum. Oleh karena itu ini akan menjadi legitimasi bagi pemerintah dan juga bagi mereka yang berkuasa," ungkapnya.

Di kesempatan itu, President Emeritus Special Reprecentative of The Venice Commision Gianni Buquicchio menekankan pentingnya peradilan pemilu yang menjadi pusat hukum.

"Bahwa hukum juga sangat terkait untuk dikembangkan. Hukum tidak beratarti apa-apa jika tidak diterapkan dan juga aplikasi ini tidak boleh bertentangan dan prosedur harus diikuti," tegasnya.

Kemudian, President Emeritus Special Reprecentative of The Venice Commision Gianni Buquicchio menekankan pentingnya peradilan pemilu yang menjadi pusat hukum.Hukum tidak berarti apa-apa jika tidak diterapkan dan implementasinya pun tidak boleh bertentangan.

President and Executive Director, International Foundation for Electoral Systems (IFES) dalam Anthony Banbury mengatakan para hakim yang menangani sengketa pemilu dapat mengurangi kerentanan yang terjadi saat pemilu.  Ia mencontohkan ketika yudikatif memainkan perannya yang sangat penting untuk menangani pemilu, yakni perselisihan di Amerika Serikat dan Kenya juga dan di tempat lain.

"Saat kita melaksanakannya para hakim sebagai pelindung dan juga sebagai kingmaker Pemilu kadang dianggap sebagai sebuah perjuangan untuk jiwa sebuah negara. Kita bisa melihat banyak pengadilan pemilu yang tidak adil dan juga menjadi upaya yang membuat kekuasaan yang tidak baik. Kita melihat para pemimpin otoriter dalam menggunakan pemilu untuk mendapatkan kekuasaan," tutur Banbury.

Demokrasi yang berfungsi dalam kasus yang terjadi dalam pemilu bukan hanya pemilu tapi juga akses dari kepercayaan publik dari proses pemilu institusi negara dan juga di dalam integritas demokrasi itu sendiri.

"Saya bisa mengatakan bahwa seorang hakim melihat serangkaian kasus tidak ada kasus yang paling penting selain yang melibatkan sengketa terkait pemilu. Keputusan-keputusan itu dan siapa yang menjadi pemimpin dari sebuah pemerintahan di tingkat lokal provinsi, negara bagian federal jelas ini keputusan yang sangat penting yang dapat dijalankan seorang hakim.

Secara global para hakim tepat menjalankan respons mereka terhadap sengketa pemilu. Data terkait keputusan pengadilan telah menunjukkan hakim melangkah maju di saat yang kritis di tengah masyarakat melakukan proses demokrasi. 

Para hakim dalam hal penyelesaian sengketa pemilu serta mengambil keputusan berdasarkan hukum bukan hanya memproduksi sebuah hasil hukum yang kuat tapi juga menstabilisasi terkait masyarakat demokrasi.

Banbury lebih lanjut menyoroti persoalan periklanan terkait pemilu di media sosial yang memainkan peran penting di banyak negara. Hal itu membutuhkan aturan hukum. 

"Iklan ini dari mana dan siapa yang membayarnya Bagaimana ini dikaitkan dengan hambatan terkait dengan apa yang dibolehkan dalam pemilu," ucapnya.

Hukum di banyak negara tidak bisa mengikuti fenomena yang terus berevolusi dengan media sosial teknologi dan juga pembiayaan digital.
Menurut Banbury, imparsialitas dan independensi sangat penting untuk melindungi proses pemilu sekaligus memastikan bahwa pemilu demokratis bisa mendapatkan kekuasaan yang adil. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya