Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Terdakwa Kasus Paniai Papua Biarkan Anggota Ambil Senjata Api

Tri Subarkah
21/9/2022 17:47
Terdakwa Kasus Paniai Papua Biarkan Anggota Ambil Senjata Api
Aksi protes terhadap pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua.(Dok. MI)

TERDAKWA tunggal kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada Peristiwa Paniai, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, disebut melihat dan membiarkan anak buahnya mengmbil senjata api maupun peluru tajam pada 8 Desember 2014. 

Padahal, Isak memiliki kewenangan efektif untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang perdana di Pengadilan HAM Makassar, Sulawesi Selatan. 

Tim JPU yang diketuai langsung oleh Direktur Pelanggaran HAM Berat Jaksa Agung Muda (JAM-Pidsus) Erryl Prima Putra Agoes, menyebut perisitwa itu mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan 10 orang luka-luka.

"Terdakwa melihat dan membiarkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata dengan tidak mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut," jelas Erryl, Rabu (21/9).

Baca juga: Terdakwa Kasus HAM Berat Paniai tidak Ajukan Eksepsi

Dalam dakwaan, diketahui bahwa massa sempat melewati Markas Koramil 1705-02/Enarotali saat menuju lapangan Karel Gobay. Isak memerintahkan anggota untuk menutup pagar Koramil, agar massa tidak masuk. 

Selain mengambil senjata api dan peluru tajam, anggota Koramil juga meminta massa yang memanjat pagar untuk turun. Salah satu anggota Kormail memberikan tembakan peringatan dan berteriak kepada Isak untuk diberi petunjuk, karena kantor sudah diserang.

"Pada saat itu anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa. Lalu, melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur," paparnya.

"Padahal, terdakwa Isak yang mempunyai kewenangan sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahan, tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan. Dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota," imbuh Erryl.

Saat Peristiwa Paniai berlangsung, Isak menjabat sebagai mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai yang bertugas mengkoordinir kegiatan Danramil di dalam wilayah koordinasinya, termasuk Koramil 1705-02/Enarotali.

Baca juga: Prabowo Minta Masukan BPK Soal Kinerja Pemerintah dan TNI

Peristiwa Paniai bermula pada 7 Desember 2014, saat beberapa warga sipil meminta sumbangan kepada pengguna jalan untuk menyambut perayaan Natal. Saat meminta sumbangan, anggota TNI dengan menggunakan sepeda motor nyaris menabrak warga bernama Benyamin Kudiai, yang berujung cekcok mulut.

Adapun empat korban meninggal, yakni Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei. Kecuali Simon yang meninggal karena luka tusuk, ketiganya meninggal akibat luka tembak berdasarkan hasil visum et repertum.

Sementara itu, 10 korban luka-luka yang disebut dalam surat dakwaan adalh Noak Gobai, Andreas Dogopia, Yulius Tobai, Naftali Neles Gobai, Yeremias Kayame, Halia Edowai, Aberdanus Bunai, Jeri Gobai, Oktopianus Gobai dan Yulian Mote.

JPU mendakwa Isak dengan Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Pengadilan HAM dan Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Pengadilan HAM.(OL-11)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya