RANCANGAN Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) pada dasarnya dua hal sudah diakomodasi oleh tim perumus. Salah satunya penghapusan pasal advokat curang yang merupakan bentuk apresiasi tim setelah mendengar masukan dari semua pihak. Lainnya yakni penghapusan pasal praktik dokter yang tidak memiliki izin.
Pengamat hukum dari Universitas Jember I Gede Widhiana Suarda mengatakan bahwa ada 14 isu krusial dalam RUU KUHP yang sering kali ditolak oleh publik. Akan tetapi, berdasarkan pengamatannya, sejauh ini tim perumus dari pemerintah sudah memberikan penjelasan. "Setelah ada penjelasan dalam berbagai sosialisasi, masyarakat umum saya lihat tidak begitu banyak yang bertanya-tanya lagi terhadap isu krusial itu. Intinya dari sosialisasi yang sudah dilakukan dan ke depan yang akan dilakukan lagi, kita akan mencoba refresh isu-su itu," ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang bertajuk RUU KUHP Wujud Keadilan Hukum Indonesia, Senin (29/8).
Dalam diskusi tersebut, dia mengatakan tim perumus pun sudah mengantisipasi agar pasal-pasal dalam RUU KUHP tersebut tidak multitafsir atau disalahgunakan oleh aparat penegak hukum. Langkah yang diambil yaitu merumuskan norma penjelasan setiap pasalnya serta menjadi langkah awal dan utama supaya produk tersebut tidak disalahgunakan oleh aparat penegak hukum. Bagian penjelasan, menurutnya, menjadi filter yang penting dan utama.
Baca juga: PBNU: Rumusan RKUHP Anggap Penting Keberadaan Agama
Dia melanjutkan, jika pun dalam hal-hal tertentu, ada masyarakat yang paham bahwa suatu pasal merugikan diriya, ada mekanisme lain yang bisa ditempuh yakni mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Meski tidak diinginkan olen tim perumus, ruang untuk itu tetap disediakan oleh negara. "Yang tidak kita harapkan jangan sampai aparat ketika menggunakan RUU ini mencoba bermain-main. Ini menjadi pekerjaan rumah tentu bukan di ranah formulasi tetapi di ranah kebijakan implementasi melalui kontrol dari institusi masing-masing mulai dari polisi, jaksa dan hakim. Presiden pun punya kewajiban untuk mengawasi kontrol institusi masing-masing bagaimana aparat menjalankan KUHP ini."
Meskipun demikian, dia meyakini tim perumus sudah menyusun norma penjelasan yang benar-benar tepat sehingga kecil kemungkinan bagi aparat untuk menyalahgunakan undang-undang ini. "Sudah clear di rumusan. Misalkan soal penghinaan terhadap Presiden, tentu tim bisa membedakan mana kritik dan mana penghinaan. Kalau pun terjadi kasus itu dan Presiden mengadukan, sederhana saja, datangkan saksi hal untuk mengecek apakah itu kritik atau penghinaan," ucapnya.
Dia mengatakan bahwa proses penyusunan KUHP yang baru sudah berjalan sangat lama sejak 1963 karena Indonesia ingin memiliki undang-undang yang mencerminkan norma yang ada di negeri ini. Dia berharap agar tahun ini RUU tersebut dapat disahkan. "Terlepas dari pro kontra yang ada, tidak ada pembahasan RUU yang mahasempurna. Pasti ada saja yang tidak sepakat dengan yang dirumuskan. KUHP tentu sebagai cerminan nilai-nilai hukum yang ada di Indonesia," pungkasnya. (RO/OL-14)