KEPALA Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menegaskan keterlibatan Brigjen Hendra Kurniawan dalam perkara menghalang-halangi penyidikan (obstruction of justice) kasus pembunuhan Brigadir J, akan dibuktikan di persidangan.
"Fakta persidangan lah yang dinilai oleh hakim," kata Dedi di Jakarta, Jumat (2/9).
Dedi menanggapi unggahan istri Brigjen Hendra Kurniawan, Seali Syah, yang mengunggah surat berisi permintaan maaf dari mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo.
Melalui surat bermeterai yang diklaim dari Sambo itu, Seali menegaskan bahwa suaminya tidak terlibat dalam pengrusakan kamera pengawas (CCTV) yang menjadi salah satu alat bukti peristiwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Menurut Dedi, unggahan istri Hendra Kurniawan merupakan hak setiap tersangka maupun terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 66 KUHAP yang berbunyi 'Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian'.
"Orang terdakwa, tersangka sekalipun sesuai Pasal 66, dia punya hak untuk mengingkari, monggo silakan," ujarnya lagi.
Namun, kata Dedi lagi, pembuktian itu nantinya diputuskan oleh hakim persidangan berdasarkan fakta persidangan, keterangan para saksi, dan alat bukti lainnya. Begitu pula dengan sidang etiknya, komisi etik memutuskan secara kolektif kolegial.
"Tapi fakta persidangan lah yang dinilai oleh hakim, hakim yang menilai semuanya berdasarkan fakta persidangan, keterangan para saksi dan alat bukti lainnya, baru nanti hakim memutuskan secara kolektif kolegial apa keputusannya itu," katanya.
Istri Brigjen Hendra Kurniawan melalui Instagram-nya @saelisyah mengunggah surat pernyataan permintaan maaf Irjen Ferdy Sambo yang telah menjadi tersangka utama kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Surat bertanda tangan dan bermeterai itu tertulis tanggal 30 Agustus 2022.
Pada bagian akhir surat itu, Sambo menuliskan 'Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat menjadi acuan dan keterangan tambahan untuk rekan-rekan penyidik, sehingga jangan sampai penyidik memproses hukum orang yang tidak bersalah, mengingat BJP Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria adalah aset sumber daya manusia Polri yang sudah lama bertugas di Biro Paminal Divisi Propam Polri'.
Baca juga: Hari Ini Giliran Tersangka BW Disidang Etik dalam Perkara Obstruction of Justice
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menetapkan tujuh anggota Polri sebagai tersangka obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir J.
Ketujuh tersangka itu ialah Ferdy Sambo, mantan Karopaminal Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan, mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri Kombes Agus Nurpatria.
Berikutnya mantan Wakaden B Biropaminal Divisi Propam Polri AKB Arif Rahman Arifin, mantan Ps Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri Kom Baiquini Wibowo, mantan Ps Kasubbagaudit Baggak Etika Powabprof Divisi Propam Polri Kom Chuck Putranto, dan mantan Kasub Unit I Sub Direktorat III Dittipidum Bareskrim Polri AK Irfan Widyanto.
Polri secara paralel melaksanakan sidang etik terhadap para tersangka. Sidang hari pertama Kamis (1/9) atas terduga pelanggar Chuck Putranto, hari kedua Jumat (2/9) terhadap Baiquni Wibowo. Pekan depan juga diagendakan sidang etik untuk tersangka lainnya, termasuk Hendra Kurniawan.
Dalam konferensi pers Jumat (19/8) lalu, Ditipidsiber Bareskrim Polri telah memeriksa 16 saksi terkait perkara menghilangkan dan memindahkan, serta mentransmisikan rekaman CCTV sehingga tidak bekerja sebagaimana mestinya, sesuai laporan polisi nomor LP: A/0446/VIII/2022 Dittipisiber Bareskrim Polri, tanggal 9 Agustus 2022.
Dalam mengungkap perkara ini, Dittipidsiber membagi lima klaster peran dan tiap-tiap saksi, termasuk enam perwira Polri yang diduga kuat terlibat dalam tindak pidana menghalangi penyidikan kasus Brigadir J.
Seperti Irfan Widyanto masuk dalam klaster kedua yang perannya melakukan penggantian digital voice recorder (DVR) CCTV. Kemudian, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Arif Rahman Arifin masuk dalam klaster ketiga, perannya melakukan pemindahan transmisi dan
pengrusakan.
Lalu, Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo, termasuk Arif Rahman Arifin masuk dalam klaster keempat, perannya menyuruh melakukan, baik itu memindahkan dan perbuatan lainnya.
"Adapun pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang ITE, ini ancamannya lumayan tinggi, Pasal 221, Pasal 223
KUHP, dan Pasal 55 serta Pasal 56 KUHP," kata Dirtipid Siber Brigjen Asep Edi Suheri. (Ant/OL-16)